4.09.2019

@bende mataram@ Bagian 26




@bende mataram@
Bagian 26


"Jangan! Kau belum mengenal jalan ke barat. Lagi pula, kau tak punya bekal
cukup. Mari singgah ke Segaluh. Setelah kuserahkan kekuasaan pemerintahan
dusun kepada wakilku, kita berangkat bersama-sama. Mati hidup kita mulai
sekarang ada di tangan kita berdua."


Mereka berangkat ke barat. Jaga Saradenta tidak berani berlari karena luka
dalamnya masih perlu perawatan beberapa hari lamanya. Sedang Wirapati
melangkahkan kaki dengan setengah hati. Teringatlah dia kepada
saudara-saudara seperguruannya. Bulan depan mereka akan menerima ajaran
Ilmu Majangga Seta. Dapatkah dia ikut serta? Memikirkan hal itu, hatinya
lemas. Tetapi apabila dia dapat menyelesaikan masa mencari anak-isteri Made
Tantre barang seminggu, rasanya masih belum ketinggalan. Semangatnya muncul
kembali. Ingin ia lari secepat-cepatnya, kalau tak ingat luka Jaga Saradenta.


Kodrat waktu itu telah meninggalkan Desa Segaluh. Tatkala Jaga Saradenta
ikut bertempur, ia merasa mendapatkan kesempatan. Ia bersyukur kepada Tuhan
atas kemurahannya. Segera terbanglah dia menuju Desa Segaluh. Sepanjang
jalan dia berpikir. Ke manakah aku mau lari? Kembali ke Banyumas, tidaklah
mungkin. Sang Dewaresi mana bisa mengampuni aku, kecuali kalau aku membawa
pusaka. Ia sangat sedih. Ia kutuk Hajar Karangpandan sampai tujuh turunan.
Ia maki si pemuda Wirapati yang menolong melarikan Wayan Suage. Ia kutuk
pula pamannya, yang hampir membuatnya susah.


Mendadak timbullah pikirannya, baiklah aku lari ke Jakarta. Di sana aku
akan menggabungkan diri kepada kompeni. Rukmini biarlah kubawa ke Jakarta
untuk oleh-oleh. Pastilah serdadu-serdadu Belanda akan berterima kasih
kepadaku. Siapa tahu, aku lantas diberi pangkat sebagai upah jasa.


Mendapat pikiran demikian, tegarlah hati¬nya. Larinya kian dipercepat.
Sebentar saja sampailah dia ke rumah pamannya. Rukmini dan Sangaji masih
terkunci rapat dalam bilik. Ia bersyukur setinggi langit. Kemudian dengan
dalih mengantarkan Rukmini pulang ke kampung halamannya, ia diizinkan
bibinya meneruskan perjalanan.


"Ke mana pamanmu?"


"Dia lagi melayani si pendeta cabul. Sebentar lagi juga pulang," katanya.


Dia terus menuju ke barat. Sangaji digendongnya sebagai umpan Rukmini. Di
Dusun Kotawaringin ia mengambil jalan air. Dibelinya sebuah rakit dan terus
menuju ke utara. Tiba di Dusun Wonosari ia memaksa seorang penambang
menukar rakit. Mula-mula penambang rakit menolak. Tetapi dengan diancam
belati, terpaksa dia menyerah.


Pada senja hari sampailah dia di persimpangan Kali Klawen. Legalah hatinya,
karena yakin pamannya tidak mengejarnya lagi. Tetapi ia salah duga. Setelah
Jaga Saradenta menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada wakilnya, segera
dia berangkat. Ia berpesan kepada isterinya agar jangan mengharap-harap
kedatangannya sebelum membekuk si Kodrat.


Mula-mula mereka berdua melalui jalan besar. Sampai di Kota Waringin,
mereka mulai ragu. Kebetulan sekali mereka mendengar kabar tentang
seseorang yang membeli rakit. Peristiwa itu jarang terjadi. Segera mereka
menduga-duga. Maka diputuskan hendak meneruskan perjalanan melintasi air.


Sepanjang jalan mereka berunding dan menduga-duga ke mana arah perginya si
Kodrat. Sampai di Wonosari jejak Kodrat kian nyata. Pemilik rakit yang
diancam Kodrat, menjual berita kepada seluruh penduduk. Ramailah orang
membicarakan. Jaga Sara¬denta dengan mudah mendapatkan keterangan.
Cepat-cepat dikayuhnya rakit ke barat. Waktu itu senja hari mulai tiba.
Jarak mereka sebenarnya sudah sangat dekat dengan Kodrat. Kira-kira lewat
petang hari, mereka semua akan bertemu.


Mendadak Kodrat mempunyai pikiran lain. Rakitnya ditepikan. Kemudian
dibakarnya, setelah itu ia membawa Rukmini berjalan lewat daratan, mengarah
ke barat-daya. Melintasi desa-desa dan pegunungan.
Rukmini merasa sangat lelah. Lelah semuanya. Baik tenaga maupun hatinya. Ia
mengajak berhenti. Kodrat terpaksa menuruti, meskipun hatinya
uring-uringan. Syukur, meskipun kasar dia bukan pemuda bangor.
Angan-angannya hanya merindukan derajat dan pangkat tinggi. Itulah
sebabnya, tak pernah terlintas dalam pikirannya hendak mengganggu Rukmini.


Mereka menginap di sebuah gubuk. Pada fajar hari perjalanan dilanjutkan.
Kali ini lewat air untuk menghemat tenaga. Pada petang hari meneruskan
perjalanan lewat darat. Demikianlah terus-menerus dilakukan sampai hampir
dua minggu lamanya. Akhirnya sampailah mereka di kota Cirebon. Mereka
menginap di sebuah penginapan. Hati Kodrat mulai tak tenteram. Ia berpikir
untuk mencari tempat tinggal. Sebab bekal perjalanan mulai tipis. Lagi pula
berkelana tanpa berhenti, rasanya kurang menyenangkan. Rukmini atau si
bocah bisa terserang sakit. Kalau sampai begitu, akan gagallah rencananya.


Hari itu selagi dia berada di dalam kamar penginapan, mendadak didengarnya
suara pamannya yang tengah berbicara dengan pemilik penginapan. Dia lagi
mencari keterangan tenang dirinya.


la kaget bukan kepalang. Segera ia mengintip. Di samping pamannya berdiri
seorang pemuda berperawakan gagah tetapi mukanya agak kusut. Itulah
Wirapati yang dulu bertempur dengan Hajar Karangpandan.


Melihat mereka berdua, hatinya ciut. Cepat-cepat ia mengajak Rukmini
meninggalkan penginapan. Rukmini menolak, karena merasa kejatuhan bintang
penolong. Dia hendak menjerit. Mendadak Kodrat menubruk Sangaji dan
mengancamkari belatinya. Terpaksalah ia mengurungkan niatnya dan mau tak
mau mengikuti Kodrat meninggalkan penginapan lewat pintu belakang.


Sepanjang jalan Kodrat memaki-maki dan memukuli Rukmini yang dapat
membahayakan nyawanya. la mengancam akan membunuhnya bila laku itu diulangi
sekali lagi. Tetapi Rukmini tak mengenal takut. Hatinya sudah terlalu
pepat. Lagi pula semenjak suaminya meninggal, hatinya sudah menjadi kosong.
Kalau saja tak ingat akan nyawa anaknya, sudah lama ia ingin bunuh diri.


Demikianlah, pada suatu hari dia diajak menginap di sebuah losmen. Rukmini
sengaja mengusut-usutkan rambutnya agar menarik perhatian orang. Kodrat
dongkol bukan main. Ia menghunus belatinya dan benar-benar ingin menikamnya
mati. Rukmini lantas saja berdoa dalam hati memanggil suaminya, "Kuserahkan
keselamatan anakmu kepadamu. Lindungilah dia. Aku akan mati bersama jahanam
itu."


Setelah berdoa, ia menubruk maju. Kodrat terkejut bukan main. Sama sekali
tak diduganya, kalau Rukmini akan berlaku demikian. Karena terkejut,
belatinya sampai jatuh ke tanah. Mereka lantas saja berebutan mencapai
belati. Tetapi Rukmini seorang perempuan. Selain kalah tangkas, kalah
tenaga pula. Sangaji pun waktu itu merisaukan hatinya. Dia menangis ketakutan.


Lemah lunglailah sekujur badannya. Ia membiarkan Kodrat mencapai belatinya.
Dadanya kemudian dihadapkan. Tetapi Kodrat tidak menikamnya.
"Janganlah kau menggoda hatiku, Rukmini. Aku berjanji takkan bersikap kasar
lagi kepadamu. Tetapi janganlah kamu mencelakakan aku," kata Kodrat melunak.


Kodrat kemudian membawa Sangaji pergi meninggalkan losmen. Rukmini terpaksa
mengikuti demi anaknya. Kini, perjalanan tidak lewat darat lagi. Untuk
mengurangi gangguan Rukmini, Kodrat membeli sebuah perahu. la bermaksud
meneruskan perjalanan lewat laut. Seorang nelayan yang lagi menjala di
pinggir laut diajaknya serta.


"Bantulah aku mengayuh perahu ini sampai pantai Jakarta. Sesampainya di
Jakarta, pe¬rahu kuberikan kepadamu," bujuk Kodrat.


Bersambung




Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar