@bende mataram@
Bagian 16
Wirapati tak tahan lagi digulung asap dan nyala api. la ingin segera
memasuki gerumbulan menolong Wayan Suage. Tetapi sebatang pohon yang
terbakar hangus roboh menimpa gerumbulan. la melesat ke tebing dan
menerjunkan diri ke dalam sungai.
Di seberang sana, suara gedebukan berlangsung sangat cepat. Berkali-kali
orang yang disebut Hajar membentak-bentak.
"Kalau tidak mau buka mulut, aku habisi nyawa kalian!"
"Dia tadi... dilarikan ..."
"Siapa yang dilarikan? Pusaka atau tuan rumah?"
"Dia bersama-sama ...!"
Bluk! Orang itu menjerit dan mati terjengkang. Wirapati tak sempat lagi
mendengarkan kesibukan itu. Perhatiannya kini mengarah kepada gerumbul.
Celaka, pikirnya. Gerumbulan terbakar. Apa dia mati terbakar?
Dengan sekuat tenaga, ia mencoba merangkaki tebing. Tetapi panas api tak
tertahankan lagi. Terpaksa ia menjauhi dan akhirnya mendaki tebing seberang.
Ia melihat suatu keajaiban di daratan. Orang-orang yang mengepungnya tadi,
menggeletak berserakan di atas tanah. Bulu kuduknya menggeridik. Tak
terbayangkan macam apa Hajar itu, yang begitu gampang membinasakan
orang-orang Banyumas.
ORANG yang disebut Hajar itu sesungguhnya Hajar Karangpandan tamu Wayan
Suage dan Made Tantre. Setelah dia berpesan kepada tuan rumah agar
menyimpan kedua pusaka Pangeran Semono baik-baik untuk anak-anaknya, lantas
saja dia pergi dengan suatu kecepatan mengagumkan. Sengaja dia berbuat
demikian, agar mengesankan tuan rumah. Pikirnya, kalau aku tak
memperlihatkan sedikit kemampuanku, pastilah mereka akan menyia-nyiakan
pesanku. Sayang, kalau kedua pusa¬ka keramat itu jatuh ke tangan
orang-orang yang haus kekuasaan.
Pada petang hah sampailah dia di Dusun Bandangan. Niatnya hendak mengadakan
perjalanan ke timur. Mula-mula akan dijenguknya kota Magelang. Kemudian
Yogyakarta. Dan dari sana akan kembali ke pertapaannya di kaki Gunung Lawu
di Dusun Karangpandan. Di Desa Bandangan ia berhenti di sebuah kedai kopi.
Seharian dia kehujanan, dan pakaiannya basah kuyup. Meskipun tubuhnya kuat
perkasa, tapi lambat-laun dingin air meresap ke kulit dagingnya. Gntuk
menghangatkan tubuh, ia perlu minum kopi barang segelas.
Hari telah menjadi gelap. Awan hitam datang berarak-arak. Ia mendekati
tungku api sambil menenangkan pikiran. Kopinya diteguknya sedikit demi
sedikit dan dinikmati selama mungkin.
Mendadak selagi memikirkan perjalanan yang akan ditempuhnya, terdengarlah
bunyi kentungan tanda bahaya. Ia menegakkan kepala. Di jalan terjadilah
suatu kesibukan. Nampaklah kemudian dua orang polisi desa berlari-larian.
Tertarik pada kesibukan itu lan¬tas saja ia melompat ke jalan.
Ia adalah seorang pendeta bekas pendekar liar. Sejak muda gemar merantau
dan berbuat kebajikan untuk kepentingan umum. la benci Belanda dan
menyatakan diri sebagai musuh utamanya. Karena kebenciannya itu,
sering-kali ia membunuh orang-orang yang mau bekerja sama dengan Belanda.
Lambat laun usianya kian menjadi tua, merubah peranannya sedikit demi
sedikit. Ia berusaha mengendalikan diri. Akhirnya menjadi seorang pende¬ta
sebagai penebus kesalahan-kesalahan yang lampau. Meskipun demikian hatinya
yang penuh gejolak petualang tak gampang hilang dari perbendaharaan. Setiap
kali melihat atau mendengar suatu peristiwa yang bertentangan dengan
kepentingan umum, selalu saja ia usilan. Itulah sebabnya, begitu ia melihat
kesibukan dan mendengar bunyi kentung tanda bahaya terus saja mengejar dua
orang polisi desa tadi.
"Kentung tanda bahaya apa itu?" tanyanya.
"Terang sekali tanda bahaya kebakaran dan pembunuhan," jawab polisi desa
serempak.
"Di mana ada kebakaran dan pembunuhan?"
"Siapa yang tahu? Bunyi kentung dari arah barat."
Mendapat keterangan itu, bergegas ia kembali ke kedai membayar kopi. Ia
masih mempunyai sisa uang perjalanan lima kelip. Kemudian pamit dan lari ke
arah barat.
Di sepanjang jalan ia mencari keterangan. Tatkala sampai di Desa
Kamarankan, terdengarlah suatu warta yang mengejutkan.
"Desa Karangtinalang menjadi lautan api. Enggak jelas, rumah siapa yang
mula-mula terbakar." Kata seorang polisi desa.
Hajar Karangpandan mempercepat langkahnya. Dengan cepat sampailah dia di
batas Desa Karangtinalang. Benar saja, di sebelah barat nampaklah api
menjilat langit. Mendadak saja ia melihat salah seorang rombongan Banyumas
yang telah dikenalnya dalam pertempuran tadi sore. Ia bekuk orang itu dan
diseretnya ke tepi sawah.
"Apa yang telah terjadi?" desaknya. Orang itu gemetaran ketika mengenal
dirinya dan tak dapat menjawab pertanyaan Hajar Karang¬pandan dengan cepat.
Tahulah dia akibatnya. Tetapi Hajar Karangpandan tak dapat diperlakukan
menurut pertimbangannya. Dia mendesak lagi sambil memijat pundak. Orang itu
berteriak kesakitan. Maka dengan terpaksa ia menerangkan malapetaka yang
telah menimpa keluarga Wayan Suage dan Made Tantre.
Seketika itu berubahlah wajah Hajar Karang¬pandan. Ia pucat bergetaran,
karena sedih bercampur marah. Hatinya begitu menyesal dan lantas saja
menjadi sesak. la tahu, kalau malapetaka itu terjadi akibat kedua pusaka
sakti yang diberikan kepadanya.
"Siapa pemimpinmu? Gandi?"
"Gandi sudah mati terbunuh di tengah jalan."
"Lantas siapa?"
"Kodrat. Orangnya tinggi jangkung, tapi banyak pula di antara kami yang
berperawakan tinggi."
"Sekarang dia di mana? Bilang?"
"Dia membawa seorang perempuan dan seorang anak."
Mendidih darah Hajar Karangpandan. la tak dapat mengendalikan amarahnya.
Dan tanpa ampun Iagi. Orang itu dibantingnya mati ke tanah.
Seperti kemasukan setan ia memasuki desa langsung menuju rumah Wayan Suage
dan Made Tantre. Seluruh desa jadi sibuk. Laki-laki dan perempuan berlarian
kalang-kabut. Kanak-kanak menangis dengan pekikan tinggi. Tapi Hajar
Karangpandan tak mempedulikan itu semua. Otaknya sedang dirumun berbagai
gagasan yang menggugat-gugat perlakuannya terhadap keluarga yang tadinya
hidup tentram damai.
O, Hajar! Hajar! Dengan ramah tamah keluarga itu menyambut kedatanganmu.
Tetapi mereka kaucelakakan akibat ulahmu. Kalau mereka tak kauberi kedua
pusaka itu, pastilah sampai saat ini masih hidup aman damai. Apa yang akan
kaulakukan sekarang? Pikirannya terus berputar tak tenang.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar