Blognya alumni SMPN 1 Magelang; berbagi kenangan; berbagi rasa dan berbagi cerita.... OPEN to all of alumnus.
6.11.2014
Lawan, tapi mesra
From: Boediono
http://www.rmol.co/read/2014/06/10/158872/Debat-Capres-(1):-Lawan-Tapi-Mesra-
Debat Capres (1): Lawan Tapi Mesra
Selasa, 10 Juni 2014 , 10:56:00 WIB
Oleh : Fritz E. Simandjuntak
DEBAT calon Presiden 2014 yang berlangsung semalam, ibarat final serie pertama bulutangkis Indonesia Open di sektor ganda putera. Dua pasangan terbaik Indonesia masuk babak final untuk meraih supremasi bulutangkis tertinggi di Indonesia. Ada enam serie pertandingan yang harus ditempuh masing-masing pasangan. Adapun topik serie pertama adalah tentang Demokrasi, Pemerintah yang bersih dan Kepastian Hukum.
Babak pertama mengupas tentang visi topik serie pertama debat ini. Kesempatan serve pertama diberikan kepada pasangan Prabowo-Hatta Rajasa dengan topik tentang Demokrasi. Pola permainan yang dikembangkan oleh Prabowo-Hatta Rajasa adalah rally-rally panjang dengan bola lob-lob jauh ke belakang dan tajam. Cenderung konseptual dan visioner.
Tetapi sempat terjadi benturan raket di antara kedua pasangan ini ketika berbicara mengenai demokrasi. Di awal sambutannya Prabowo menyatakan bahwa demokrasi adalah alat dan tangga menuju cita-cita Indonesia sejahtera. Kemudian saat Hatta Rajasa menyampaikan sambutannya, dengan penuh percaya diri Hatta Rajasa menyatakan bahwa demokrasi bukan sekadar alat. Melainkan sistem nilai. Namun benturan itu tidak menggangu kekompakan kedua pasangan ini.
Selanjutnya Jokowi JK lebih menekankan pola permainan drive lurus, kadang-kadang chop pendek dan permainan net yang halus. Dikatakan oleh Jokowi bahwa demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakan. Jokowi memberi contoh apa yang telah dilakukannya selama ini. Termasuk penyelesaian konflik yang dilakukan JK.
Mengenai pemerintahan bersih, lagi lagi drive lurus cukup cepat dilontarkan oleh Jokowi dengan memberikan contoh bagaimana dia memulai pemerintahannya dengan bantuan aplikasi teknologi informasi. Seperti e-budgeting, e-procurement, e-katalog, e-audit dan lain-lainnya.
Sementara JK lebih menekankan keteladanan pemimpin dalam menegakkan kepastian hukum dan HAM. Institusi hukum juga harus diperkuat, seperti KPK, Polisi, Jaksa agar masyarakat memperoleh kepercayaan terhadap lembaga-lembaga yang menegakkan hukum.
Segment kedua dengan topik tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Pendek ditanyakan kepada pasangan Jokowi-Jk. Pasangan ini relatif menampilkan permainan yang membosankan. Tidak ada pemikiran terobosan dari kedua pasangan. Ini juga disebabkan karena pertanyaannya itu sendiri sangat normatif. Karena tidak mungkin setiap pemerintahan mengabaikan rencana pembangunan, baik jangka pendek, menengah maupun panjang.
Sementara Prabowo-Hatta Rajasa diajukan pertanyaan yang sangat relevan situasi saat ini tentang pemberantasan korupsi dan pemerintah yang tidak efektif. Pasangan ini diminta menjelaskan agenda khusus untuk memperbaiki kondisi pemerintahan yang sekarang citranya sangat buruk karena dililit kourpsi.
Sebenarnya pertanyaan ini memberikan kesempatan besar bagi Prabowo-Hatta Rajasa dibandingkan pertanyaan yang diajukan kepada Jokowi-JK pada segment kedua. Sayangnya pola permainan rally dengan lob-lob panjang masih terus ditampilkan oleh Prabowo, dengan bercerita tentang gaji pejabat yang rendah serta sistem demokrasi yang sarat dengan biaya tinggi.
Prabowo bertekad memperbaiki kualitas hidup pejabat pemerintah dan penegak hukum, dan yakin bahwa kebocoran bisa diperbaiki. Jawaban Prabowo juga cukup cerdik untuk menarik simpati salah satu segment pasar suara pemilih yaitu PNS dan pejabat pemerintah.
Segement ketiga intinya menyangkut koalisi partai yang cenderung malah koruptif, transaksional dan mengekang gerak Presiden dan Wakil Presiden. Ternyata kedua pasangan menampilkan pola permainan yang membosankan. Karena jawabannya sangat normatif dan cenderung retorika semata. Tidak ada solusi mengenai buruknya kualitas anggota legislatif melakukan rekruitmen berdasarkan popularitas bukan kualitas.
Namun demikian, Jokowi dengan cerdik memanfaatkan peluang yang ada dengan memberikan contoh bahwa dirinya dan JK bukanlah pengurus partai politik. Keterbukaan PDIP harus dijadikan contoh terobosan, bahwa tidak selalu calon Presiden dan Wakil Presiden itu harus Ketua Umum Partai Politik.
Mengenai prinsip dan nilai Bhineka Tunggal Ika, kedua pasangan menyatakan bahwa hal itu sudah final dan jelas. Baik Prabowo dan Jokowi masing-masing memberikan contoh implementasi tentang Bhineka Tunggal Ika. Jokowi mengajukan contoh tentang Lurah Susan sementara Prabowo tentang inisiatif mengajukan Ahok sebagai calon Wakil Gubernur.
Segment keempat adalah yang paling seru karena masing-masing pasangan mengajukan pertanyaan ke pasangan lainnya. Pertanyaan Prabowo-Hatta lebih halus yaitu tentang pemilihan langsung Kepala Daerah dan Pemekaran Daerah. Jawaban Jokowi tegas, pemilihan langsung Kepala Daerah akan tetap dilakukan karena ini adalah bentuk dari kedaulatan rakyat. Perbaikan harus dilakukan dengan melakukannya dengan serentak.
Menarik sekali tanggapan Hatta Rajasa atas jawaban Jokowi-JK yang intinya bahwa mereka sepakat pemilihan langsung tetap dilakukan. Termasuk juga pemilihan serentak di setiap provinsi. Dengan jeli JK menyampaikan terima kasih karena jawaban mereka disetujui oleh Hatta Rajasa. Sangat disayangkan bahwa pertanyaan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa kurang menggigit.
Sementara pertanyaan dari pasangan Jokowi-JK yang diajukan JK ternyata sangat tajam. Meskipun bertubuh kecil, JK melompat tinggi dan mencoba menghunjamkan smash yang tajam dengan mengajukan kasus HAM yang pernah dihadapi Prabowo dan diskriminasi hukum.
Prabowo, meskipun sedikit terganggu dengan pertanyaan ini, dengan baik menjawab serangan tajam tersebut. Karena memang sebenarnya masalah ini sudah selesai terutama setelah diijinkannya Prabowo menjadi cawapres 2009 dan capres 2014. Pertanyaan ini juga memberikan kesempatan Prabowo untuk melakukan klarifikasi kembali akan kasus tersebut.
Namun dalam kasus diskriminasi hukum yang dicoba dijawab oleh Hatta Rajasa dengan ungkapan "jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah" malah menggugah ingatan masyarakat tentang kasus anaknya yang pernah menabrak orang lain hingga meninggal dan hanya dihukum penjara selama 5 bulan dengan segala fasilitas yang luar biasa. Kita tahu bahwa masyarakat umum jelas tidak puas atas proses peradilan dan tuntutan yang dianggap tidak adil. Saat itu pula media sosial banyak mengupas kembali mengenai hal ini dikaitkan dengan ungkapan Hatta Rajasa.
Segment kelima dan keenam juga relatif kurang menarik. Hanya kembali Jokowi secara mengejutkan mengeluarkan jurus yang cukup jitu di segment penutup dengan menyampaikan terima kasih kepada isterinya, ibunya dan isteri JK dalam kata penutup. Ini bukan ungkapan terima kasih biasa melainkan menunjukkan "diferensiasi" lain dari pasangan Jokowi-JK dengan Prabowo-Hatta Rajasa.
Secara umum kedua pasangan telah melakukan debat dengan sangat tertib bahkan cenderung memperlihatkan suasana kemesraan dalam berdemokrasi. Pola permainan, strategi dan taktik yang berbeda telah memberikan sajian debat cukup menarik untuk ditonton oleh rakyat Indonesia.
Saran saya kepada KPU adalah agar penonton yang hadir langsung tidak perlu ditampilkan di layar televisi. Seperti di AS, lampu di sekitar penonton sama sekali gelap sehingga tidak bisa terlihat oleh pemirsa TV. Dengan demikian fokus pemirsa dan moderator juga hanya terhadap kedua kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden.
Secara pribadi saya menilai pasangan Jokowi-JK kali ini lebih unggul. Namun demikian pastinya pada serie kedua dan selanjutnya pasangan Prabowo-Hatta Rajasa bisa saja merubah pola permainan rally-rally panjang dengan taktik yang lebih menyerang. Sehingga saya yakin debat mendatang akan jauh lebih menarik.
Fritz E. Simandjuntak, Sosiolog dan Tinggal di Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar