10.15.2019

@bende mataram@ Bagian 230

@bende mataram@
Bagian 230


Sudah barang tentu, Lumbung Amiseno yang sudah berpengalaman bisa
menimbang-nimbang kekuatannya sendiri. Memang selama hidupnya, belum pernah
salah seorang di antara saudara seperguruannya mengadu kekuatan melawan
anak murid Kyai Kasan Kesambi. Tetapi sekilas pandang tahulah dia, bahwa
anak murid Kyai Kasan Kesambi tak boleh dipandang enteng. Apalagi berada di
dekat gurunya. Masakan orang tua itu akan membiarkan anak muridnya
menanggung malu di hadapan para tetamu. Pastilah dia akan ikut
mempertahankan pamor perguruan. Kalau tidak ikut bertempur,
setidak-tidaknya memberi nasihat atau membantu dengan diam-diam. Inilah
bahaya! Maka terpaksa dia berkata menyabarkan diri.


"Jika Kyai Kasan Kesambi tak sudi menerima tantangan kami, biarlah kami
mengadu keuletan dengan anak murid Gunung Damar. Kami akan bertempur
seorang melawan seorang dalam empat babak. Kalah dan menangnya akan
ditentukan dalam tiga babak."


Pandai dan licin Lumbung Amiseno. Kata-katanya langsung mempunyai dua
keuntungan. Yang pertama, dengan terus terang meminta agar Kyai Kasan
Kesambi jangan ikut campur. Kalau sudah menyetujui, masakan akan menarik
kata-katanya di depan para ksatria. Kedua, ia yakin, bahwa ketiga saudara
seperguruannya pasti bisa memenangkan anak murid Gunung Damar andaikata dia
sendiri sama unggul melawan Gagak Handaka. Ketiga, saudara seperguruannya
pasti bisa memperoleh tiga kemenangan. Setidak-tidaknya dua kemenangan,
sudah cukup.


"Bagus," tiba-tiba Suryaningrat menyahut, "seorang melawan seorang, memang
pantas. Tetapi betapa pun juga, jumlah kita berlebih seorang, yakni guru
kami. Karena itu, sebaiknya kita maju berbareng. Pertama-tama, jumlahnya
seimbang. Kedua, bisa memperoleh penyelesaian jauh lebih cepat."


"Setuju!" Ranggajaya menguatkan, "sekiranya anak murid Gunung Damar kalah,
biarlah adikku Wirapati menerangkan di mana pusaka Bende Mataram berada.
Andaikata sudah berada di tangannya, biarlah kami suruh menyerahkan.
Sebaliknya, apabila anak murid Resi Buddha Wisnu sudi mengalah, kami
persilakan membawa teman-teman, sahabat, handai taulan yang berpura-pura
datang menghaturkan selamat hari ulang tahun, agar cepat-cepat turun gunung."


Sekalian anak murid Gunung Damar tahu akan arti tantangan Suryaningrat yang
diperkuat Ranggajaya. Kyai Kasan Kesambi mempunyai ilmu simpanan yang
diberi nama, Pancawara. Nama pancawara diambil dari istilah taufan dahsyat
yang sanggup mengguncangkan segala. Sewaktu masih muda, Kyai Kasan Kesambi
pernah mempunyai penga-laman diserang badai. Seluruh dusun sekitar Gunung
Damar hancur berderai. Rumah sepanjang Desa Loano, Sejiwan, Maron,
Kali-nongko, Karangjati tersapu bersih oleh badai yang datang tiba-tiba.
Setelah badai reda, ia berdiri tegak memandang bukit-bukit yang berdiri
mengelilingi Gunung Damar. Heran ia, melihat bukit-bukti itu tetap berdiri
di tempatnya. Sama sekali tiada goyah atau terguncang. Mestinya,
bukit-bukit itu sudah seringkali mengalami badai dahsyat. Ia heran pula
memikirkan kedahsyatan dan kecepatan badai. Dia datang bergemuruh
bergulungan dan hilang pula dengan suatu kecepatan yang mengagumkan.
Tiba-tiba saja, ia memperoleh suatu ilham. Dengan tekun ia mempelajari dua
sifat yang bertentangan. Yang pertama, gesit, bergemuruh, bergulungan dan
dahsyat. Yang kedua, tenang, tegak, anteb dan ulet. Maka beberapa bulan
lamanya, ia menekuni. Dan akhirnya terciptalah suatu ilmu bertahan dan
menyerang yang sangat dahsyat. Untuk memperingati titik tolak terciptanya
ilmu tersebut, maka mengambil nama, Pancawara. Kebetulan sekali, ilmu itu
harus dikerjakan oleh lima tenaga dengan berbareng (Panca = lima, wara =
badai).


Lima unsur kekuatan alam itu, manakala dipergunakan oleh seorang akan
sangat bagus. Sebab tenaganya bisa berubah menjadi tenaga seorang sakti
kelas utama. Jika dilakukan oleh dua orang, akan merupakan tenaga gabungan
sekuat empat orang sakti. Manakala ditambah seorang lagi, menjadi enam
belas tenaga sakti. Ditambahkan seorang lagi, menjadi tiga puluh




dua tenaga sakti. Dan apabila lima orang maju berbareng, merupakan tenaga
gabungan dari enam puluh empat orang sakti. Samalah kekuatannya de-ngan 10
ekor gajah yang sedang mengamuk. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya.


Kini, Wirapati tiada hadir. Tetapi dengan empat orang saja, tenaga gabungan
mereka akan berubah menjadi 32 tenaga sakti. Itulah sebabnya, Suryaningrat
berani menerima tan-tangan bertempur melawan empat orang sekaligus. Dengan
demikian—dalam hal tenaga—anak murid Kyai Kasan Kesambi tak usah khawatir.
Padahal pada zaman itu, tokoh-tokoh yang terhitung sakti tiada melebihi 30
orang jumlahnya. Seumpama, anak-murid Kyai Kasan Kesambi dikerubut 100
tetamu, belum tentu bisa dikalahkan dengan gampang. Mengingat semua yang
hadir belum dapat digolongkan tokoh-tokoh kelas satu.


Lumbung Amiseno ternyata seorang pendeta yang cerdik dan pandai berpikir.
Begitu melihat nyala mata Suryaningrat yang berapi-api dan suaranya penuh
semangat, ia jadi curiga. Maka cepat-cepat ia berseru nyaring. "Kurang
baik? Kurang baik?" Tetapi kekurangan dalam hal apa, dia sendiri kurang
terang. Hanya perarasanya yang menyuruh mulutnya berteriak demikian, sambil
menggeleng-geleng kepala. Sebaliknya, mereka berdua mengira, Lumbung
Amiseno gentar menerima tantangan. Betapa boleh begitu? Bukankah sikap
demikian akan menurunkan pamor anak murid Buddha Wisnu? Maka dengan
mengandalkan keberanian dan tenaga sendiri, terus saja mereka maju
berbareng seraya membentak. "Coba terimalah pukulan ini."


Serangan mereka datang dengan tiba-tiba dan tak terduga sama sekali,
meskipun baru tinggal menunggu nyala apinya. Gesit dan tangkas adalah Gagak
Handaka dan Ranggajaya, begitu mereka melihat bahaya, terus saja mereka
melontarkan tenaga gabungan. Suatu benturan dahsyat terjadi. Hebat
akibatnya. Warok Kudawanengpati dan Watu Gunung terpental sampai sepuluh
langkah. Wajahnya berubah menjadi pucat lesi. Kemudian duduk terjongkok
sambil melontarkan darah segar.


Sebaliknya Gagak Handaka dan Ranggajaya tetap berdiri dengan tenang
bagaikan dua bukit yang mengelilingi perguruan Gunung Damar. Mereka sendiri
heran atas tenaga sendiri yang begitu dahsyat. Memang selama mereka menjadi
murid Kyai Kasan Kesambi, belum pernah sekali juga menggunakan tenaga
gabungan ilmu Pancawara. Karena itu belum bisa menilai kedahsyatannya. Maka
begitu melihat hasilnya, kepercayaan akan tenaga sendiri kian kuat.


"Bagus! Bagus! Tapi kurang baik," seru Lumbung Amiseno dengan terperanjat.
Para hadirin lainnya terperanjat pula. Sama sekali mereka tak menduga bahwa
anak-murid Resi Buddha Wisnu bisa diruntuhkan dalam satu gebrakan saja.
Maka mereka yang diam-diam berdoa untuk kemenangan anak-murid Resi Buddha
Wisnu merasa seperti terdorong ke pojok.


Tetapi anggapan, bahwa anak-murid Resi Buddha Wisnu bisa dikalahkan dengan
gampang adalah terlalu tergesa-gesa. Karena tak lama kemudian, Warok
Kudawanengpati dan Watu Gunung telah bangun kembali dengan tegap. Terus
saja mereka menggabungkan diri dengan dua saudara perguruan lainnya. Lalu
mengambil tempat tertentu dengan menduduki segi gerak tiga penjuru.


Seketika itu juga, teganglah suasana paseban. Masing-masing sedang bersiaga
memasuki gelanggang. Mendadak saja selagi ke-adaan menjadi hening sunyi
terdengarlah suara tersekat-sekat dari bawah tanjakan.


"Eyang! Paman! Guru kena hantaman dari belakang! Lihat!"


Semua tetamu di paseban terkejut sampai tak terasa mereka menoleh hampir
berbareng. Mendadak saja Bagus Kempong dan Surya-ningrat terus melesat ke
luar paseban sambil berteriak mengandung kecemasan.


"Sangaji? Siapa yang kena hantaman dari belakang?"


Memang yang datang ialah Sangaji. Dengan memapah seseorang, ia lari mendaki
tanjakan. Mukanya penuh keringat dan darah. Setelah menyibakkan para tetamu
terus saja ia berlutut di




hadapan Kyai Kasan Kesambi seraya berkata tersekat-sekat! "Eyang....!
Rupanya Guru kena pukulan keji dari belakang...!"


Gagak Handaka, Ranggajaya, Bagus Kempong dan Suryaningrat terperanjat bukan
kepalang. Karena yang dipapah Sangaji ada-lah Wirapati. Wajahnya pucat lesi
bersemu kuning. Matanya meram. Tubuhnya bermandikan darah.


* * *
Bersambung

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar