Nyate Padang dulu ahh pemirsa!
Kalo pemirsa Sate Padang favoritnya dimana?
.
.
Sate Padang
๐ช : Takana Juo
๐ : Kampung Kandang, Cilandak, Jakarta.๐ฎ๐ฉ
Credit @the.lucky.belly
.
.
#cabemicin
#masakjajan #theluckybelly #kulinernusantara #satepadang #sateayam #sate
#makanmalam #bumbukacang #bumburempah #satekambing #urangawak
#masakanminang #bumbu #indonesianfood #traditionalfood #yummy #dietmulaibesok
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Blognya alumni SMPN 1 Magelang; berbagi kenangan; berbagi rasa dan berbagi cerita.... OPEN to all of alumnus.
10.31.2019
@bende mataram@ Bagian 254
@bende mataram@
Bagian 254
Dalam pada itu, Adipati Surengpati mere-nungi para dayang seolah-olah lagi
menim-bang-nimbang. Mendadak saja, ia meniup tanduknya. Ternyata tanduk itu
merupakan sebuah terompet yang mula-mula bersuara lembut. Kemudian, entah
bagaimana caranya sekonyong-konyong berubah menjadi nada bengis.
Barisan tabuan yang lagi mengeram di pun-cak-puncak pohon, sekaligus bubar
berderai. Binatang-binatang itu berterbangan mendaki angkasa. Tatkala
berada di atas Adipati Surengpati terus saja mati berontokan bagaikan hujan.
Keruan saja, sang Dewaresi terkejut menyaksikan Adipati Surengpati. la
pernah bertemu seseorang yang memiliki ilmu semacam itu, tatkala lagi
bertempur melawan Pringgasakti. Orang itu mengenakan topeng dan bisa
bersiul panjang. Siulnya itu mampu mengusir sekalian barisan tahuannya. Dan
sama sekali tak terduga olehnya, bahwa orang bertopeng tersebut adalah
Adipati Surengpati yang kini tengah memperlihatkan salah satu kesaktiannya
yang lain lagi. Dan tatkala ia melihat para dayang pada menggigil di atas
tanah, sadarlah dia akan bahaya. Tetapi kesadarannya itu kasep juga.
Tiba-tiba tubuh-nya terasa menjadi panas dan seperti tertusuki ribuan
jarum. Tulang-tulangnya seperti ter-lolosi. Dan darahnya bergolak kacau.
Sudah barang tentu, ia kehilangan dasar untuk mempertahankan diri. Bahkan
matanya jadi berkunang-kunang. Dunia seolah-olah berputar di depannya.
Gunung-gunung pada terbalik. Tanah yang diinjaknya terasa bergoyangan. Mau
tak mau terpaksalah dia berteriak memanggil pamannya. "Paman...!"
Tetapi Kebo Bangah kala itu nampak sibuk sendiri. Orang itu tengah
mengetuk-etuk tanah seolah-olah seorang pemimpin musik lagi memperdengarkan
irama lagunya.
Karena itu, keadaan sang Dewaresi bertam-bah lama bertambah runyam. Kini
terasalah dia, betapa suatu gumpalan hawa melonjak ke atas. Gumpalan awan
itu mula-mula berputar di dalam perutnya. Kemudian dengan suatu tenaga yang
susah dibendung, terus mendaki ke atas melalui rongga dadanya. Terpaksa
pulalah ia berjongkok agar bisa mempertahankan diri. Sedangkan nasib para
dayang waktu itu, susah diceritakan penderitaannya. Mereka jatuh terkapar
di atas tanah seperti ayam tersembelih. Tangannya mencakar-cakar tanah dan
akhirnya bergulingan dengan merintih kesakitan.
Makin lama tiupan Adipati Surengpati makin tajam. Penderitaan dan
penanggungan para dayang serta sang Dewaresi, kian menjadi-jadi. Mereka
mendekap perut dan dadanya seolah-olah berkhawatir akan meledak. Dan
melihat keadaan mereka, Kebo Bangah mulai mengerenyitkan dahinya. Kini
berhentilah dia mengetuk-ngetuk tanah dengan tongkatnya. Kepalanya
didongakkan ke udara, lalu menarik napas sekuat-kuatnya sampai perutnya
menggelembung. Setelah itu dia memperdengarkan suara perutnya melalui dada.
Nadanya mengingatkan kepada salak anjing kelaparan di tengah rimba raya.
Mendengar suara itu, Titisari tertawa geli. Sebaliknya, tidaklah demikian
halnya sikap ayahnya. Adipati Surengpati nampak jadi bersungguh-sungguh,
karena tiupan tan-duknya ternyata seperti terhapus. Mendadak saja, dia
berhenti meniup sambil berkata, "Kebo Bangah! Marilah permainan ini kita
atur, agar sedap didengar dan menarik untuk penglihatan!"
"Bagus!" sahut Kebo Bangah dengan ter-tawa terkekeh-kekeh.
"Saudara Surengpati! Tiupanmu hebat bukan main. Karena itu izinkan aku
me-nyumpal telinga anakku dan dayang-dayang yang hendak kupersembahkan
kepadamu."
Setelah berkata demikian, terus saja ia memerintah sang Dewaresi dan
sekalian dayangnya untuk menutup telinga serapat-rapatnya.
"Eh, kenapa harus menutup telinga?" Titisari heran, la melemparkan pandang
kepada ayahnya
hendak minta penjelasan. Nampak Adipati Surengpati menoleh kepadanya dan
berkata menasehati.
"Kau tahu apa? Suara bakal mertuamu hebat bukan main. Kaupun harus
menyumpal telingamu!"
Tapi Titisari belum juga mengerti maksud ayahnya. Ingin ia hendak minta
keterangan lebih jelas lagi, mendadak ayahnya telah me-robek sapu tangannya
menjadi dua bagian. Kemudian disumpalkan rapat-rapat ke dalam telinganya.
Diam-diam Sangaji heran menyaksikan peristiwa itu. Hatinya jadi kian
tertarik. Karena tak mengerti akan bahaya, dia bahkan merangkak lebih mendekat.
Dalam pada itu terdengar Adipati Surengpati berkata nyaring, "Kebo Bangah!
Apabila ternyata aku tak tahan melawan tenaga saktimu, sudikah engkau
mengalah?"
"Hm! Bagaimana mungkin engkau bisa kalah? Ilmuku hanyalah ilmu pasaran
belaka. Apakah hebatnya?" sahut Kebo Bangah.
Belum lagi ia selesai berkata, Adipati Surengpati telah menyumbatkan
senjata tan-duknya ke mulut. Cepat-cepat ia bersiaga menghadapi
kemungkinannya. Dan begitu suara tanduk Adipati Surengpati mulai
me-ngalunkan nada tinggi, Kebo Bangah terus saja menyalak bagaikan anjing
kelaparan.
Sangaji yang berada di belakang rerum-putan, heran menyaksikan perangai
mereka. Selama hidupnya belum pernah sekali juga ia menyaksikan suatu
pertandingan mengadu ilmu dengan cara demikian. Bahkan mende-ngarpun belum
pernah. Maklumlah, sebagai seorang anak yang dibesarkan di Jakarta, sama
sekali dia asing tentang ceritera-ceritera kesaktian orang-orang kuno
seperti janda sakti Calon Arang, Empu Baradah, Ratu Angin-angin, Dewi Kili
Suci, Menak Koncar, Narasoma dan lain-lainnya lagi yang bisa memukul
musuhnya dari jauh dengan ilmu mantram sakti. Seperti diketahui, janda
Calon Arang, Empu Baradah dan Narasoma hidup pada zaman raja Erlangga.
Sedangkan Ratu Angin-angin dan Dewi Kili Suci terkenal pada zaman Jenggala
dan Daha. Dan Menak Koncar hidup pada zaman Majapahit. Mereka terkenal
sebagai tokoh-tokoh sakti yang memiliki ilmu mukjizat dan sarwa gaib.
Karena itu, dia berpikir, eh, apa-apaan sih mereka ini? Masakan mengadu
ilmu dengan cara begitu. Apakah bukan adu tenaga yang menentukan segalanya?
Teringatlah dia kepada tutur kata gurunya, bahwa tokoh-tokoh sakti itu
kebanyakan ber-adat aneh. Bahkan menurut ukuran pergaulan, tak jarang
mereka digolongkan dengan orang-orang setengah waras. Tetapi selagi
berpikir demikian, mendadak saja hatinya terasa ter-goncang. Darahnya terus
saja jadi bergolak, sehingga mukanya terasa panas luar biasa seperti
terselomoti bara. Kaget ia merasakan perubahan ini. Maka cepat-cepat ia
duduk bersimpuh mengatur pernapasan dan tata darahnya. Dipusatkan seluruh
perhatiannya karena kini sadarlah dia akan bahaya.
Sebenarnya, tak gampang-gampang sese-orang mampu mempertahankan diri
terhadap serangan ilmu mantram kedua tokoh sakti tersebut. Sang Dewaresi
sendiri—seumpama tak memperoleh pertolongan pamannya— akan rubuh kena
serangan ilmu mantram Adipati Surengpati. Apalagi kini, kedua tokoh sakti
itu bersama-sama melepaskan ilmunya yang saling bertentangan. Bisa
dibayangkan betapa hebatnya. Gntunglah, Sangaji telah mengantongi ilmu
sakti Bayu Sejati ke dalam perbendaharaan hatinya, berkat ajaran Ki
Tunjungbiru. Kecuali itu, seluruh tubuhnya telah diliputi kemukjizatan
getah sakti pohon Dewadaru. Itulah sebabnya, begitu ia menga-tur tata
pernapasan dan tata peredaran darah, segera ia terbebas dari guncangan.
Dengan cepat ia dapat menguasai ketenangannya kembali. Dan dalam
ketenangannya itu mulailah dia bisa merasakan irama dan nada suara tanduk
dan salak Kebo Bangah.
Heranlah dia, mengapa suatu nada suara bisa mempengaruhi ketenangan
seseorang. Malahan
bisa menusuk dan menikam jantung. Tetapi setelah diamat-amati dengan
seksama, mulailah dia mengerti. Ternyata suara mereka itu kadang-kadang
mengalun tinggi, kemudian merendah. Mendadak saja bernada sama tingginya
seakan-akan dua anak panah yang meluncur berbareng membidik sasarannya.
Masing-masing tak mau mengalah dalam per-lombaan itu. Kerap kali bahkan
saling menin-dih dan saling menikam.
Titisari yang telah tersumpal telinganya, kala itu nampak tertawa senang.
Maklumlah, dia bebas dari pengaruh nada ayahnya dan Kebo Bangah. Dengan
pandang geli ia mengamat-amati mereka berdua. Ternyata ayahnya makin lama
makin nampak bersungguh-sungguh. Kini mulai bergerak-gerak pula. Kemudian
berjalan menempati sudut-sudut tertentu bagaikan sedang berkelahi.
Sedangkan raut muka Kebo Bangah nampak kejang luar biasa, sampai
urat-uratnya menonjol ke dagingnya.
Sebagai seorang yang cerdas otaknya, tahu-lah dia bahwa ayahnya sedang
menghadapi lawan tangguh. Begitu juga, Kebo Bangah. Mereka berdua berkutat
dengan sungguh-sungguh mengadu keuletan dan ketabahan.
Sangaji yang tengah menenangkan diri, lambat-laun berani pula menyenakkan
mata sambil menajamkan pendengaran. Melihat Titisari tertawa-tawa geli, ia
gelisah luar biasa. Tapi mengingat telinganya telah tersumbat robekan sapu
tangan, hatinya agak terhibur. Karena itu, kembali ia dapat memusatkan
seluruh perhatiannya kepada mereka yang sedang bertempur.
Pemuda itu sebenarnya bukanlah seorang pemuda yang tolol dalam arti kata
sebe-narnya. Seandainya dia benar-benar tolol, masakan mampu menerima
ajaran berbagai ilmu kepandaian bermutu tinggi seperti ilmu Jaga Saradenta,
Wirapati, Ki Tunjungbiru, Gagak Seta dan Kyai Kasan Kesambi yang
di-lihatnya hanya selintasan saja. Karena itu, meskipun otaknya lambat
dalam menerima sesuatu keadaan, lambat laun ia mulai bisa memahami.
Sekarang makin terang baginya, bahwa kedua suara itu berusaha saling
mengalahkan. Kadang-kadang melompat, mengendap, menghindar, menyerang dan
menangkis dengan jurus-jurus tertentu. Karena tekunnya ia mendalami adu
kesaktian itu, mendadak saja di luar kemauannya sendiri tangannya
bergerak-gerak mengikuti sudut jurus ajaran Kyai Kasan Kesambi.
"Hai, kenapa jadi begini?" ia heran. "Jurus-jurus Eyang Guru, ternyata bisa
mengimbangi jurus-jurus mereka."
Khawatir pergerakan tangannya akan keta-huan mereka, cepat-cepat ia
menguasai. Tetapi pikiran dan perasaannya terus berjalan melakukan
jurus-jurus ajaran Kyai Kasan Kesambi.Ternyata makin lama makin dimengerti
intisari sesungguhnya. Kini dengan lincah ia ikut bertempur dalam
khayalnya, seumpama dia harus menghadapi salah seorang di antara mereka.
Hanya saja, tenaga penyalurannya belum diketemukan. Sehingga andaikata
benar-benar bertempur akan gampang dirobohkan mereka.
Tatkala itu, mereka yang sedang mengadu ilmu sakti telah memasuki
babak-babak penentuan. Orat-urat mereka makin kejang. Pandang matanya tajam
luar biasa. Diam-diam Sangaji terkejut dalam hati. Pendengarannya yang
tajam kini mulai memahami intisari ilmu mereka. Kadang-kadang suara salak
Kebo Bangah terdengar merendah seakan-akan kena terundurkan. Mendadak saja
melompat merangsang dengan dahsyat. Suara tanduk Adipati Surengpati
mempunyai jurus tipu muslihatnya pula. Apabila kena serangan demikian,
nadanya terus berlengkak-lengkok seolah-olah menempel terus. Kemudian
de-ngan tiba-tiba menggigit dan menyambar de-ngan cekatan.
Pada suatu kali, suara tanduk Adipati Surengpati hampir kena tertindih dan
terasa kena terdorong ke pojok. Hati Sangaji tercekat. Memang di dalam
hatinya, ia menjagoinya. Tiba-tiba selagi suara tanduk Adipati Surengpati
berkutat hendak membebaskan diri, dari jauh terdengarlah suara siulan
pan-jang melengking tajam. Mula-mula agak samar-samar, tapi lambat laun
kian nyata dan kini mulai memasuki gelanggang. Adipati Surengpati dan Kebo
Bangah terkejut sehing-ga suara mereka berkisar mundur.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Bagian 254
Dalam pada itu, Adipati Surengpati mere-nungi para dayang seolah-olah lagi
menim-bang-nimbang. Mendadak saja, ia meniup tanduknya. Ternyata tanduk itu
merupakan sebuah terompet yang mula-mula bersuara lembut. Kemudian, entah
bagaimana caranya sekonyong-konyong berubah menjadi nada bengis.
Barisan tabuan yang lagi mengeram di pun-cak-puncak pohon, sekaligus bubar
berderai. Binatang-binatang itu berterbangan mendaki angkasa. Tatkala
berada di atas Adipati Surengpati terus saja mati berontokan bagaikan hujan.
Keruan saja, sang Dewaresi terkejut menyaksikan Adipati Surengpati. la
pernah bertemu seseorang yang memiliki ilmu semacam itu, tatkala lagi
bertempur melawan Pringgasakti. Orang itu mengenakan topeng dan bisa
bersiul panjang. Siulnya itu mampu mengusir sekalian barisan tahuannya. Dan
sama sekali tak terduga olehnya, bahwa orang bertopeng tersebut adalah
Adipati Surengpati yang kini tengah memperlihatkan salah satu kesaktiannya
yang lain lagi. Dan tatkala ia melihat para dayang pada menggigil di atas
tanah, sadarlah dia akan bahaya. Tetapi kesadarannya itu kasep juga.
Tiba-tiba tubuh-nya terasa menjadi panas dan seperti tertusuki ribuan
jarum. Tulang-tulangnya seperti ter-lolosi. Dan darahnya bergolak kacau.
Sudah barang tentu, ia kehilangan dasar untuk mempertahankan diri. Bahkan
matanya jadi berkunang-kunang. Dunia seolah-olah berputar di depannya.
Gunung-gunung pada terbalik. Tanah yang diinjaknya terasa bergoyangan. Mau
tak mau terpaksalah dia berteriak memanggil pamannya. "Paman...!"
Tetapi Kebo Bangah kala itu nampak sibuk sendiri. Orang itu tengah
mengetuk-etuk tanah seolah-olah seorang pemimpin musik lagi memperdengarkan
irama lagunya.
Karena itu, keadaan sang Dewaresi bertam-bah lama bertambah runyam. Kini
terasalah dia, betapa suatu gumpalan hawa melonjak ke atas. Gumpalan awan
itu mula-mula berputar di dalam perutnya. Kemudian dengan suatu tenaga yang
susah dibendung, terus mendaki ke atas melalui rongga dadanya. Terpaksa
pulalah ia berjongkok agar bisa mempertahankan diri. Sedangkan nasib para
dayang waktu itu, susah diceritakan penderitaannya. Mereka jatuh terkapar
di atas tanah seperti ayam tersembelih. Tangannya mencakar-cakar tanah dan
akhirnya bergulingan dengan merintih kesakitan.
Makin lama tiupan Adipati Surengpati makin tajam. Penderitaan dan
penanggungan para dayang serta sang Dewaresi, kian menjadi-jadi. Mereka
mendekap perut dan dadanya seolah-olah berkhawatir akan meledak. Dan
melihat keadaan mereka, Kebo Bangah mulai mengerenyitkan dahinya. Kini
berhentilah dia mengetuk-ngetuk tanah dengan tongkatnya. Kepalanya
didongakkan ke udara, lalu menarik napas sekuat-kuatnya sampai perutnya
menggelembung. Setelah itu dia memperdengarkan suara perutnya melalui dada.
Nadanya mengingatkan kepada salak anjing kelaparan di tengah rimba raya.
Mendengar suara itu, Titisari tertawa geli. Sebaliknya, tidaklah demikian
halnya sikap ayahnya. Adipati Surengpati nampak jadi bersungguh-sungguh,
karena tiupan tan-duknya ternyata seperti terhapus. Mendadak saja, dia
berhenti meniup sambil berkata, "Kebo Bangah! Marilah permainan ini kita
atur, agar sedap didengar dan menarik untuk penglihatan!"
"Bagus!" sahut Kebo Bangah dengan ter-tawa terkekeh-kekeh.
"Saudara Surengpati! Tiupanmu hebat bukan main. Karena itu izinkan aku
me-nyumpal telinga anakku dan dayang-dayang yang hendak kupersembahkan
kepadamu."
Setelah berkata demikian, terus saja ia memerintah sang Dewaresi dan
sekalian dayangnya untuk menutup telinga serapat-rapatnya.
"Eh, kenapa harus menutup telinga?" Titisari heran, la melemparkan pandang
kepada ayahnya
hendak minta penjelasan. Nampak Adipati Surengpati menoleh kepadanya dan
berkata menasehati.
"Kau tahu apa? Suara bakal mertuamu hebat bukan main. Kaupun harus
menyumpal telingamu!"
Tapi Titisari belum juga mengerti maksud ayahnya. Ingin ia hendak minta
keterangan lebih jelas lagi, mendadak ayahnya telah me-robek sapu tangannya
menjadi dua bagian. Kemudian disumpalkan rapat-rapat ke dalam telinganya.
Diam-diam Sangaji heran menyaksikan peristiwa itu. Hatinya jadi kian
tertarik. Karena tak mengerti akan bahaya, dia bahkan merangkak lebih mendekat.
Dalam pada itu terdengar Adipati Surengpati berkata nyaring, "Kebo Bangah!
Apabila ternyata aku tak tahan melawan tenaga saktimu, sudikah engkau
mengalah?"
"Hm! Bagaimana mungkin engkau bisa kalah? Ilmuku hanyalah ilmu pasaran
belaka. Apakah hebatnya?" sahut Kebo Bangah.
Belum lagi ia selesai berkata, Adipati Surengpati telah menyumbatkan
senjata tan-duknya ke mulut. Cepat-cepat ia bersiaga menghadapi
kemungkinannya. Dan begitu suara tanduk Adipati Surengpati mulai
me-ngalunkan nada tinggi, Kebo Bangah terus saja menyalak bagaikan anjing
kelaparan.
Sangaji yang berada di belakang rerum-putan, heran menyaksikan perangai
mereka. Selama hidupnya belum pernah sekali juga ia menyaksikan suatu
pertandingan mengadu ilmu dengan cara demikian. Bahkan mende-ngarpun belum
pernah. Maklumlah, sebagai seorang anak yang dibesarkan di Jakarta, sama
sekali dia asing tentang ceritera-ceritera kesaktian orang-orang kuno
seperti janda sakti Calon Arang, Empu Baradah, Ratu Angin-angin, Dewi Kili
Suci, Menak Koncar, Narasoma dan lain-lainnya lagi yang bisa memukul
musuhnya dari jauh dengan ilmu mantram sakti. Seperti diketahui, janda
Calon Arang, Empu Baradah dan Narasoma hidup pada zaman raja Erlangga.
Sedangkan Ratu Angin-angin dan Dewi Kili Suci terkenal pada zaman Jenggala
dan Daha. Dan Menak Koncar hidup pada zaman Majapahit. Mereka terkenal
sebagai tokoh-tokoh sakti yang memiliki ilmu mukjizat dan sarwa gaib.
Karena itu, dia berpikir, eh, apa-apaan sih mereka ini? Masakan mengadu
ilmu dengan cara begitu. Apakah bukan adu tenaga yang menentukan segalanya?
Teringatlah dia kepada tutur kata gurunya, bahwa tokoh-tokoh sakti itu
kebanyakan ber-adat aneh. Bahkan menurut ukuran pergaulan, tak jarang
mereka digolongkan dengan orang-orang setengah waras. Tetapi selagi
berpikir demikian, mendadak saja hatinya terasa ter-goncang. Darahnya terus
saja jadi bergolak, sehingga mukanya terasa panas luar biasa seperti
terselomoti bara. Kaget ia merasakan perubahan ini. Maka cepat-cepat ia
duduk bersimpuh mengatur pernapasan dan tata darahnya. Dipusatkan seluruh
perhatiannya karena kini sadarlah dia akan bahaya.
Sebenarnya, tak gampang-gampang sese-orang mampu mempertahankan diri
terhadap serangan ilmu mantram kedua tokoh sakti tersebut. Sang Dewaresi
sendiri—seumpama tak memperoleh pertolongan pamannya— akan rubuh kena
serangan ilmu mantram Adipati Surengpati. Apalagi kini, kedua tokoh sakti
itu bersama-sama melepaskan ilmunya yang saling bertentangan. Bisa
dibayangkan betapa hebatnya. Gntunglah, Sangaji telah mengantongi ilmu
sakti Bayu Sejati ke dalam perbendaharaan hatinya, berkat ajaran Ki
Tunjungbiru. Kecuali itu, seluruh tubuhnya telah diliputi kemukjizatan
getah sakti pohon Dewadaru. Itulah sebabnya, begitu ia menga-tur tata
pernapasan dan tata peredaran darah, segera ia terbebas dari guncangan.
Dengan cepat ia dapat menguasai ketenangannya kembali. Dan dalam
ketenangannya itu mulailah dia bisa merasakan irama dan nada suara tanduk
dan salak Kebo Bangah.
Heranlah dia, mengapa suatu nada suara bisa mempengaruhi ketenangan
seseorang. Malahan
bisa menusuk dan menikam jantung. Tetapi setelah diamat-amati dengan
seksama, mulailah dia mengerti. Ternyata suara mereka itu kadang-kadang
mengalun tinggi, kemudian merendah. Mendadak saja bernada sama tingginya
seakan-akan dua anak panah yang meluncur berbareng membidik sasarannya.
Masing-masing tak mau mengalah dalam per-lombaan itu. Kerap kali bahkan
saling menin-dih dan saling menikam.
Titisari yang telah tersumpal telinganya, kala itu nampak tertawa senang.
Maklumlah, dia bebas dari pengaruh nada ayahnya dan Kebo Bangah. Dengan
pandang geli ia mengamat-amati mereka berdua. Ternyata ayahnya makin lama
makin nampak bersungguh-sungguh. Kini mulai bergerak-gerak pula. Kemudian
berjalan menempati sudut-sudut tertentu bagaikan sedang berkelahi.
Sedangkan raut muka Kebo Bangah nampak kejang luar biasa, sampai
urat-uratnya menonjol ke dagingnya.
Sebagai seorang yang cerdas otaknya, tahu-lah dia bahwa ayahnya sedang
menghadapi lawan tangguh. Begitu juga, Kebo Bangah. Mereka berdua berkutat
dengan sungguh-sungguh mengadu keuletan dan ketabahan.
Sangaji yang tengah menenangkan diri, lambat-laun berani pula menyenakkan
mata sambil menajamkan pendengaran. Melihat Titisari tertawa-tawa geli, ia
gelisah luar biasa. Tapi mengingat telinganya telah tersumbat robekan sapu
tangan, hatinya agak terhibur. Karena itu, kembali ia dapat memusatkan
seluruh perhatiannya kepada mereka yang sedang bertempur.
Pemuda itu sebenarnya bukanlah seorang pemuda yang tolol dalam arti kata
sebe-narnya. Seandainya dia benar-benar tolol, masakan mampu menerima
ajaran berbagai ilmu kepandaian bermutu tinggi seperti ilmu Jaga Saradenta,
Wirapati, Ki Tunjungbiru, Gagak Seta dan Kyai Kasan Kesambi yang
di-lihatnya hanya selintasan saja. Karena itu, meskipun otaknya lambat
dalam menerima sesuatu keadaan, lambat laun ia mulai bisa memahami.
Sekarang makin terang baginya, bahwa kedua suara itu berusaha saling
mengalahkan. Kadang-kadang melompat, mengendap, menghindar, menyerang dan
menangkis dengan jurus-jurus tertentu. Karena tekunnya ia mendalami adu
kesaktian itu, mendadak saja di luar kemauannya sendiri tangannya
bergerak-gerak mengikuti sudut jurus ajaran Kyai Kasan Kesambi.
"Hai, kenapa jadi begini?" ia heran. "Jurus-jurus Eyang Guru, ternyata bisa
mengimbangi jurus-jurus mereka."
Khawatir pergerakan tangannya akan keta-huan mereka, cepat-cepat ia
menguasai. Tetapi pikiran dan perasaannya terus berjalan melakukan
jurus-jurus ajaran Kyai Kasan Kesambi.Ternyata makin lama makin dimengerti
intisari sesungguhnya. Kini dengan lincah ia ikut bertempur dalam
khayalnya, seumpama dia harus menghadapi salah seorang di antara mereka.
Hanya saja, tenaga penyalurannya belum diketemukan. Sehingga andaikata
benar-benar bertempur akan gampang dirobohkan mereka.
Tatkala itu, mereka yang sedang mengadu ilmu sakti telah memasuki
babak-babak penentuan. Orat-urat mereka makin kejang. Pandang matanya tajam
luar biasa. Diam-diam Sangaji terkejut dalam hati. Pendengarannya yang
tajam kini mulai memahami intisari ilmu mereka. Kadang-kadang suara salak
Kebo Bangah terdengar merendah seakan-akan kena terundurkan. Mendadak saja
melompat merangsang dengan dahsyat. Suara tanduk Adipati Surengpati
mempunyai jurus tipu muslihatnya pula. Apabila kena serangan demikian,
nadanya terus berlengkak-lengkok seolah-olah menempel terus. Kemudian
de-ngan tiba-tiba menggigit dan menyambar de-ngan cekatan.
Pada suatu kali, suara tanduk Adipati Surengpati hampir kena tertindih dan
terasa kena terdorong ke pojok. Hati Sangaji tercekat. Memang di dalam
hatinya, ia menjagoinya. Tiba-tiba selagi suara tanduk Adipati Surengpati
berkutat hendak membebaskan diri, dari jauh terdengarlah suara siulan
pan-jang melengking tajam. Mula-mula agak samar-samar, tapi lambat laun
kian nyata dan kini mulai memasuki gelanggang. Adipati Surengpati dan Kebo
Bangah terkejut sehing-ga suara mereka berkisar mundur.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Tertawa sejenak
Tertawa sejenak๐
Udin : "Pak, apa sih bahasa inggrisnya kentut?"
Guru : "Wind of change."
Udin : "Kentut yang tidak bunyi?"
Guru : "Sound of silence."
Udin : "Kentut yang ada ampasnya?"
Guru : "Dust in the wind."
Udin : "Kentut yang gak disengaja?"
Guru : "Careless whisper."
Udin : "Kentut yang terhimpit?"
Guru : "Please release me."
Udin : "Kentut yang bau banget?"
Guru : "Killing me softly..."
Udin : "Kalau kentut beracun?"
Guru : "Don't speak..."
Udin : "Kentut malam hari?"
Guru : "Wonderfull tonight."
Udin : "Kentut yang ditahan?"
Guru : "Don't let me go"
Udin : "Orang yang sering kentut?
Guru : "Someone like you.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Udin : "Pak, apa sih bahasa inggrisnya kentut?"
Guru : "Wind of change."
Udin : "Kentut yang tidak bunyi?"
Guru : "Sound of silence."
Udin : "Kentut yang ada ampasnya?"
Guru : "Dust in the wind."
Udin : "Kentut yang gak disengaja?"
Guru : "Careless whisper."
Udin : "Kentut yang terhimpit?"
Guru : "Please release me."
Udin : "Kentut yang bau banget?"
Guru : "Killing me softly..."
Udin : "Kalau kentut beracun?"
Guru : "Don't speak..."
Udin : "Kentut malam hari?"
Guru : "Wonderfull tonight."
Udin : "Kentut yang ditahan?"
Guru : "Don't let me go"
Udin : "Orang yang sering kentut?
Guru : "Someone like you.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
AYAM RICA-RICA KEMANGI .
AYAM RICA-RICA KEMANGI .
.
BAHAN :
by @siska_dewi_lestari
- 500 gram ayam, beri perasan jeruk nipis & garam, diamkan beberapa saat
- 4 lbr daun jeruk
- 2 lbr daun salam
- 1 batang serai, memarkan
- 1 jempol Lengkuas, memarkan
- setengah genggam Kemangi
- Gula dan garam secukupnya
- Daun bawang (saya skip)
BUMBU HALUS :
- 5 siung bawang merah
- 5 siung bawang putih
- 2 cm jahe
- 3 cm kunyit
- 2 butir kemiri
- 10 biji cabe rawit
- 5 bh cabe merah besar
- 1/2 sdt merica
- 1/2 sdt ketumbar (saya skip)
.
.
CARA MEMBUAT :
1. Tumis bumbu halus dg sedikit minyak, masukkan daun jeruk, serai,
lengkuas dan daun salam, tumis sampai wangi dan bumbu benar-benar matang.
2. Masukkan garam, gula, aduk rata sebentar.
3. Masukkan ayam, aduk rata, biarkan sampai berubah warna, kemudian
tambahkan air sedikit untuk meresapkannya. Tutup.
4. Masak dengan api kecil sampai bumbu benar-benar meresap ke dalam ayamnya
dan ayam matang.
5. Terakhir masukkan kemangi, aduk sebentar. Matikan api, angkat dan sajikan.
•
•
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
.
BAHAN :
by @siska_dewi_lestari
- 500 gram ayam, beri perasan jeruk nipis & garam, diamkan beberapa saat
- 4 lbr daun jeruk
- 2 lbr daun salam
- 1 batang serai, memarkan
- 1 jempol Lengkuas, memarkan
- setengah genggam Kemangi
- Gula dan garam secukupnya
- Daun bawang (saya skip)
BUMBU HALUS :
- 5 siung bawang merah
- 5 siung bawang putih
- 2 cm jahe
- 3 cm kunyit
- 2 butir kemiri
- 10 biji cabe rawit
- 5 bh cabe merah besar
- 1/2 sdt merica
- 1/2 sdt ketumbar (saya skip)
.
.
CARA MEMBUAT :
1. Tumis bumbu halus dg sedikit minyak, masukkan daun jeruk, serai,
lengkuas dan daun salam, tumis sampai wangi dan bumbu benar-benar matang.
2. Masukkan garam, gula, aduk rata sebentar.
3. Masukkan ayam, aduk rata, biarkan sampai berubah warna, kemudian
tambahkan air sedikit untuk meresapkannya. Tutup.
4. Masak dengan api kecil sampai bumbu benar-benar meresap ke dalam ayamnya
dan ayam matang.
5. Terakhir masukkan kemangi, aduk sebentar. Matikan api, angkat dan sajikan.
•
•
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Kakap Goreng Sambal Pecak .
Kakap Goreng Sambal Pecak .
.
Bahan :
By : @ocha_chupid
3ekor ikan kakap uk sedang,cuci bersih, kerat2, beri perasan air jeruk
nipis dan garam, diamkan 10 menit.
Bumbu Rendaman Ikan :
- 2siung bawang putih, cincang
- 1sdm ketumbar bubuk
- 1/2sdt kunyit bubuk
- 1/2sdt merica bubuk
- Garam dan kaldu bubuk secukupnya
- Tepung bumbu serbaguna secukupnya
.
.
Cara Membuat :
- Rendam ikan dalam bumbu perendam selama 30 menit dalam kulkas.
- Panaskan minyak dalam wajan, sebelum digoreng balurkan tipis2 ikan ke
dalam tepung bumbu, lalu goreng hingga kering dan matang.
Sambal Pecak :
- 25buah cabai rawit hijau (sesuai selera)
- 2buah tomat merah
- 8siung bawang merah, iris tipis goreng dalam minyak panas secukupnya
- Gula, garam, sejumput kaldu jamur
.
.
Cara Membuat :
- Dalam cobek ulek cabai, tomat, gula, garam dan kaldu jamur.
- Jika bawang merah sudah mulai kecoklatan, angkat dan siram ke atas cobek,
ulek kembali hingga tercampur rata.
- Sambal siap disajikan bersama ikan goreng.
•
•
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
.
Bahan :
By : @ocha_chupid
3ekor ikan kakap uk sedang,cuci bersih, kerat2, beri perasan air jeruk
nipis dan garam, diamkan 10 menit.
Bumbu Rendaman Ikan :
- 2siung bawang putih, cincang
- 1sdm ketumbar bubuk
- 1/2sdt kunyit bubuk
- 1/2sdt merica bubuk
- Garam dan kaldu bubuk secukupnya
- Tepung bumbu serbaguna secukupnya
.
.
Cara Membuat :
- Rendam ikan dalam bumbu perendam selama 30 menit dalam kulkas.
- Panaskan minyak dalam wajan, sebelum digoreng balurkan tipis2 ikan ke
dalam tepung bumbu, lalu goreng hingga kering dan matang.
Sambal Pecak :
- 25buah cabai rawit hijau (sesuai selera)
- 2buah tomat merah
- 8siung bawang merah, iris tipis goreng dalam minyak panas secukupnya
- Gula, garam, sejumput kaldu jamur
.
.
Cara Membuat :
- Dalam cobek ulek cabai, tomat, gula, garam dan kaldu jamur.
- Jika bawang merah sudah mulai kecoklatan, angkat dan siram ke atas cobek,
ulek kembali hingga tercampur rata.
- Sambal siap disajikan bersama ikan goreng.
•
•
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
10.30.2019
Captured
⠀
——————————————————
♔ ♔ M a r v e l o u z f e a t u r e ♔ ♔
——————————————————
⠀
⠀
Featured artist | @irene__sieber
⠀
Selected by | @lenccd
—————————————
@animals_captures
@animalelite
@worldwide_fauna
@africanamazing
@featured_wildlife
@ig_shotz_animal
@loves_united_animals
——————————————————
#africanamazing
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
——————————————————
♔ ♔ M a r v e l o u z f e a t u r e ♔ ♔
——————————————————
⠀
⠀
Featured artist | @irene__sieber
⠀
Selected by | @lenccd
—————————————
@animals_captures
@animalelite
@worldwide_fauna
@africanamazing
@featured_wildlife
@ig_shotz_animal
@loves_united_animals
——————————————————
#africanamazing
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Great Egret (Ardea alba)
Posted @withrepost • @fshaluska
For animals at the top of the food chain, like this Great Egret (Ardea
alba), hunting for prey is a constant priority. But in habitats such as the
Florida wetlands, prey is plentiful, almost any small critter can become a
meal, and as a top predator, the risk of getting eaten yourself is low. For
an animal in the middle of the chain, however, like this bullfrog, pressure
comes from both sides. You need to be active enough to catch prey, yes, but
not so exposed that you fall prey yourself. Egrets and herons are skilled
hunters, and when they grab a prey animal, its chances are slim to
none...but this frog fought and kicked and managed to escape the jaws of
death! Upon looking at the photos, he was speared and likely injured, but
his escape was nonetheless miraculous!
#egret #greategret #ardeaalba #frog #nature_sultans #allnatureshots
#wildlifeonearth #wildlifeplanet #animalelite #splendid_animals
#exclusive_wildlife #nature_perfection #wildlifephotographic
#wildlife_supreme #wildplanetphotomag #photoarena_nature #animalfanatics
#wildlife #wildlifephotography #nature #naturephotography #natgeo
#natgeowild #floridawildlife #florida #nikon #birds #birdsofinstagram
#heron #floridawetlands
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
For animals at the top of the food chain, like this Great Egret (Ardea
alba), hunting for prey is a constant priority. But in habitats such as the
Florida wetlands, prey is plentiful, almost any small critter can become a
meal, and as a top predator, the risk of getting eaten yourself is low. For
an animal in the middle of the chain, however, like this bullfrog, pressure
comes from both sides. You need to be active enough to catch prey, yes, but
not so exposed that you fall prey yourself. Egrets and herons are skilled
hunters, and when they grab a prey animal, its chances are slim to
none...but this frog fought and kicked and managed to escape the jaws of
death! Upon looking at the photos, he was speared and likely injured, but
his escape was nonetheless miraculous!
#egret #greategret #ardeaalba #frog #nature_sultans #allnatureshots
#wildlifeonearth #wildlifeplanet #animalelite #splendid_animals
#exclusive_wildlife #nature_perfection #wildlifephotographic
#wildlife_supreme #wildplanetphotomag #photoarena_nature #animalfanatics
#wildlife #wildlifephotography #nature #naturephotography #natgeo
#natgeowild #floridawildlife #florida #nikon #birds #birdsofinstagram
#heron #floridawetlands
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Enak
Photo by @londolozi
#lion #lionel #lionheart #zoo #lioness #threelions #booklion #liontattoo
#king #lions
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
#lion #lionel #lionheart #zoo #lioness #threelions #booklion #liontattoo
#king #lions
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Short tail tamasaba
Short tail tamasaba! Bred by Tanaka san at @marushinkoifarm. #koi
#nishikigoi #tamasaba #beni #body #tategoi #marushin #niigata #japan
#japanese #japankoitrips
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
#nishikigoi #tamasaba #beni #body #tategoi #marushin #niigata #japan
#japanese #japankoitrips
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Proses pembuatan fillet ikan Dori
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@ Bagian 253
@bende mataram@
Bagian 253
"Terima kasih!"
Setelah berkata demikian, sambil mengang-surkan tangan ia mengerling kepada
sang Dewaresi. Keruan saja, sang Dewaresi yang telah tergila-gila semenjak
bertemu di pendapa kadipaten Pekalongan serasa copot hatinya. Dadanya
mendadak saja menjadi sesak, karena jantungnya berdebar terlalu keras. Di
dalam hati ia bersyukur, melihat gadis itu menerima pemberian emas kawin
pamannya. Pikirnya, ayahnya telah berkenan menyerahkan dia kepadaku.
Masakan dia berani menolak pemberian emas kawin. Hm... tahulah aku
sekarang. Sikapnya yang selalu galak terhadapku, alihkan hanya merupakan
suatu gaya khas seseorang gadis belaka... Dalam detik-detik itu, dia telah
memimpikan malam pengantin. Maklumlah, dia adalah seorang laki-laki yang
sudah terlalu sering memperoleh pengalaman. Terhadap seorang gadis, tahulah
dia apa yang harus dilakukan pada malam-malam itu, seperti terhadap Nuraini.
Tetapi sekonyong-konyong tengah ia memimpikan malam indah itu nampaklah
suatu sinar beterbangan menyerang dirinya.
"Waduh! Celaka!" jeritnya kaget.
Sekilas pandang tahulah dia, bahwa sinar yang menyerangnya berkeredepan itu
adalah perbuatan Titisari. Ternyata setelah membuka kotak pemberian dengan
cekat Titisari meraup gebungan jarum emas itu dan disambitkan kepadanya.
Untunglah, sang Dewaresi pernah diserang demikian dengan biji sawo. Karena
itu, dalam gugupnya cepat ia menjejak tanah dan mele-sat ke udara. Meskipun
demikian, jarum emas pemberian pamannya berjumlah bukan hanya satu. Tetapi
merupakan segebung jarum yang berjumlah paling tidak dua puluh lima batang.
"Titisari! Apa yang kaulakukan ini?" bentak Adipati Surengpati sambil
mengibaskan ta-ngan. Oleh kibasan itu, jarum-jarum itu tersa-pu bersih.
Seumpama tidak, meskipun sang Dewaresi sudah melesat ke udara tiada
ter-tolong lagi.
Karena dirintangi Adipati Surengpati mak-sud Titisari hendak membinasakan
sang Dewaresi gagal berantakan. Gadis itu lantas saja menangis sedih.
"Ayah! Lebih baik bunuhlah aku! Selama hidupku tak bakal aku kawin dengan
bangsat itu!"
Hebat adalah sikapnya Kebo Bangah. Orang itu menyaksikan peristiwa demikian
seperti lagi menonton sandiwara belaka. Ia malah lantas saja tertawa
terkekeh-kekeh, menyaksikan Adipati Surengpati menggerembengi anaknya
perempuan. Terhadap keponakannya yang baru saja terlepas dari lubang jarum,
ia bersikap dingin seakan-akan tiada menaruh perhatian.
"Saudara Surengpati!" katanya dengan suara parau. "Janganlah salah paham!
Puterimu lagi menguji anakku. Mengapa engkau menggerembengi begitu
sungguh-sungguh?"
Waktu itu sang Dewaresi telah berdiri lagi di atas batu. Dadanya sebelah
kiri terasa sakit. Maka tahulah dia, bahwa ia masih juga kena sambaran
jarum Titisari. Tetapi di depan seo-rang gadis ayu, betapa dia mau
memerintah. Dasar hatinya angkuh pula, maka meskipun nyeri bukan main bisa
dia bertahan diri. Malahan wajahnya nampak tersenyum, se-olah-olah tak
pernah terjadi sesuatu.
Dalam pada itu Kebo Bangah berkata lagi kepada Adipati Surengpati. "Saudara
dahulu hari kita pernah mengadu kekuatan dan mengukur kepandaian.
Barangkali sudah dua-puluhan tahun yang lalu. Sekarang, hatiku girang,
karena tak terduga kita berdua sudah mengikat tali kekeluargaan. Engkau
memperkenankan anakku memperisteri puterimu. Selanjutnya, aku akan tunduk
dan patuh kepada semua perintahmu."
"Hm," dengus Adipati Surengpati angkuh. "Siapakah yang berani main perintah
terhadap manusia berbisa seperti tampangmu. Dua puluh tahun kita tak pernah
bertemu. Pastilah ilmu
kepandaianmu kini sudah jauh melebihi diriku, sampai-sampai berani bersikap
merendah. Eh, cobalah perlihatkan macam kepan-daianmu di hadapanku. Aku
ingin melihat."
Terang sekali maksud Adipati Surengpati. la memaksa Kebo Bangah agar
memisahkan antara tali kekeluargaan dan ilmu kepandaian. Dua puluh tahun
yang lalu, mereka pernah mengadu kepandaian. Kesudahannya satu-satu, di
antara mereka tiada yang kalah atau menang. Karena itu, mereka berdua
saling berlomba menekuni ilmunya agar di kemudian hari bisa merebut
kemenangan. Dasar Adipati Surengpati berkepala besar pula, maka ia tak
senang mendengar ucapan Kebo Bangah.
Sebaliknya kesan Titisari adalah lain. Dasar hatinya masih kekanak-kanakan,
maka begitu mendengar ucapan ayahnya ia segera menyetujui. Lantas saja
tangisnya hilang tak keruan perginya. Ditegakkan kepalanya. Wajahnya terus
saja kelihatan manis luar biasa. Dengan mata bersinar-sinar ia menatap Kebo
Bangah. Dalam hatinya ia berharap pendekar itu memperlihatkan
kepandaiannya. Dengan demikian ia akan bisa menyaksikan kepandaian salah
seorang tokoh sakti yang sudah sekian lama mengeram dalam ingatannya,
berkat tutur kata ayahnya yang sering membicarakan keunggulan tujuh tokoh
sakti pada zaman itu.
Kebo Bangah nampak membawa tongkat bercat merah, kira-kira sedepa
panjangnya. Tongkat itu berduri. Dan ia mengenalnya sebagai tongkat duri
batang rukem yang mengandung bisa alam luar biasa. Barangsiapa kena
tergores duri itu meskipun ia kebal dari senjata tajam, akan mati
keracunan. Apalagi Kebo Bangah, memelihara tongkat itu sebagai jiwanya
sendiri. Bertahun-tahun lamanya, tongkat tersebut direndamnya dalam kubang
racun ular dan binatang-binatang beracun lainnya. Sebagai obat pemunahnya,
pasti saja dia memiliki. Tetapi menurut kabar, tatkala ia mencoba kehebatan
tongkat rukemnya, sudah meminta korban 475 orang yang mati keracunan. Dan
di antara mereka tak seorangpun diberi obat pemunahnya. Oleh perbuatannya
itu terkenallah dia sebagai si bisa dari Gunung Serandil.
"Saudara Surengpati!" katanya sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Dua puluh
tahun yang lalu, ilmu kepandaianku tak bisa dija-jarkan dengan ilmu
kepandaianmu. Sekarang sudah dua puluh tahun lewat, pastilah ilmumu makin
bertambah tinggi. Betapa bisa aku mengejar ilmu kepandaianmu. Aku usul
begini sekarang kita sudah menjadi sanak. Marilah kita pulang ke
Karimunjawa saja. Di sana aku berniat berguru kepadamu. Nah, bagaimana
pendapatmu?"
Tatkala sang Dewaresi bertemu pandang untuk yang pertama kalinya dengan
Titisari di pendapa kadipaten Pekalongan segera ia meminta pertolongan
pamannya untuk mela-mar gadis itu. Kebo Bangah segera mengi-rimkan beberapa
orang sebagai utusan mewakili dirinya meminang Titisari. Memper-oleh
lamaran itu, Adipati Surengpati sibuk menimbang-nimbang. Pikirnya, pada
zaman ini, orang yang melebihi kesaktian Kebo Bangah tiada lagi. Andaikata
ada, tidaklah begitu banyak, jika aku dan dia bisa mengikat suatu ikatan
keluarga, bukankah tiada lagi tandingku di kolong langit ini?
la tahu, anak perempuannya amat nakal. Jika sudah tiba waktunya untuk
kawin, harus memperoleh seorang suami yang seimbang. Si suami harus
memiliki ilmu yang bisa mengim-bangi. Kalau tidak, anaknya perempuan bakal
menghinanya, la segera mencari di mana Titisari berada setelah minggat dari
pulau
Karimunjawa. Secara kebetulan ia bisa menyaksikan kepandaian sang Dewaresi
tatkala berani melawan muridnya Pringgasakti. Diam-diam ia bergirang hati.
Ternyata ilmu kepandaiannya jauh di atas Titisari. Di samping itu, ia cakap
dan tiada tercela. Gerak-geriknya halus dan matang. Dan begitu memperoleh
kesan itu, segera ia membawa Titisari pulang ke Karimunjawa. Di sana ia
menerima baik lamaran Kebo Bangah.
Sebaliknya, begitu Titisari mendengar pem-bicaraan antara ayahnya dan
utusan Kebo Bangah, terus saja ia menolak dengan menge-mukakan
kebusukan-kebusukan sang Dewa-resi. Tetapi Adipati Surengpati tak meladeni,
la menganggap alasan itu sebagai lumrahnya seorang dara yang terkejut
mendengar berita lamaran untuk yang pertama kalinya dalam hidupnya.
Karena itu, Titisari lantas minggat kembali. Kepada salah seorang
pengasuhnya, gadis itu menerangkan bahwa ia hendak mencari kekasihnya Sangaji.
Keruan saja, Adipati Surengpati mencak-mencak seperti seseorang terbakar
jenggotnya. Menurut hematnya, sang Dewaresi jauh lebih sempurna daripada
Sangaji yang ketolol-tololan.
Tetapi kini, begitu mendengar tata kalimat Kebo Bangah yang sebentar
merendah dan sebentar lagi tinggi hati, ia jadi curiga. Pikirnya, apakah
maksud orang ini? Apakah dia hendak memaksa aku terikat menjadi sanak
keluarganya untuk melindungi kelemahannya?
Teringatlah dia, Kebo Bangah dahulu pernah punah ilmunya tatkala melawan
Kyai Kasan Kesambi. Apakah ilmunya kini bisa pulih kembali sesungguhnya
masih merupakan suatu teka-teki besar. Teringat akan hal itu, teringat
pulalah dia kepada sepak terjang dan tabiat Kebo Bangah. Orang itu, sangat
berbisa. Mulutnya tajam, cerdik, licin, kejam dan mau menang sendiri. Dia
sendiri salah seorang tokoh sakti yang berkepala besar. Sudah selayaknya
tak sudi ia mengakui keunggulan Kebo Bangah. Maka segera ia mengeluarkan
senjata andalannya, yakni: sebuah tanduk panjang. Kemudian berkata angkuh,
"Seorang tetamu dari jauh telah memaksaku menerima perangkapan jodoh di
tengah jalan. Akupun tidak memedulikan dan kuterima maksud itu. Nah, apa
perlu kini hendak mencoba ilmu kepandaian, membutuhkan suatu tempat layak
jauh di Karimunjawa? Kalau aku sudah berani menerima suatu perangkapan
jodoh tanpa adat istiadat, masakan aku memerlukan pula adat istiadat
melayani kepandaian orang?"
Sebagai seorang yang sudah mempunyai pengalaman penuh, tahulah Kebo Bangah
arti kata Adipati Surengpati. Lantas saja ia tersenyum panjang. Menghadapi
bakal besan yang berwatak angkuh dan berkepala besar, ia bersedia mengalah
dalam beberapa hal. Sebab kalau Adipati Surengpati sampai meniup tanduknya
yang panjang, akibatnya terlalu hebat. Senjata itu bisa meniupkan beberapa
macam tenaga mantram yang susah dilawan. Maka segera ia berteriak
menyerukan aba-aba.
Beberapa pengiringnya yang semenjak tadi berdiri tegak seperti pengawal
raja, cepat menoleh dan meneruskan aba-abanya. Dan tak lama kemudian dari
balik gundukan tanah tinggi, munculah dua puluh wanita-wanita cantik yang
segera bersimpuh menghaturkan sembah kepada Adipati Surengpati.
"Saudara Surengpati!" kata Kebo Bangah nyaring. "Sekalian dayang-dayangku
ini masih tergolong gadis tulen. Aku berkata masih tergolong! Sebab kalau
kau suruh membuktikan, tak berani aku menanggung. Hihaaa...! Sekalipun
demikian, mereka cantik-cantik. Tentu saja menurut seleraku. Aku
mengumpulkan dari beberapa penjuru tanah air.
Bilanglah, aku bersusah payah juga. Nah, mereka ini akan kupersembahkan
kepadamu sebagai dayang-dayang puterimu. Tetapi apa-bila engkau hendak
merebutnya atau memak-sanya, tak berani aku menghalang-halangi."
Titisari mengamat-amati dua puluh dayang itu. Mereka berwajah tak tercela.
Meskipun hanya dipantuli cahaya rembulan, namun kulitnya nampak bersih dan
kuning. Heran ia mengapa mereka bersedia menghamba kepa-da Kebo Bangah.
Pastilah di belakang keada-annya terselip suatu kisah rahasia.
Tak disadari ia mengerling kepada sang Dewaresi sekilas pandang, ia melihat
sang Dewaresi merenungi dirinya seperti orang gen-deng. Kesannya menjemukan
dan mendeng-kikan. Maka diam-diam ia mencari akal untuk membunuhnya dengan
suatu jebakan lagi. Pikirnya, biarlah di depan Ayah, ia kuhajarnya mati.
Meskipun Ayah akan mendesak aku menikah dengannya, toh dia sudah
menelung-kupi liang kubur.
Tabiat Titisari memang liar dan berbuat menurut kehendak hatinya. Apa yang
dipikirkan lantas saja dikerjakan tanpa pertimbangan lagi. Maka sebentar
kemudian ia tersenyum manis, karena telah memperoleh pegangan.
Sebaliknya sang Dewaresi salah tangkap, la mengira memperoleh kiriman
senyuman dari gadis yang menggemaskan hatinya. Tentu saja ia sangat girang.
Dan saking girangnya lenyaplah rasa nyerinya yang menusuki dada semenjak tadi.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Bagian 253
"Terima kasih!"
Setelah berkata demikian, sambil mengang-surkan tangan ia mengerling kepada
sang Dewaresi. Keruan saja, sang Dewaresi yang telah tergila-gila semenjak
bertemu di pendapa kadipaten Pekalongan serasa copot hatinya. Dadanya
mendadak saja menjadi sesak, karena jantungnya berdebar terlalu keras. Di
dalam hati ia bersyukur, melihat gadis itu menerima pemberian emas kawin
pamannya. Pikirnya, ayahnya telah berkenan menyerahkan dia kepadaku.
Masakan dia berani menolak pemberian emas kawin. Hm... tahulah aku
sekarang. Sikapnya yang selalu galak terhadapku, alihkan hanya merupakan
suatu gaya khas seseorang gadis belaka... Dalam detik-detik itu, dia telah
memimpikan malam pengantin. Maklumlah, dia adalah seorang laki-laki yang
sudah terlalu sering memperoleh pengalaman. Terhadap seorang gadis, tahulah
dia apa yang harus dilakukan pada malam-malam itu, seperti terhadap Nuraini.
Tetapi sekonyong-konyong tengah ia memimpikan malam indah itu nampaklah
suatu sinar beterbangan menyerang dirinya.
"Waduh! Celaka!" jeritnya kaget.
Sekilas pandang tahulah dia, bahwa sinar yang menyerangnya berkeredepan itu
adalah perbuatan Titisari. Ternyata setelah membuka kotak pemberian dengan
cekat Titisari meraup gebungan jarum emas itu dan disambitkan kepadanya.
Untunglah, sang Dewaresi pernah diserang demikian dengan biji sawo. Karena
itu, dalam gugupnya cepat ia menjejak tanah dan mele-sat ke udara. Meskipun
demikian, jarum emas pemberian pamannya berjumlah bukan hanya satu. Tetapi
merupakan segebung jarum yang berjumlah paling tidak dua puluh lima batang.
"Titisari! Apa yang kaulakukan ini?" bentak Adipati Surengpati sambil
mengibaskan ta-ngan. Oleh kibasan itu, jarum-jarum itu tersa-pu bersih.
Seumpama tidak, meskipun sang Dewaresi sudah melesat ke udara tiada
ter-tolong lagi.
Karena dirintangi Adipati Surengpati mak-sud Titisari hendak membinasakan
sang Dewaresi gagal berantakan. Gadis itu lantas saja menangis sedih.
"Ayah! Lebih baik bunuhlah aku! Selama hidupku tak bakal aku kawin dengan
bangsat itu!"
Hebat adalah sikapnya Kebo Bangah. Orang itu menyaksikan peristiwa demikian
seperti lagi menonton sandiwara belaka. Ia malah lantas saja tertawa
terkekeh-kekeh, menyaksikan Adipati Surengpati menggerembengi anaknya
perempuan. Terhadap keponakannya yang baru saja terlepas dari lubang jarum,
ia bersikap dingin seakan-akan tiada menaruh perhatian.
"Saudara Surengpati!" katanya dengan suara parau. "Janganlah salah paham!
Puterimu lagi menguji anakku. Mengapa engkau menggerembengi begitu
sungguh-sungguh?"
Waktu itu sang Dewaresi telah berdiri lagi di atas batu. Dadanya sebelah
kiri terasa sakit. Maka tahulah dia, bahwa ia masih juga kena sambaran
jarum Titisari. Tetapi di depan seo-rang gadis ayu, betapa dia mau
memerintah. Dasar hatinya angkuh pula, maka meskipun nyeri bukan main bisa
dia bertahan diri. Malahan wajahnya nampak tersenyum, se-olah-olah tak
pernah terjadi sesuatu.
Dalam pada itu Kebo Bangah berkata lagi kepada Adipati Surengpati. "Saudara
dahulu hari kita pernah mengadu kekuatan dan mengukur kepandaian.
Barangkali sudah dua-puluhan tahun yang lalu. Sekarang, hatiku girang,
karena tak terduga kita berdua sudah mengikat tali kekeluargaan. Engkau
memperkenankan anakku memperisteri puterimu. Selanjutnya, aku akan tunduk
dan patuh kepada semua perintahmu."
"Hm," dengus Adipati Surengpati angkuh. "Siapakah yang berani main perintah
terhadap manusia berbisa seperti tampangmu. Dua puluh tahun kita tak pernah
bertemu. Pastilah ilmu
kepandaianmu kini sudah jauh melebihi diriku, sampai-sampai berani bersikap
merendah. Eh, cobalah perlihatkan macam kepan-daianmu di hadapanku. Aku
ingin melihat."
Terang sekali maksud Adipati Surengpati. la memaksa Kebo Bangah agar
memisahkan antara tali kekeluargaan dan ilmu kepandaian. Dua puluh tahun
yang lalu, mereka pernah mengadu kepandaian. Kesudahannya satu-satu, di
antara mereka tiada yang kalah atau menang. Karena itu, mereka berdua
saling berlomba menekuni ilmunya agar di kemudian hari bisa merebut
kemenangan. Dasar Adipati Surengpati berkepala besar pula, maka ia tak
senang mendengar ucapan Kebo Bangah.
Sebaliknya kesan Titisari adalah lain. Dasar hatinya masih kekanak-kanakan,
maka begitu mendengar ucapan ayahnya ia segera menyetujui. Lantas saja
tangisnya hilang tak keruan perginya. Ditegakkan kepalanya. Wajahnya terus
saja kelihatan manis luar biasa. Dengan mata bersinar-sinar ia menatap Kebo
Bangah. Dalam hatinya ia berharap pendekar itu memperlihatkan
kepandaiannya. Dengan demikian ia akan bisa menyaksikan kepandaian salah
seorang tokoh sakti yang sudah sekian lama mengeram dalam ingatannya,
berkat tutur kata ayahnya yang sering membicarakan keunggulan tujuh tokoh
sakti pada zaman itu.
Kebo Bangah nampak membawa tongkat bercat merah, kira-kira sedepa
panjangnya. Tongkat itu berduri. Dan ia mengenalnya sebagai tongkat duri
batang rukem yang mengandung bisa alam luar biasa. Barangsiapa kena
tergores duri itu meskipun ia kebal dari senjata tajam, akan mati
keracunan. Apalagi Kebo Bangah, memelihara tongkat itu sebagai jiwanya
sendiri. Bertahun-tahun lamanya, tongkat tersebut direndamnya dalam kubang
racun ular dan binatang-binatang beracun lainnya. Sebagai obat pemunahnya,
pasti saja dia memiliki. Tetapi menurut kabar, tatkala ia mencoba kehebatan
tongkat rukemnya, sudah meminta korban 475 orang yang mati keracunan. Dan
di antara mereka tak seorangpun diberi obat pemunahnya. Oleh perbuatannya
itu terkenallah dia sebagai si bisa dari Gunung Serandil.
"Saudara Surengpati!" katanya sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Dua puluh
tahun yang lalu, ilmu kepandaianku tak bisa dija-jarkan dengan ilmu
kepandaianmu. Sekarang sudah dua puluh tahun lewat, pastilah ilmumu makin
bertambah tinggi. Betapa bisa aku mengejar ilmu kepandaianmu. Aku usul
begini sekarang kita sudah menjadi sanak. Marilah kita pulang ke
Karimunjawa saja. Di sana aku berniat berguru kepadamu. Nah, bagaimana
pendapatmu?"
Tatkala sang Dewaresi bertemu pandang untuk yang pertama kalinya dengan
Titisari di pendapa kadipaten Pekalongan segera ia meminta pertolongan
pamannya untuk mela-mar gadis itu. Kebo Bangah segera mengi-rimkan beberapa
orang sebagai utusan mewakili dirinya meminang Titisari. Memper-oleh
lamaran itu, Adipati Surengpati sibuk menimbang-nimbang. Pikirnya, pada
zaman ini, orang yang melebihi kesaktian Kebo Bangah tiada lagi. Andaikata
ada, tidaklah begitu banyak, jika aku dan dia bisa mengikat suatu ikatan
keluarga, bukankah tiada lagi tandingku di kolong langit ini?
la tahu, anak perempuannya amat nakal. Jika sudah tiba waktunya untuk
kawin, harus memperoleh seorang suami yang seimbang. Si suami harus
memiliki ilmu yang bisa mengim-bangi. Kalau tidak, anaknya perempuan bakal
menghinanya, la segera mencari di mana Titisari berada setelah minggat dari
pulau
Karimunjawa. Secara kebetulan ia bisa menyaksikan kepandaian sang Dewaresi
tatkala berani melawan muridnya Pringgasakti. Diam-diam ia bergirang hati.
Ternyata ilmu kepandaiannya jauh di atas Titisari. Di samping itu, ia cakap
dan tiada tercela. Gerak-geriknya halus dan matang. Dan begitu memperoleh
kesan itu, segera ia membawa Titisari pulang ke Karimunjawa. Di sana ia
menerima baik lamaran Kebo Bangah.
Sebaliknya, begitu Titisari mendengar pem-bicaraan antara ayahnya dan
utusan Kebo Bangah, terus saja ia menolak dengan menge-mukakan
kebusukan-kebusukan sang Dewa-resi. Tetapi Adipati Surengpati tak meladeni,
la menganggap alasan itu sebagai lumrahnya seorang dara yang terkejut
mendengar berita lamaran untuk yang pertama kalinya dalam hidupnya.
Karena itu, Titisari lantas minggat kembali. Kepada salah seorang
pengasuhnya, gadis itu menerangkan bahwa ia hendak mencari kekasihnya Sangaji.
Keruan saja, Adipati Surengpati mencak-mencak seperti seseorang terbakar
jenggotnya. Menurut hematnya, sang Dewaresi jauh lebih sempurna daripada
Sangaji yang ketolol-tololan.
Tetapi kini, begitu mendengar tata kalimat Kebo Bangah yang sebentar
merendah dan sebentar lagi tinggi hati, ia jadi curiga. Pikirnya, apakah
maksud orang ini? Apakah dia hendak memaksa aku terikat menjadi sanak
keluarganya untuk melindungi kelemahannya?
Teringatlah dia, Kebo Bangah dahulu pernah punah ilmunya tatkala melawan
Kyai Kasan Kesambi. Apakah ilmunya kini bisa pulih kembali sesungguhnya
masih merupakan suatu teka-teki besar. Teringat akan hal itu, teringat
pulalah dia kepada sepak terjang dan tabiat Kebo Bangah. Orang itu, sangat
berbisa. Mulutnya tajam, cerdik, licin, kejam dan mau menang sendiri. Dia
sendiri salah seorang tokoh sakti yang berkepala besar. Sudah selayaknya
tak sudi ia mengakui keunggulan Kebo Bangah. Maka segera ia mengeluarkan
senjata andalannya, yakni: sebuah tanduk panjang. Kemudian berkata angkuh,
"Seorang tetamu dari jauh telah memaksaku menerima perangkapan jodoh di
tengah jalan. Akupun tidak memedulikan dan kuterima maksud itu. Nah, apa
perlu kini hendak mencoba ilmu kepandaian, membutuhkan suatu tempat layak
jauh di Karimunjawa? Kalau aku sudah berani menerima suatu perangkapan
jodoh tanpa adat istiadat, masakan aku memerlukan pula adat istiadat
melayani kepandaian orang?"
Sebagai seorang yang sudah mempunyai pengalaman penuh, tahulah Kebo Bangah
arti kata Adipati Surengpati. Lantas saja ia tersenyum panjang. Menghadapi
bakal besan yang berwatak angkuh dan berkepala besar, ia bersedia mengalah
dalam beberapa hal. Sebab kalau Adipati Surengpati sampai meniup tanduknya
yang panjang, akibatnya terlalu hebat. Senjata itu bisa meniupkan beberapa
macam tenaga mantram yang susah dilawan. Maka segera ia berteriak
menyerukan aba-aba.
Beberapa pengiringnya yang semenjak tadi berdiri tegak seperti pengawal
raja, cepat menoleh dan meneruskan aba-abanya. Dan tak lama kemudian dari
balik gundukan tanah tinggi, munculah dua puluh wanita-wanita cantik yang
segera bersimpuh menghaturkan sembah kepada Adipati Surengpati.
"Saudara Surengpati!" kata Kebo Bangah nyaring. "Sekalian dayang-dayangku
ini masih tergolong gadis tulen. Aku berkata masih tergolong! Sebab kalau
kau suruh membuktikan, tak berani aku menanggung. Hihaaa...! Sekalipun
demikian, mereka cantik-cantik. Tentu saja menurut seleraku. Aku
mengumpulkan dari beberapa penjuru tanah air.
Bilanglah, aku bersusah payah juga. Nah, mereka ini akan kupersembahkan
kepadamu sebagai dayang-dayang puterimu. Tetapi apa-bila engkau hendak
merebutnya atau memak-sanya, tak berani aku menghalang-halangi."
Titisari mengamat-amati dua puluh dayang itu. Mereka berwajah tak tercela.
Meskipun hanya dipantuli cahaya rembulan, namun kulitnya nampak bersih dan
kuning. Heran ia mengapa mereka bersedia menghamba kepa-da Kebo Bangah.
Pastilah di belakang keada-annya terselip suatu kisah rahasia.
Tak disadari ia mengerling kepada sang Dewaresi sekilas pandang, ia melihat
sang Dewaresi merenungi dirinya seperti orang gen-deng. Kesannya menjemukan
dan mendeng-kikan. Maka diam-diam ia mencari akal untuk membunuhnya dengan
suatu jebakan lagi. Pikirnya, biarlah di depan Ayah, ia kuhajarnya mati.
Meskipun Ayah akan mendesak aku menikah dengannya, toh dia sudah
menelung-kupi liang kubur.
Tabiat Titisari memang liar dan berbuat menurut kehendak hatinya. Apa yang
dipikirkan lantas saja dikerjakan tanpa pertimbangan lagi. Maka sebentar
kemudian ia tersenyum manis, karena telah memperoleh pegangan.
Sebaliknya sang Dewaresi salah tangkap, la mengira memperoleh kiriman
senyuman dari gadis yang menggemaskan hatinya. Tentu saja ia sangat girang.
Dan saking girangnya lenyaplah rasa nyerinya yang menusuki dada semenjak tadi.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Amazing capture
Amazing capture
————————————————
————————————————
Credit : @orhanaydin33
————————————————
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
————————————————
————————————————
Credit : @orhanaydin33
————————————————
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Feather-Horned Beetle (Rhipicera femorata)
๐ฅ Special Feature ๐ฅ
๐ Congratulations @timbowler5 ๐
-
Feather-Horned Beetle (Rhipicera femorata)
-
๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐ธ๐๐ฑ๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐๐ธ๐
-
If you would like a chance to be featured here too, please follow
@wholelottabugs and use the hashtag #wholelottabugs
-
While looking at the unique antennae of this feather-horned beetle, they
appear to be moving. It is a slightly hypnotic optical illusion and quite
an amazing photo!
-
The male feather-horned beetle uses its spectacular antennae to sense the
pheromones of the female and to locate her. Have you ever heard of eyebrows
with such superpowers?! ๐
-
Primarily armed with the camera on his iPhone, Tim Bowler @timbowler5 is a
fun and prolific photographer who documents his "wanderings" to share with
us. With an un-discriminatory eye, you can expect to see arthropods, flora,
and fauna of all sorts in his gallery. Thanks for giving us a glimpse into
your world through your photography, Tim!
-
Say hello to Tim @timbowler5 and congratulate him on today's special
feature. Also, you can support Tim and his gallery by commenting below!
-
๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐ธ๐๐ฑ๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐๐ธ๐
-
-
Recommended Feature Hubs:
@macroalit #macro_alit
@arthropod_perfection #arthropod_perfection
@invert_macro #invert_macro
@beautiful_insects_japan #beautiful_insects_japan
-
-
-
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
๐ Congratulations @timbowler5 ๐
-
Feather-Horned Beetle (Rhipicera femorata)
-
๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐ธ๐๐ฑ๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐๐ธ๐
-
If you would like a chance to be featured here too, please follow
@wholelottabugs and use the hashtag #wholelottabugs
-
While looking at the unique antennae of this feather-horned beetle, they
appear to be moving. It is a slightly hypnotic optical illusion and quite
an amazing photo!
-
The male feather-horned beetle uses its spectacular antennae to sense the
pheromones of the female and to locate her. Have you ever heard of eyebrows
with such superpowers?! ๐
-
Primarily armed with the camera on his iPhone, Tim Bowler @timbowler5 is a
fun and prolific photographer who documents his "wanderings" to share with
us. With an un-discriminatory eye, you can expect to see arthropods, flora,
and fauna of all sorts in his gallery. Thanks for giving us a glimpse into
your world through your photography, Tim!
-
Say hello to Tim @timbowler5 and congratulate him on today's special
feature. Also, you can support Tim and his gallery by commenting below!
-
๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐ธ๐๐ฑ๐๐ธ๐ฎ๐ฑ๐๐๐ธ๐
-
-
Recommended Feature Hubs:
@macroalit #macro_alit
@arthropod_perfection #arthropod_perfection
@invert_macro #invert_macro
@beautiful_insects_japan #beautiful_insects_japan
-
-
-
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Sop Kimlo
Sop Kimlo .
.
Bahan
By @intankarinaijo
1 lembar kembang tahu, rendam hingga lemas, iris
2 genggam jamur kuping rendam dengan air hangat terlebih dahulu hingga
lemas dan potong-potong sesuai selera cuci hingga bersih
2 btng wortel, potong-potong
1 buah kentang potong kotak
10 buah kembang sedap malam ,cuci bersih. Ikat bentuk simpul.
20 telor puyuh
10 buah bakso
Soun secukupnya
1 batang daun bawang, iris kasar
1 batang seledri, iris halus
2 liter kaldu ayam kampung
2 jempol jahe geprek
1/2 bw bombay iris
3 sdm kecap asin
1 sdm butter/minyak utk menumis
Bumbu dihaluskan:
1 sdt merica
2 bw merah
6 siung bw putih
1 sdm gula
1 sdt garam
kaldu jamur bubuk secukupnya
.
.
Cara membuat:
1.Siapkan wajan, panaskan butter/minyak tumis bumbu yang dihaluskan,bw
bombay dan jahe yg digeprek hingga harum.
2.Masukkan bumbu tadi ke panci air kaldu lalu masak hingga mendidih.
Masukkan jamur,kentang,wortel, masak hingga empuk, masukkan kembang tahu,
dan kembang sedap malam. Aduk-aduk,masukkan daun bawang dan seledri
3.tambahkam gula garam dan kaldu jamur,kecap asin aduk rata lalu koreksi
rasa,terakhir masukkan bakso,telor puyuh dan soun ,sajikan
•
•
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
.
Bahan
By @intankarinaijo
1 lembar kembang tahu, rendam hingga lemas, iris
2 genggam jamur kuping rendam dengan air hangat terlebih dahulu hingga
lemas dan potong-potong sesuai selera cuci hingga bersih
2 btng wortel, potong-potong
1 buah kentang potong kotak
10 buah kembang sedap malam ,cuci bersih. Ikat bentuk simpul.
20 telor puyuh
10 buah bakso
Soun secukupnya
1 batang daun bawang, iris kasar
1 batang seledri, iris halus
2 liter kaldu ayam kampung
2 jempol jahe geprek
1/2 bw bombay iris
3 sdm kecap asin
1 sdm butter/minyak utk menumis
Bumbu dihaluskan:
1 sdt merica
2 bw merah
6 siung bw putih
1 sdm gula
1 sdt garam
kaldu jamur bubuk secukupnya
.
.
Cara membuat:
1.Siapkan wajan, panaskan butter/minyak tumis bumbu yang dihaluskan,bw
bombay dan jahe yg digeprek hingga harum.
2.Masukkan bumbu tadi ke panci air kaldu lalu masak hingga mendidih.
Masukkan jamur,kentang,wortel, masak hingga empuk, masukkan kembang tahu,
dan kembang sedap malam. Aduk-aduk,masukkan daun bawang dan seledri
3.tambahkam gula garam dan kaldu jamur,kecap asin aduk rata lalu koreksi
rasa,terakhir masukkan bakso,telor puyuh dan soun ,sajikan
•
•
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@ Bagian 252
@bende mataram@
Bagian 252
"Guru! Terimalah hormatku..."
Dari jauh ia mendengar suara Gagak Seta tertawa panjang makin lama makin
menjauh. Kemudian lenyap seperti awan.
Mau tak mau Sangaji jadi tertegun-tegun memikirkan peristiwa itu. Apakah
maksud gurunya membawa dia berlari-lari seperti orang gila? Perlahan-lahan
ia menyiratkan pandang? Di sebelah timur laut, berdiri gun-dukan tanah
terbuka. Di puncaknya berdiri dua batang pohon berhadap-hadapan. Kedua
pohon itu gundul tak berdaun. Di malam hari nampak bagaikan tangan-tangan
panjang hendak mencakar langit. Di sebelah barat, tergelar petak-petak yang
disekati sawah ladang. Nampaknya aman damai seperti desa tak berbambu. Di
sana terdengar air gemericik. Terang sekali suatu pancuran yang seringkali
dipergunakan penghuni-penghuni dusun mengairi sawahnya. Tetapi termasuk
wilayah manakah pemandangan itu, tak dapat ia menduga-duga. Maklumlah,
selama hidupnya baru kali itulah menginjak daerah sebelah tenggara wilayah
kerajaan Yogyakarta.
Perlahan-lahan ia menghempaskan diri di atas tanah. Napasnya yang tadi
menyekat dada, telah dapat dikuasai kembali, la mulai bisa berpikir dengan
tenang, meskipun demikian masih saja tak sanggup meme-cahkan teka-teki itu.
"Kalau Guru tahu aku berada di atas makam raja, mestinya tahu pula apa
sebabnya. Masakan Guru dengan sengaja hendak memisahkan aku dari Titisari?"
la meyakinkan dirinya.
"Di belakang peristiwa ini pasti ada maksudnya. Hm... aku disuruhnya
mengaso dan menyimpan tenaga. Apakah aku bakal menghadapi suatu bahaya?"
Teringat akan pesan itu ia memaksa diri menghilangkan corat-coret benaknya
yang ramai mengerumuni otaknya. Untunglah dia pernah memperoleh ajaran
bersemadi dari Ki Tunjungbiru tatkala masih berada di Jakarta. Maka, tak
lama kemudian ia malah jatuh ter-tidur tak setahunya sendiri.
Waktu itu bulan mulai cerah benar. Angin malam membuai lembut puncak-puncak
rumpun bambu sehingga berbunyi bergemere-sak. Dingin alam mulai terasa
meresapi tulang belulang. Meskipun angin demikian belum kuasa menyakiti
tubuh Sangaji, tetapi mampu memaksanya untuk meringkaskan diri. Tiba-tiba,
sewaktu dia hendak bergeliat meringkaskan badan, pendengarannya yang tajam
menangkap suatu bunyi dengung yang mencurigakan. Kaget ia melompat bangun.
Dan di angkasa terlihatlah deretan ribuan tabuan, berdengungan hampir
menutupi cerah bulan.
Sekaligus teringatlah dia kepada sang Dewaresi yang dahulu membawa-bawa
barisan tahuannya ke mana saja ia pergi. Tak usah ia takut kepada bisa-bisa
tabuan itu, karena pernah meminum getah sakti pohon Dewadaru. Tetapi
datangnya barisan tabuan itu, membuat dia harus berwaspada.
Ih! Apakah ini maksud Guru membawa aku ke mari? pikirnya.
Cepat ia memasuki hutan rumpun bambu. Ternyata di antara mahkota daunnya,
terde-ngar suara dengung pula. Apabila diamati ternyata terdapat beberapa
gerombol tabuan yang melengket di mana-mana.
Rupanya sudah semenjak lama tabuan ini berada di sini. Kalau begitu,
pemiliknya sudah lama pula berada tak jauh dari sini. Ah! Benar-benar Guru
mempunyai maksud tertentu untukku. Tadi ia memesan agar aku mengaso dan
menyimpan tenaga. Baiklah kulakukan dahulu, mumpung belum kasep, pikir
Sangaji lagi.
Meskipun masih samar-samar, tapi hati Sangaji tak lagi disibukkan oleh
suatu teka-teki. Cepat-cepat ia duduk bersila menghimpun tenaga muminya.
Kemudian semua ilmu ajaran Jaga Saradenta, Wirapati, Gagak Seta dan Kyai
Kasan Kesambi ditekuni kembali. Setelah itu,
mulailah dia mengatur tata napas ilmu sakti Kumayan Jati dan ilmu kebal
Bayu Sejati ajaran Ki Tunjungbiru. Kedua unsur ilmu yang bertentangan
sifatnya itu masih saja saling berbenturan. Ia belum berhasil melebur
menjadi satu, meskipun telah dicobanya berkali-kali.
Selagi ia berkutat mengatur tata napas kedua ilmu sakti tersebut,
sekonyong-konyong terdengarlah dengung tabuan kian sibuk. Ternyata
gerombolan tabuan yang agaknya lagi beristirahat di ranting-ranting pohon
bubar berderai seperti tergebu. Dan binatang-binatang berbisa itu terbang
kaget ke angkasa. Kemudian membentuk barisan berlingkar-lingkaran terus
terbang ke arah barat laut.
"Barisan tabuhan ini bukan main banyak-nya. Apakah Kebo Bangah ada di
sini?" Sangaji mencoba menebak-nebak. Dahulu ia pernah menyaksikan barisan
tabuhan sang Dewaresi. Meskipun sudah luar biasa, namun masih kalah jauh
apabila ia dibandingkan de-ngan saat itu.
Memperoleh pikiran demikian, cepat ia me-loncat ke belakang rumpun bambu
yang agak terlindung. Kemudian dengan hati-hati ia mengikuti barisan
tabuhan itu. Syukurlah, penggembala-penggembala tabuhan itu ber-kepandaian
lumrah berlaku, sehingga mereka tak mengetahui dirinya.
Jalan yang ditempuh berliku-liku. Ternyata makin lama makin mendekati
gundukan tanah tinggi yang tadi nampak berdiri di sebelah timur. Terang
sekali barisan tabuhan itu mendekati dari arah barat laut. Setibanya di
tempat itu, barisan tabuhan itu lantas bubar berderai.
Penggembala-penggembalanya menggebunya ke arah utara. Sebentar saja
suaranya telah tersirap dan menghilang di antara pohon-pohon yang berdiri
berderetan jauh di sana.
Hati-hati Sangaji mendekati sebongkah batu dan bersembunyi di baliknya.
Kemudian ia merangkak maju. la menyusup melalui arah selatan dan
bersembunyi di belakang semak-semak dekat pohon gundul. Dari sini ia
menebarkan penglihatannya. Betapa kaget-nya, ia melihat beberapa orang
berdiri tegak di atas batu-batu. Dan di antara mereka nampak Titisari
berada di dekat seorang laki-laki tegap perkasa. Dialah Adipati Surengpati.
Hanya kini ia tak mengenakan topeng seperti dahulu.
"Eh! Kebo Bangah atau Arya Senggala atau siapa lagi namamu, engkau menahan
aku di sini pasti ada perhitungannya," kata Adipati Surengpati.
Seorang laki-laki berperawakan bagaikan raksasa, tertawa terkekeh-kekeh
mende-ngarkan ucapan Adipati Surengpati. Bunyi tertawanya seperti gembreng
pecah dan menyakiti pendengaran. Dialah Kebo Bangah, paman sang Dewaresi,
yang termasuk salah seorang tokoh sakti.
"Saudara Surengpati! Janganlah khawatir aku akan merugikan engkau,"
sahutnya. Suaranya parau dan sumbang, tetapi memiliki daya kekuatan aneh.
Selamanya aku Kebo Bangah tak pernah menyakiti orang.
"Hm... kau seorang berbisa, masakan aku tak tahu?"
"Bagus! Bagus!" sahut Kebo Bangah sambil tertawa terkekeh-kekeh. Agaknya,
senang ia memperoleh gelar sebagai seorang berbisa. Dan diam-diam Sangaji
bercekat hatinya.
Benar-benar Kebo Bangah berada di sini. Dan Titisari mengapa tiba-tiba
berada di samping ayahnya? Apakah dia kena tangkap sewaktu menyambangi
makam ibunya? pikirnya sibuk. Teringat akan pekerti gurunya Gagak Seta
membawanya ke mari, maka bertambah jelaslah maksudnya. Diam-diam ia
bersyukur kepadanya. Pikirnya, rupanya guru telah mengerti beradanya mereka
di sini. Lalu membawa aku ke mari.
Kini ia memusatkan seluruh perhatiannya. Ditebarkan matanya dan
mengamat-amati mereka yang berada di situ. Adipati Surengpati berdiri di
atas batu disamping Titisari. Di hadapannya kira-kira berjarak sepuluh
langkah, berdiri Kebo Bangah yang berperawakan bagaikan raksasa. Karena
malam hari, meskipun bulan bersinar cerah, tiada begitu jelas raut mukanya,
la hanya nampak berkumis tebal, jenggotnya tebal pula. Pandangnya tajam dan
sebentar-bentar tertawa
terkekeh-kekeh melebihi orang gila.
Di belakang Kebo Bangah, berdiri sang Dewaresi yang mengenakan pakaian
putih. Kemudian beberapa pengiringnya bersikap tegak seperti
pengawal-pengawal kerajaan. Mereka semua mengesankan suasana
ke-agung-agungan. Pakaiannya serba putih pula dan berseragam.
Tatkala Kebo Bangah habis berbicara, tiba-tiba sang Dewaresi maju ke depan
dan membungkuk hormat. Kemudian berkata mengejutkan hati Sangaji.
"Menantumu Dewaresi perkenankan meng-haturkan sembah kepada ayahhanda
mertua Adipati Surengpati."
Menantu? Hati Sangaji kebat-kebit. Me-nantu? Kapankah sang Dewaresi menjadi
menantu Adipati Surengpati? Menurut Titisari, Adipati Surengpati tak
berputera lagi selain Titisari seorang. Apakah dia lagi membahasakan diri
sebagai calon suami Titisari?
la melihat Adipati Surengpati menegakkan kepala. Agaknya ia tak begitu
senang men-dengar ucapan sang Dewaresi. Meskipun demikian, tangannya
diangkat tinggi seakan-akan hendak memberi salam. Mendadak saja terus
dikibaskan. Dan sang Dewaresi terpental mundur dan hampir jatuh terbalik.
Untung Kebo Bangah dengan tertawa terkekeh-kekeh menolong dirinya dengan
mengibaskan tangannya pula dari belakang punggung, sehingga ia dapat
berdiri tegak kembali dan sekaligus terlontarkan pada tempatnya semula.
"Hi ha ha ha, bagus! Bagus saudara Surengpati." Kebo Bangah tertawa lebar.
"Rupanya engkau menaksir-naksir perlu calon menantumu apakah sepadan
berjajar dengan puterimu. Bagus! Bagus!"
Dengan tenang Adipati Surengpati men-jawab, "Dia pernah menghina muridku
Pringgasakti dengan barisan tabuhannya. Kali ini inginlah aku menguji
sampai di mana kepandaiaannya."
Mendengar kata-kata Adipati Surengpati, Kebo Bangah menaikkan nada
tertawanya. Suaranya luar biasa menyakitkan telinga Sangaji.
"Nah, bagaimana menurut pendapatmu saudara Surengpati. Apakah dia pantas
men-jadi menantu putrimu?" ia berhenti sebentar mengamat-amati Titisari.
"Saudara Sureng-pati! Benar-benar engkau pintar menciptakan seorang anak.
Begini cantik molek. Pantas keponakanku ini mendadak saja berubah jadi
gendeng."
Setelah berkata demikian, Kebo Bangah merogoh ke dalam saku bajunya.
Kemudian mengeluarkan sebuah kotak yang memental-kan sinar berkilauan di
tengah malam bulan gede. Bahwasanya kotak itu memantulkan cahaya di malam
hari, pastilah terbuat dari bahan logam yang berharga. Apabila bukan emas,
setidak-tidaknya suatu kotak yang di-hiasi permata.
"Anakku!" katanya kepada Titisari. "Ayah-mu seorang kaya raya. Pastilah
engkau tiada silau melihat kotak emasku dan permata-per-mata yang menghiasi
sisinya. Tetapi di dalamnya aku mempunyai semacam permainan.
Cobalah buka sendiri. Engkau akan melihat segebung jarum emas bertatahkan
permata intan. Dahulu aku pernah mengimpikan wasiat Bende Mataram yang
paling ampuh, yakni jala Korowelang. Konon kabarnya jala itu mempunyai
bandul-bandul jarum sakti. Barang siapa kena bandul jarum itu, meskipun
kebal dari segala, akan lumpuh tak berkutik. Hm... selama hidupku belum
pernah aku melihat jala sakti tersebut. Tapi aku mempunyai otak dan khayal.
Nah, kuciptakan bandul-bandul itu. Di kemudian hari, apabila aku berhasil
menemukan bahan sakti untuk membuat jala, pastilah bandul jarum ini akan
kusematkan pada tiap benang jaring. Sekarang terimalah sebagai pembayaran
emas kawin keponakanku..."
Kebo Bangah kemudian maju mengang-surkan barang berharga itu. Hati Sangaji
bergetar bukan main. Katanya dalam hati, Titisari! Apakah engkau menerima
juga ge-bungan jarum emas itu sebagai pembayaran emas kawin?
Dia terkejut berbareng kecewa, tatkala meli-hat Titisari mengulurkan tangan
menyambut kotak
tersebut. Dengan lembut Titisari mem-perdengarkan suara tertawanya.
Kemudian berkata penuh girang.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Bagian 252
"Guru! Terimalah hormatku..."
Dari jauh ia mendengar suara Gagak Seta tertawa panjang makin lama makin
menjauh. Kemudian lenyap seperti awan.
Mau tak mau Sangaji jadi tertegun-tegun memikirkan peristiwa itu. Apakah
maksud gurunya membawa dia berlari-lari seperti orang gila? Perlahan-lahan
ia menyiratkan pandang? Di sebelah timur laut, berdiri gun-dukan tanah
terbuka. Di puncaknya berdiri dua batang pohon berhadap-hadapan. Kedua
pohon itu gundul tak berdaun. Di malam hari nampak bagaikan tangan-tangan
panjang hendak mencakar langit. Di sebelah barat, tergelar petak-petak yang
disekati sawah ladang. Nampaknya aman damai seperti desa tak berbambu. Di
sana terdengar air gemericik. Terang sekali suatu pancuran yang seringkali
dipergunakan penghuni-penghuni dusun mengairi sawahnya. Tetapi termasuk
wilayah manakah pemandangan itu, tak dapat ia menduga-duga. Maklumlah,
selama hidupnya baru kali itulah menginjak daerah sebelah tenggara wilayah
kerajaan Yogyakarta.
Perlahan-lahan ia menghempaskan diri di atas tanah. Napasnya yang tadi
menyekat dada, telah dapat dikuasai kembali, la mulai bisa berpikir dengan
tenang, meskipun demikian masih saja tak sanggup meme-cahkan teka-teki itu.
"Kalau Guru tahu aku berada di atas makam raja, mestinya tahu pula apa
sebabnya. Masakan Guru dengan sengaja hendak memisahkan aku dari Titisari?"
la meyakinkan dirinya.
"Di belakang peristiwa ini pasti ada maksudnya. Hm... aku disuruhnya
mengaso dan menyimpan tenaga. Apakah aku bakal menghadapi suatu bahaya?"
Teringat akan pesan itu ia memaksa diri menghilangkan corat-coret benaknya
yang ramai mengerumuni otaknya. Untunglah dia pernah memperoleh ajaran
bersemadi dari Ki Tunjungbiru tatkala masih berada di Jakarta. Maka, tak
lama kemudian ia malah jatuh ter-tidur tak setahunya sendiri.
Waktu itu bulan mulai cerah benar. Angin malam membuai lembut puncak-puncak
rumpun bambu sehingga berbunyi bergemere-sak. Dingin alam mulai terasa
meresapi tulang belulang. Meskipun angin demikian belum kuasa menyakiti
tubuh Sangaji, tetapi mampu memaksanya untuk meringkaskan diri. Tiba-tiba,
sewaktu dia hendak bergeliat meringkaskan badan, pendengarannya yang tajam
menangkap suatu bunyi dengung yang mencurigakan. Kaget ia melompat bangun.
Dan di angkasa terlihatlah deretan ribuan tabuan, berdengungan hampir
menutupi cerah bulan.
Sekaligus teringatlah dia kepada sang Dewaresi yang dahulu membawa-bawa
barisan tahuannya ke mana saja ia pergi. Tak usah ia takut kepada bisa-bisa
tabuan itu, karena pernah meminum getah sakti pohon Dewadaru. Tetapi
datangnya barisan tabuan itu, membuat dia harus berwaspada.
Ih! Apakah ini maksud Guru membawa aku ke mari? pikirnya.
Cepat ia memasuki hutan rumpun bambu. Ternyata di antara mahkota daunnya,
terde-ngar suara dengung pula. Apabila diamati ternyata terdapat beberapa
gerombol tabuan yang melengket di mana-mana.
Rupanya sudah semenjak lama tabuan ini berada di sini. Kalau begitu,
pemiliknya sudah lama pula berada tak jauh dari sini. Ah! Benar-benar Guru
mempunyai maksud tertentu untukku. Tadi ia memesan agar aku mengaso dan
menyimpan tenaga. Baiklah kulakukan dahulu, mumpung belum kasep, pikir
Sangaji lagi.
Meskipun masih samar-samar, tapi hati Sangaji tak lagi disibukkan oleh
suatu teka-teki. Cepat-cepat ia duduk bersila menghimpun tenaga muminya.
Kemudian semua ilmu ajaran Jaga Saradenta, Wirapati, Gagak Seta dan Kyai
Kasan Kesambi ditekuni kembali. Setelah itu,
mulailah dia mengatur tata napas ilmu sakti Kumayan Jati dan ilmu kebal
Bayu Sejati ajaran Ki Tunjungbiru. Kedua unsur ilmu yang bertentangan
sifatnya itu masih saja saling berbenturan. Ia belum berhasil melebur
menjadi satu, meskipun telah dicobanya berkali-kali.
Selagi ia berkutat mengatur tata napas kedua ilmu sakti tersebut,
sekonyong-konyong terdengarlah dengung tabuan kian sibuk. Ternyata
gerombolan tabuan yang agaknya lagi beristirahat di ranting-ranting pohon
bubar berderai seperti tergebu. Dan binatang-binatang berbisa itu terbang
kaget ke angkasa. Kemudian membentuk barisan berlingkar-lingkaran terus
terbang ke arah barat laut.
"Barisan tabuhan ini bukan main banyak-nya. Apakah Kebo Bangah ada di
sini?" Sangaji mencoba menebak-nebak. Dahulu ia pernah menyaksikan barisan
tabuhan sang Dewaresi. Meskipun sudah luar biasa, namun masih kalah jauh
apabila ia dibandingkan de-ngan saat itu.
Memperoleh pikiran demikian, cepat ia me-loncat ke belakang rumpun bambu
yang agak terlindung. Kemudian dengan hati-hati ia mengikuti barisan
tabuhan itu. Syukurlah, penggembala-penggembala tabuhan itu ber-kepandaian
lumrah berlaku, sehingga mereka tak mengetahui dirinya.
Jalan yang ditempuh berliku-liku. Ternyata makin lama makin mendekati
gundukan tanah tinggi yang tadi nampak berdiri di sebelah timur. Terang
sekali barisan tabuhan itu mendekati dari arah barat laut. Setibanya di
tempat itu, barisan tabuhan itu lantas bubar berderai.
Penggembala-penggembalanya menggebunya ke arah utara. Sebentar saja
suaranya telah tersirap dan menghilang di antara pohon-pohon yang berdiri
berderetan jauh di sana.
Hati-hati Sangaji mendekati sebongkah batu dan bersembunyi di baliknya.
Kemudian ia merangkak maju. la menyusup melalui arah selatan dan
bersembunyi di belakang semak-semak dekat pohon gundul. Dari sini ia
menebarkan penglihatannya. Betapa kaget-nya, ia melihat beberapa orang
berdiri tegak di atas batu-batu. Dan di antara mereka nampak Titisari
berada di dekat seorang laki-laki tegap perkasa. Dialah Adipati Surengpati.
Hanya kini ia tak mengenakan topeng seperti dahulu.
"Eh! Kebo Bangah atau Arya Senggala atau siapa lagi namamu, engkau menahan
aku di sini pasti ada perhitungannya," kata Adipati Surengpati.
Seorang laki-laki berperawakan bagaikan raksasa, tertawa terkekeh-kekeh
mende-ngarkan ucapan Adipati Surengpati. Bunyi tertawanya seperti gembreng
pecah dan menyakiti pendengaran. Dialah Kebo Bangah, paman sang Dewaresi,
yang termasuk salah seorang tokoh sakti.
"Saudara Surengpati! Janganlah khawatir aku akan merugikan engkau,"
sahutnya. Suaranya parau dan sumbang, tetapi memiliki daya kekuatan aneh.
Selamanya aku Kebo Bangah tak pernah menyakiti orang.
"Hm... kau seorang berbisa, masakan aku tak tahu?"
"Bagus! Bagus!" sahut Kebo Bangah sambil tertawa terkekeh-kekeh. Agaknya,
senang ia memperoleh gelar sebagai seorang berbisa. Dan diam-diam Sangaji
bercekat hatinya.
Benar-benar Kebo Bangah berada di sini. Dan Titisari mengapa tiba-tiba
berada di samping ayahnya? Apakah dia kena tangkap sewaktu menyambangi
makam ibunya? pikirnya sibuk. Teringat akan pekerti gurunya Gagak Seta
membawanya ke mari, maka bertambah jelaslah maksudnya. Diam-diam ia
bersyukur kepadanya. Pikirnya, rupanya guru telah mengerti beradanya mereka
di sini. Lalu membawa aku ke mari.
Kini ia memusatkan seluruh perhatiannya. Ditebarkan matanya dan
mengamat-amati mereka yang berada di situ. Adipati Surengpati berdiri di
atas batu disamping Titisari. Di hadapannya kira-kira berjarak sepuluh
langkah, berdiri Kebo Bangah yang berperawakan bagaikan raksasa. Karena
malam hari, meskipun bulan bersinar cerah, tiada begitu jelas raut mukanya,
la hanya nampak berkumis tebal, jenggotnya tebal pula. Pandangnya tajam dan
sebentar-bentar tertawa
terkekeh-kekeh melebihi orang gila.
Di belakang Kebo Bangah, berdiri sang Dewaresi yang mengenakan pakaian
putih. Kemudian beberapa pengiringnya bersikap tegak seperti
pengawal-pengawal kerajaan. Mereka semua mengesankan suasana
ke-agung-agungan. Pakaiannya serba putih pula dan berseragam.
Tatkala Kebo Bangah habis berbicara, tiba-tiba sang Dewaresi maju ke depan
dan membungkuk hormat. Kemudian berkata mengejutkan hati Sangaji.
"Menantumu Dewaresi perkenankan meng-haturkan sembah kepada ayahhanda
mertua Adipati Surengpati."
Menantu? Hati Sangaji kebat-kebit. Me-nantu? Kapankah sang Dewaresi menjadi
menantu Adipati Surengpati? Menurut Titisari, Adipati Surengpati tak
berputera lagi selain Titisari seorang. Apakah dia lagi membahasakan diri
sebagai calon suami Titisari?
la melihat Adipati Surengpati menegakkan kepala. Agaknya ia tak begitu
senang men-dengar ucapan sang Dewaresi. Meskipun demikian, tangannya
diangkat tinggi seakan-akan hendak memberi salam. Mendadak saja terus
dikibaskan. Dan sang Dewaresi terpental mundur dan hampir jatuh terbalik.
Untung Kebo Bangah dengan tertawa terkekeh-kekeh menolong dirinya dengan
mengibaskan tangannya pula dari belakang punggung, sehingga ia dapat
berdiri tegak kembali dan sekaligus terlontarkan pada tempatnya semula.
"Hi ha ha ha, bagus! Bagus saudara Surengpati." Kebo Bangah tertawa lebar.
"Rupanya engkau menaksir-naksir perlu calon menantumu apakah sepadan
berjajar dengan puterimu. Bagus! Bagus!"
Dengan tenang Adipati Surengpati men-jawab, "Dia pernah menghina muridku
Pringgasakti dengan barisan tabuhannya. Kali ini inginlah aku menguji
sampai di mana kepandaiaannya."
Mendengar kata-kata Adipati Surengpati, Kebo Bangah menaikkan nada
tertawanya. Suaranya luar biasa menyakitkan telinga Sangaji.
"Nah, bagaimana menurut pendapatmu saudara Surengpati. Apakah dia pantas
men-jadi menantu putrimu?" ia berhenti sebentar mengamat-amati Titisari.
"Saudara Sureng-pati! Benar-benar engkau pintar menciptakan seorang anak.
Begini cantik molek. Pantas keponakanku ini mendadak saja berubah jadi
gendeng."
Setelah berkata demikian, Kebo Bangah merogoh ke dalam saku bajunya.
Kemudian mengeluarkan sebuah kotak yang memental-kan sinar berkilauan di
tengah malam bulan gede. Bahwasanya kotak itu memantulkan cahaya di malam
hari, pastilah terbuat dari bahan logam yang berharga. Apabila bukan emas,
setidak-tidaknya suatu kotak yang di-hiasi permata.
"Anakku!" katanya kepada Titisari. "Ayah-mu seorang kaya raya. Pastilah
engkau tiada silau melihat kotak emasku dan permata-per-mata yang menghiasi
sisinya. Tetapi di dalamnya aku mempunyai semacam permainan.
Cobalah buka sendiri. Engkau akan melihat segebung jarum emas bertatahkan
permata intan. Dahulu aku pernah mengimpikan wasiat Bende Mataram yang
paling ampuh, yakni jala Korowelang. Konon kabarnya jala itu mempunyai
bandul-bandul jarum sakti. Barang siapa kena bandul jarum itu, meskipun
kebal dari segala, akan lumpuh tak berkutik. Hm... selama hidupku belum
pernah aku melihat jala sakti tersebut. Tapi aku mempunyai otak dan khayal.
Nah, kuciptakan bandul-bandul itu. Di kemudian hari, apabila aku berhasil
menemukan bahan sakti untuk membuat jala, pastilah bandul jarum ini akan
kusematkan pada tiap benang jaring. Sekarang terimalah sebagai pembayaran
emas kawin keponakanku..."
Kebo Bangah kemudian maju mengang-surkan barang berharga itu. Hati Sangaji
bergetar bukan main. Katanya dalam hati, Titisari! Apakah engkau menerima
juga ge-bungan jarum emas itu sebagai pembayaran emas kawin?
Dia terkejut berbareng kecewa, tatkala meli-hat Titisari mengulurkan tangan
menyambut kotak
tersebut. Dengan lembut Titisari mem-perdengarkan suara tertawanya.
Kemudian berkata penuh girang.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Sloth
Made it to the end of the week!
#slothsrule #slothmode #sloth #babysloth #babysloths #ilovesloths #cute
#cuteanimals #lovesloths
#animalsofig ๐คค
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
#slothsrule #slothmode #sloth #babysloth #babysloths #ilovesloths #cute
#cuteanimals #lovesloths
#animalsofig ๐คค
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
10.29.2019
Eagle eye
๐ท๐ท ๐๐ ♤♡◇♧♤♡◇♧♤♡◇♧♤♡◇♧♡♤♡◇♧♡◇♡◇♧♡◇♧ Photo by ๐ @photography.hinsche
Eagle eye !!
Super photo..........๐ท๐ท Our Congratulations.......๐ฅ๐
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Eagle eye !!
Super photo..........๐ท๐ท Our Congratulations.......๐ฅ๐
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Cheetah Cub
๐ฅ Cheetah Cub . . . .
#wildlifeonearth #wildlifeowners #wildlifeaddicts #wildlife_india
#seewildlife #destination_wild #wildlife_photography #natgeowild
#natgeoyourshot #tiger #tigers #wildlifelovers #animalelite #animal
#animals #exclusive_wildlife #wildgeography #wildlifeofinstagram
#indiaclicks #indiaview #featured_wildlife #feather_perfection
#nature_perfections #nature #bigcats #wildlife #wildlife_vision #africa
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
#wildlifeonearth #wildlifeowners #wildlifeaddicts #wildlife_india
#seewildlife #destination_wild #wildlife_photography #natgeowild
#natgeoyourshot #tiger #tigers #wildlifelovers #animalelite #animal
#animals #exclusive_wildlife #wildgeography #wildlifeofinstagram
#indiaclicks #indiaview #featured_wildlife #feather_perfection
#nature_perfections #nature #bigcats #wildlife #wildlife_vision #africa
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
BAKSO KWETIAUW FREE TETELAN
[ BAKSO KWETIAUW FREE TETELAN ]
๐ BAKSO PORSI JUMBO - IDR 20k
Isi : 2 bakso mekar + 1 bakso kasar + 2 bakso halus + 1 pangsit goreng + 1
pentol goreng + tahu
Pilihan mie : Kwetiau, mi kuning, mi so-on
๐ Bakso Kwetiau
๐JL. Cipta Menanggal 1 / 10, Surabaya (Pindahan dari Dharmawangsa)
⏰ Setiap Hari, 11.00 - 21.00
⚠️ HALAL
✔️ Wi-Fi
✔️ Go-Food & Grab Food
๐ 0812 5979 2338
๐ท @surabaya_foodies
#bakso #baksofansclub #jajanbakso #kulinerbakso #baksourat #baksoclubid
#mieayambakso #baksosapi #baksoenak #doyanbakso #baksohalus #ayomakan
#baksopedas #baksoberanak #meatball #dietmulaibesok #laperbaper #wowkuliner
#wowlaper #surabaya_foodies #pedes #maknyus #makananenak #makanannusantara
#ayomakan #hobimakan #kulinersurabaya #kulinersidoarjo #kulinersby
#surabayafood
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
๐ BAKSO PORSI JUMBO - IDR 20k
Isi : 2 bakso mekar + 1 bakso kasar + 2 bakso halus + 1 pangsit goreng + 1
pentol goreng + tahu
Pilihan mie : Kwetiau, mi kuning, mi so-on
๐ Bakso Kwetiau
๐JL. Cipta Menanggal 1 / 10, Surabaya (Pindahan dari Dharmawangsa)
⏰ Setiap Hari, 11.00 - 21.00
⚠️ HALAL
✔️ Wi-Fi
✔️ Go-Food & Grab Food
๐ 0812 5979 2338
๐ท @surabaya_foodies
#bakso #baksofansclub #jajanbakso #kulinerbakso #baksourat #baksoclubid
#mieayambakso #baksosapi #baksoenak #doyanbakso #baksohalus #ayomakan
#baksopedas #baksoberanak #meatball #dietmulaibesok #laperbaper #wowkuliner
#wowlaper #surabaya_foodies #pedes #maknyus #makananenak #makanannusantara
#ayomakan #hobimakan #kulinersurabaya #kulinersidoarjo #kulinersby
#surabayafood
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Western Crowned-pigeons
"Had an incredible encounter today with four Western Crowned-pigeons on the
island of Waigeo today. I have never seem these birds more relaxed and we
got to spend nearly 30 minutes with them as they fed along the road.
Honestly, I could probably put together a top five birds for New Guinea
without a single bird of paradise and have no regrets. This would certainly
be among the five."-Uropsalis
_______________________________
Owner: @uropsalis
_______________________________
Go to our website and create a profile to be part of the conversations on
all things game birds. Follow us on Facebook as well.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
island of Waigeo today. I have never seem these birds more relaxed and we
got to spend nearly 30 minutes with them as they fed along the road.
Honestly, I could probably put together a top five birds for New Guinea
without a single bird of paradise and have no regrets. This would certainly
be among the five."-Uropsalis
_______________________________
Owner: @uropsalis
_______________________________
Go to our website and create a profile to be part of the conversations on
all things game birds. Follow us on Facebook as well.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Serangga
TEBRฤฐKLER๐๐ป๐๐ป๐๐๐ป๐๐ป๐๐ป
Congratulations !!!
➖➖➖๐ฆ➖➖➖
Photo by ๐ @thomas_marent ๐
Seçim/selected by ๐ @ekilemmm ๐
➖➖➖๐ฆ➖➖➖
Kardeล sayfalarฤฑmฤฑz
@turklikeben
@turklikeben_people
@turklikeben_woman
@turklikebenbnw
➖➖➖๐ฆ➖➖➖
#dreamland_arts_of_nature #magic_dreams
#divine_forest #earthofficial #eclectic_shotz
#tree_magic #tree_brilliance #tree_captures
#tmoosouls #special_shots #ig_shotz_trees
#trees_of_darkness_ #splendid_woodlands
#earthpix #global_hotshotz #globalcapture
#fortheloveofbranches #bestforestmood
#nature_worldwide_trees #bpa_nature
#thedreaminglens #awesomeearth
#lensloves_nature #discoverearth
#fantastic_earth #discoverglobe
#enchanting_forest_ebenphotos
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Congratulations !!!
➖➖➖๐ฆ➖➖➖
Photo by ๐ @thomas_marent ๐
Seçim/selected by ๐ @ekilemmm ๐
➖➖➖๐ฆ➖➖➖
Kardeล sayfalarฤฑmฤฑz
@turklikeben
@turklikeben_people
@turklikeben_woman
@turklikebenbnw
➖➖➖๐ฆ➖➖➖
#dreamland_arts_of_nature #magic_dreams
#divine_forest #earthofficial #eclectic_shotz
#tree_magic #tree_brilliance #tree_captures
#tmoosouls #special_shots #ig_shotz_trees
#trees_of_darkness_ #splendid_woodlands
#earthpix #global_hotshotz #globalcapture
#fortheloveofbranches #bestforestmood
#nature_worldwide_trees #bpa_nature
#thedreaminglens #awesomeearth
#lensloves_nature #discoverearth
#fantastic_earth #discoverglobe
#enchanting_forest_ebenphotos
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
The Giant Forest Ant
A beautiful photo by @thru_de_lenz
Congratulations for being selected for a place in this gallery! ๐ ๐ ๐
•
And most of all thank you Lenz for sharing your work with us. Be sure to
show some support and give this gallery a visit. Tag #insectguru for a
chance to be featured.
•
The Giant Forest Ant
•
Dinomyrmex is a monotypic genus of ant containing the species Dinomyrmex
gigas or giant forest ant. D. gigas is a large species of ant, native to
Southeast Asian forests. It is one of the largest ants in existence,
measuring in at 20.9 mm for normal workers, and 28.1 mm for the soldiers.
Honeydew makes up 90% of their diet, but they will also consume insects and
bird droppings. The ant is an effective forager, utilizing both efficient
communication and recruitment. A handful of these ants may meet at night to
engage in what has been observed to be ritual battle. These fights can
continue for several months.
•
#ant #ants #naturelove #naturelovers #nature #insect #insects #fact #facts
#world #savetheplanet #earth #forest #entomology #naturehike #naturelovers
#natureisbeautiful #nature #naturewalk #naturephotograph #dayshots
#insectsofinstagram #photooftheday #fauna
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Congratulations for being selected for a place in this gallery! ๐ ๐ ๐
•
And most of all thank you Lenz for sharing your work with us. Be sure to
show some support and give this gallery a visit. Tag #insectguru for a
chance to be featured.
•
The Giant Forest Ant
•
Dinomyrmex is a monotypic genus of ant containing the species Dinomyrmex
gigas or giant forest ant. D. gigas is a large species of ant, native to
Southeast Asian forests. It is one of the largest ants in existence,
measuring in at 20.9 mm for normal workers, and 28.1 mm for the soldiers.
Honeydew makes up 90% of their diet, but they will also consume insects and
bird droppings. The ant is an effective forager, utilizing both efficient
communication and recruitment. A handful of these ants may meet at night to
engage in what has been observed to be ritual battle. These fights can
continue for several months.
•
#ant #ants #naturelove #naturelovers #nature #insect #insects #fact #facts
#world #savetheplanet #earth #forest #entomology #naturehike #naturelovers
#natureisbeautiful #nature #naturewalk #naturephotograph #dayshots
#insectsofinstagram #photooftheday #fauna
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
The crested serpent eagle
The crested serpent eagle (Spilornis cheela) is a medium-sized bird of prey
that is found in forested habitats across tropical Asia. Within its
widespread range across the Indian Subcontinent, Southeast Asia and East
Asia, there are considerable variations and some authorities prefer to
treat several of its subspecies as completely separate species.[2] In the
past, several species including the Philippine serpent eagle (S.
holospila), Andaman serpent eagle (S. elgini) and South Nicobar serpent
eagle (S. klossi) were treated as subspecies of the Crested serpent eagle.
All members within the species complex have a large looking head with long
feathers on the back of the head giving them a maned and crested
appearance. The face is bare and yellow joining up with the ceres while the
powerful feet are unfeathered and heavily scaled. They fly over the forest
canopy on broad wings and tail have wide white and black bars. They call
often with a loud, piercing and familiar three or two-note call. They often
feed on snakes, giving them their name and are placed along with the
Circaetus snake-eagles in the subfamily Circaetinae.
๐ @sehreh.canary ๐น by @udnleo
#wildbird #wildbirds #total_birds #ip_birds #instagram #ig_birdwatchers
#insta_birds #animals #nature #best_birds_of_ig #best_birds_planet
#bestbirds #bestbirdshots #bestbirdsofinstagram #best_bird_shots
#bird_watchers #bird_brilliance #bird_lovers #birdextreme #bird_extreme
#bird_watchers_daily
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
that is found in forested habitats across tropical Asia. Within its
widespread range across the Indian Subcontinent, Southeast Asia and East
Asia, there are considerable variations and some authorities prefer to
treat several of its subspecies as completely separate species.[2] In the
past, several species including the Philippine serpent eagle (S.
holospila), Andaman serpent eagle (S. elgini) and South Nicobar serpent
eagle (S. klossi) were treated as subspecies of the Crested serpent eagle.
All members within the species complex have a large looking head with long
feathers on the back of the head giving them a maned and crested
appearance. The face is bare and yellow joining up with the ceres while the
powerful feet are unfeathered and heavily scaled. They fly over the forest
canopy on broad wings and tail have wide white and black bars. They call
often with a loud, piercing and familiar three or two-note call. They often
feed on snakes, giving them their name and are placed along with the
Circaetus snake-eagles in the subfamily Circaetinae.
๐ @sehreh.canary ๐น by @udnleo
#wildbird #wildbirds #total_birds #ip_birds #instagram #ig_birdwatchers
#insta_birds #animals #nature #best_birds_of_ig #best_birds_planet
#bestbirds #bestbirdshots #bestbirdsofinstagram #best_bird_shots
#bird_watchers #bird_brilliance #bird_lovers #birdextreme #bird_extreme
#bird_watchers_daily
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Lidah kucing yg kasar
Kalau anda memiliki seekor kucing, tentunya anda juga pernah dijilati
kucing kesayangan anda tersebut. Karena itu tanda kalau dia sayang kepada
anda. Nah, anda pasti bertanya-tanya kenapa lidah kucing terasa sangat
kasar seperti amplas??? Jawabannya adalah sebagai berikut :
Lidah kucing memiliki fitur khusus yang disebut "papillae". Papillae
merupakan sesuatu yang tumbuh di lidah yang menyerupai rambut.
Pertumbuhannya melengkung ke dalam dan sangat kuat karena strukturnya
terbentuk dari zat keratin, zat yang sama dengan yang terdapat pada kuku
manusia.
Fungsi papillae ini bermacam-macam. Salah satunya adalah untuk "menyisir"
bulu si kucing. Anda tentu sudah tidak asing dengan perilaku kucing yang
suka menjilati bulunya sendiri bukan??? Fungsi lainnya adalah untuk
mencengkeram makanan dan berburu. Selain taringnya yang kuat, mangsa yang
sudah digigit si kucing akan sulit melepaskan diri karena jidah kucing juga
ikut andil dalam hal ini. Bagi kucing liar, lidah kasar ini juga digunakan
untuk "mengupas" daging mangsanya yang menempel di tulang. Sehingga tidak
ada lagi daging yang tersisa di tulang mangsanya. Selain itu dengan lidah
yang kasar ini, kucing dapat mengambil remah makanan yang kecil yang
terjatuh di lantai.
Papillae ini juga berfungsi sebagai indera perasa bagi si kucing. So,
kucing memiliki selera makanan yang lebih berasa daripada anjing.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
kucing kesayangan anda tersebut. Karena itu tanda kalau dia sayang kepada
anda. Nah, anda pasti bertanya-tanya kenapa lidah kucing terasa sangat
kasar seperti amplas??? Jawabannya adalah sebagai berikut :
Lidah kucing memiliki fitur khusus yang disebut "papillae". Papillae
merupakan sesuatu yang tumbuh di lidah yang menyerupai rambut.
Pertumbuhannya melengkung ke dalam dan sangat kuat karena strukturnya
terbentuk dari zat keratin, zat yang sama dengan yang terdapat pada kuku
manusia.
Fungsi papillae ini bermacam-macam. Salah satunya adalah untuk "menyisir"
bulu si kucing. Anda tentu sudah tidak asing dengan perilaku kucing yang
suka menjilati bulunya sendiri bukan??? Fungsi lainnya adalah untuk
mencengkeram makanan dan berburu. Selain taringnya yang kuat, mangsa yang
sudah digigit si kucing akan sulit melepaskan diri karena jidah kucing juga
ikut andil dalam hal ini. Bagi kucing liar, lidah kasar ini juga digunakan
untuk "mengupas" daging mangsanya yang menempel di tulang. Sehingga tidak
ada lagi daging yang tersisa di tulang mangsanya. Selain itu dengan lidah
yang kasar ini, kucing dapat mengambil remah makanan yang kecil yang
terjatuh di lantai.
Papillae ini juga berfungsi sebagai indera perasa bagi si kucing. So,
kucing memiliki selera makanan yang lebih berasa daripada anjing.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Cakar yg tajam
Sharp talons
Golden eagle ๐ฆ
.
.
#crownedeagle #ornatehawkeagle #eagle #king #of #the #sky #eagles
#wildlife #baldeagle #baldeagles #birdofprey #goldeneagle #hawkeagle
#king__eagle #eagleeye #art #martialeagle #photooftheday #falconry #wild
#followus #harpyeagle #fisheagle #big #philippineeagle #animal #beast #top
#stellersseaeagle
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Golden eagle ๐ฆ
.
.
#crownedeagle #ornatehawkeagle #eagle #king #of #the #sky #eagles
#wildlife #baldeagle #baldeagles #birdofprey #goldeneagle #hawkeagle
#king__eagle #eagleeye #art #martialeagle #photooftheday #falconry #wild
#followus #harpyeagle #fisheagle #big #philippineeagle #animal #beast #top
#stellersseaeagle
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Oarfish
Massive oarfish washed up on shore in the Philippines๐ฒ๐ฌ๐ Would you wanna
carry this⁉️
Via: @snagfish
Got a monster fish?๐ธ Tag us! ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
#fishing #fishing๐ #fishingtrip #fishingaddicts #fishingaddict
#fishingphoto #instagramfishing #saltlife #saltlife๐ฃ #monsterfish
#reelmonsters #bigfish #hugefish #seamonster #saltwaterfishing #seafishing
#offshorefishing #deepseafishing
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
carry this⁉️
Via: @snagfish
Got a monster fish?๐ธ Tag us! ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
#fishing #fishing๐ #fishingtrip #fishingaddicts #fishingaddict
#fishingphoto #instagramfishing #saltlife #saltlife๐ฃ #monsterfish
#reelmonsters #bigfish #hugefish #seamonster #saltwaterfishing #seafishing
#offshorefishing #deepseafishing
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@ Bagian 251
@bende mataram@
Bagian 251
"Eh, kenapa kau mesti berpikir sampai begitu," kata Titisari dengan tertawa
riang. "Sehari kita boleh bergaul lebih lama, kita per-gunakan saat itu
sebaik-baiknya."
Terang sekali maksud gadis itu. Dalam rasa putus asa ia mencoba hendak
mengulur waktu. Dan hati Sangaji yang perasa kian menjadi terharu. Maka tak
sampai hati ia menolak.
Mereka terus saja menuju ke Imogiri dengan melalui Desa Tunjungan, Krajan,
Randu-gunting dan Kalasan. Di Kalasan mereka membeli seekor kuda, karena
kuda Titisari telah dilarikan Sanjaya. Kemudian melanjutkan perjalanan ke
Imogiri. Kini perjalanan mereka jauh lebih cepat. Sebelum matahari
mendekati cakrawala, sampailah mereka di makam keluarga raja Imogiri.
Keadaan makam keluarga raja di Imogiri pada dewasa itu tidaklah sejernih
kini. Kesannya sangat gawat, angker dan berper-bawa. Makam itu sendiri
berada di atas gundukan tinggi, diapit-apit bukit yang berbentuk memanjang,
pohon-pohon besar memayungi tempat-tempat tertentu. Desa yang berada di
seberang menyeberang jalan belumlah serapat sekarang. Seluruhnya hampir
tertutup hutan bambu yang menyekat batu-batu alam yang berkesan maha
perkasa dan angkuh.
Peraturan menjenguk makam keluarga raja, sangat keras pula. Seorang
pengantar tak diperkenankan mendekati pintu gerbang ter-lalu dekat. Karena
Sangaji bukan keturunan raja, maka ia seperti tersekati tembok tinggi.
Tatkala Titisari diizinkan memasuki makam, terpaksalah ia menunggu jauh di
luar gerbang seperti anak keserakat.
Ia mendongkol kenapa mesti diperlakukan demikian. Pikirnya, bukankah
manusia ini berketurunan sama dan berderajat sama pula? Raja berhidung satu
aku pun berhidung satu. Raja bermata dua, aku pun bermata dua. Raja
bermulut satu, aku pun bermulut satu.Terasa sekali dalam hatinya, betapa
orang-orang besar ini membuat susah orang-orang kecil belaka yang tak
berkelas. Tetapi ia tak mempunyai kekuasaan untuk menentang
peraturan-peraturan yang memisahkan antara manusia dan manusia. Maka mau
tak mau ia harus tunduk kepada suatu keharusan itu.
Karena kesal ia mundar-mandir di luar tembok. Kudanya kemudian dititipkan
kepada salah seorang penduduk kampung. Ia menge-mukakan kekesalan hatinya.
"Naik bukit sana saja, Gus," kata orang itu. "Dari sana bisa melihat
seluruh makam."
Girang Sangaji mendengar saran itu. Cepat ia merogoh uang untuk makanan
kudanya, kemudian lari mendaki bukit sebelah tenggara. Maka benar juga kata
orang itu. Dari atas bukit ia bisa menjenguk makam sepuas-puasnya. Hanya
saja Titisari tak terlihat olehnya.
Barangkali dia lagi mendekati makam ibu-nya, pikirnya menghibur diri.
Biarlah dia menengok makam ibunya sepuas-puasnya.
Masakan aku tak mengetahui, manakala ia sudah rampung.
Kemudian beralihlah dia menyelidiki bukit. Di sana sini banyak tumbuh pohon
jambu. Rumput alam tebal menutupi buminya. Maka duduklah ia menghempaskan diri.
Senang ia duduk di atas rumput tebal itu. Hanya saja hatinya terlalu
kosong. Untuk iseng, ia mengingat-ingat kembali pada jurus-jurus ajaran
Kyai Kasan Kesambi yang ternyata dahsyat tak terkira. Teringat akan jurus
itu, teringatlah pula ia kepada gurunya. Hatinya terus saja bergolak hebat.
Tak terasa ia melakukan setiap perubahan jurusnya dengan sungguh-sungguh.
Tatkala matahari telah tenggelam di barat, ia berhenti beristirahat.
Kembali ia mengamat-amati makam. Keadaannya sunyi lengang. Namun Titisari
tak nampak batang hidungnya.
Kini rasa dahaga dan lapar mulai menggoda. Teringat kepandaian Titisari
memasak, liurnya terus saja cerocosan.
Tiba-tiba dia teringat buah-buah jambu yang bergelantungan dengan merdeka.
Karena rasa lapar makin lama makin menggigit perutnya, tak berpikir panjang
lagi terus saja memanjat dan
menggerumuti jambu sampai perutnya terasa jadi kenyang.
Dari atas pohon ia mencoba mengamat-amati kembali pintu gerbang yang kini
sudah nampak samar-samar. Masih saja sunyi sepi.
Hai! Ke manakah Titisari? Apakah dia mesti menginap? pikirnya
menebak-menebak. Hatinya mulai curiga. Mendadak saja terasalah kesiur angin
meraba lengannya. Tak setahunya sendiri, bulu romanya menggelidik. Kemudian
terdengar suara lamat-lamat, tapi terang.
"Hm...! Begitulah caramu hendak menuntut dendam gurumu?"
Keruan saja, Sangaji terkejut bukan main. Cepat ia menoleh, tetapi
sekelumit bayangan manusia tiada sama sekali, la jadi keheran-heranan.
Sangaji adalah seorang pemuda yang memperoleh didikan barat dalam masa
per-tumbuhannya mencapai jenjang kedewasaan, perkara hantu, iblis, setan
atau demit masih tipis baginya. Karena itu, suara yang didengarnya tadi
tidaklah cepat-cepat mengingatkannya kepada dunia makhluk halus. Meskipun
ia kini berada di atas sebuah bukit yang melingkupi makam besar di waktu
malam hari.
Segera ia meloncat turun ke tanah dengan hati penasaran. Pikirnya, masakan
telingakusalah tangkap? Ia celingukan ' menyelidiki sekitarnya. Keadaannya
sunyi senyap seperti sediakala.
Dia mengingatkan aku kepada penuntutan dendam guruku. Siapa dia? pikirnya
berteka-teki. Pastilah dia mengetahui tentang keadaan pertapaan Gunung
Damar. Tetapi terang suara tadi bukanlah suara Paman Gagak Handaka,
Ranggajaya, Bagus Kempong dan Surya-ningrat. Hm... apakah peristiwa keji
itu kini telah menjadi pembicaraan umum?
Selagi ia sibuk menduga-duga dari arah kiri terdengar suara orang mengeluh
berat. Kaget ia menoleh. Juga kali ini tiada tanda-tanda adanya seseorang.
Akhirnya dia berkata nyaring, "Agaknya Tuan mengenal diriku, sebaliknya aku
tidak. Apakah Tuan berkebe-ratan menampakkan diri kepadaku?" Sangaji
menunggu, tetapi tiada jawaban. Lalu ia berkata lagi, "Baiklah... sekiranya
Tuan tak sudi menampakkan diri, maukah menyebut nama Tuan?"
Kembali lagi tiada jawaban, seolah-olah kata-katanya tiada berharga
sepeserpun juga untuk dilayani. Karena itu, betapa sabar Sangaji ia adalah
seorang pemuda yang gam-pang tersinggung kehormatannya. Dengan mengeraskan
diri, ia mulai menyelidiki mah-kota pohon-pohonan. Mendadak terdengar suara
dari arah selatan.
"Seorang laki-laki, masakan merengek-rengek seperti perempuan?"
Sadarlah Sangaji, bahwa ia lagi berhadapan dengan seseorang yang berilmu
tinggi. Tadi berada di belakang, kemudian beralih ke sebe-lah kiri.
Mendadak saja kini sudah berpindah di sebelah selatan.
Baik kau suruh aku mengetahui siapa dirimu tanpa bertanya asalkan engkau
bukan malaikat, masakan aku tak mampu, pikirnya dalam hati. Lantas saja ia
melesat menubruk segerombol belukar yang berada di sebelah selatan. Tetapi
ia menubruk angin. Kemudian jauh di depannya terdengar suara
menter-tawakan. Keruan saja, hatinya jadi panas. Dengan memusatkan seluruh
kemampuannya, ia terus memburu.
Kepandaian Sangaji dalam hal kegesitan sepuluh kali lebih tinggi daripada
sewaktu baru merantau dari Jakarta. Ilmu itu diperolehnya dari Gagak Seta.
Meskipun demikian, setelah memburu sekian lamanya tak mampu menemukan
buruannya. Kini ia telah melintasi ting-- gi bukit dan turun ke sebelah
utara. Keadaan seberang menyeberang merupakan alam terbuka tiada pohonnya.
Hanya di sana sini nampak beberapa batu gundukan mencongakkan diri dari
bumi. Melihat keadaan itu ia jadi ragu-ragu. Pikirnya, tak mungkin
buruannya melintasi alam terbuka. Bukankah gampang terlihat?
Setelah menimbang-nimbang sebentar ia bermaksud hendak kembali. Tiba-tiba
terde-ngar suara bergemeresek seperti binatang galak mengikuti dari
belakang. Kaget ia memutar tubuh,
tapi kembali tiada sesuatu. Tatkala berputar lagi menghadap ke utara
matanya yang tajam menangkap sesosok bayangan berkelebat di sana. Karena
itu tanpa berpikir panjang lagi terus saja ia mengejar.
Watak Sangaji memang ulet dan tabah, la tahu, dirinya lagi dipermainkan
seorang yang kepandaiannya sepuluh atau seratus kali lipat daripadanya.
Tetapi ia enggan menyerang atau berputus asa, apa lagi tadi kena disindir
begitu tajam. Manakala belum bisa mengetahui alasan orang itu mempermainkan
dirinya, betapa dia sudi menyudahi. Itulah sebabnya, dengan mati-matian ia
terus mengejar, menye-lidiki dan menebak-nebak, ia tak percaya, se-orang
manusia bisa terbang atau menghilang.
Terang sekali, tadi kulihat ada bayangannya.
Pasti dia seorang manusia yang berdarah dan berdaging, pikirnya yakin.
Bukit yang satu telah dituruni. Kini ia men-daki bukit yang lain. Kemudian
lapangan ter-buka dan sawah ladang. Dan orang itu tetap mempermainkan dari
tempat ke tempat.
Tak terasa larut malam telah tiba dengan diam-diam. Sangaji terus mencari
ubek-ubekan dan mengejar-ngejar tak keruan tujuannya. Kini ia mulai
melintasi desa-desa. Akhirnya tiba pada suatu petak tanah dekat rumpun
bambu yang merupakan sebidang hutan. Rasa capai mulai terasa. Napasnya
mulai menyekati rongga dadanya pula. Lambat laun ia kehilangan pegangan.
Hm! Orang itu benar-benar tinggi ilmunya. Sepuluh kali lipat mungkin
seratus kali lipat daripadaku. Kalau ia mau mencelakai diriku samalah
gampangnya seperti membalik tela-pak tangan. Mengapa dia tak berbuat
demi-kian? Baiklah aku berhenti saja. Siapa tahu, dia malah sudi memberi
keterangan.
Memperoleh pikiran demikian, terus saja ia berhenti. Kemudian duduk
bersimpuh di atas batu mengatur pernapasan. Diam-diam otaknya lantas
berputar mengingat-ingat tokoh-tokoh ternama pada zaman itu. Teringatlah
dia kepada tutur kata gurunya, bahwa kakek gunanya Kyai Kasan Kesambi
termasuk salah seorang dari tujuh orang sakti urutan pertama.
Kemudian, almarhum Mangkubumi I, Adipati Surengpati, almarhum Pangeran
Samber Nyawa, Gagak Seta, almarhum Haji Lukman Hakim dan Kebo Bangah.
Mengingat kepandaian orang itu, pastilah dia termasuk salah seorang tokoh
dari mereka. Tetapi siapa! Dari ketujuh tokoh sakti itu, dia telah mengenal
tiga di antaranya. Yakni, Adipati Surengpati, Gagak Seta dan Kyai Kasan
Kesambi.
Yang belum dan masih hidup, tinggal Kebo Bangah paman sang Dewaresi. Dan
begitu teringat kepada tokoh itu tak tersa hatinya menggelidik. Maklumlah,
dengan sang Dewaresi ia pernah mengukur kepandaiannya. Masakan pamannya
akan tinggal berpeluk tangan belaka? Sebagai seorang tokoh sakti yang pasti
tinggi hati, sudah barang tentu tak mungkin tinggal diam mendengar
keponakan-nya menanggung malu tatkala kena diper-mainkan Titisari.
"Ah, tidak mungkin! Tidak mungkin! Tidak mungkin!" Ia mencoba menghibur
diri. "Masakan tokoh setinggi, itu merasa perlu berlari-lari menguji diriku
sewaktu hendak membalas dendam?"
Tapi apabila bukan, lantas siapa orang itu? Pastilah orang itu tidak perlu
kalah berlawan mereka bertujuh. Apa sebab tak termasuk dalam daftar
namanya? Tiba-tiba selagi ia bergelisah, terdengarlah bergemeresek dua
puluh langkah di depannya. Kemudian suara itu terdengar lagi, "Bocah tolol!
Masakan sela-ma itu belum mengenal siapa aku? Apakah engkau masih berotak
udang? Mengasolah dan simpanlah tenagamu!"
Mendengar istilah tolol dan deretan kalimat yang cukup panjang itu,
akhirnya Sangaji ter-sadar. Terus saja terlompatlah perkataannya, "Ah! Guru
memang aku tolol!"
Kini hilanglah teka-teki yang membi-ngungkan otaknya yang sederhana. Dialah
gurunya. Gagak Seta yang terkenal aneh wataknya, la bagaikan seekor naga
sakti. Kena terlihat ekornya, tapi tiada kepalanya. Apa yang lagi
dikerjakan, tak mudah orang menebaknya.
Sangaji menunggu beberapa waktu lama-nya, namun Gagak Seta tak muncul di
depan-nya. Teringat akan tabiatnya, maka terus saja ia membungkuk hormat
sambil berkata ren-dah.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Bagian 251
"Eh, kenapa kau mesti berpikir sampai begitu," kata Titisari dengan tertawa
riang. "Sehari kita boleh bergaul lebih lama, kita per-gunakan saat itu
sebaik-baiknya."
Terang sekali maksud gadis itu. Dalam rasa putus asa ia mencoba hendak
mengulur waktu. Dan hati Sangaji yang perasa kian menjadi terharu. Maka tak
sampai hati ia menolak.
Mereka terus saja menuju ke Imogiri dengan melalui Desa Tunjungan, Krajan,
Randu-gunting dan Kalasan. Di Kalasan mereka membeli seekor kuda, karena
kuda Titisari telah dilarikan Sanjaya. Kemudian melanjutkan perjalanan ke
Imogiri. Kini perjalanan mereka jauh lebih cepat. Sebelum matahari
mendekati cakrawala, sampailah mereka di makam keluarga raja Imogiri.
Keadaan makam keluarga raja di Imogiri pada dewasa itu tidaklah sejernih
kini. Kesannya sangat gawat, angker dan berper-bawa. Makam itu sendiri
berada di atas gundukan tinggi, diapit-apit bukit yang berbentuk memanjang,
pohon-pohon besar memayungi tempat-tempat tertentu. Desa yang berada di
seberang menyeberang jalan belumlah serapat sekarang. Seluruhnya hampir
tertutup hutan bambu yang menyekat batu-batu alam yang berkesan maha
perkasa dan angkuh.
Peraturan menjenguk makam keluarga raja, sangat keras pula. Seorang
pengantar tak diperkenankan mendekati pintu gerbang ter-lalu dekat. Karena
Sangaji bukan keturunan raja, maka ia seperti tersekati tembok tinggi.
Tatkala Titisari diizinkan memasuki makam, terpaksalah ia menunggu jauh di
luar gerbang seperti anak keserakat.
Ia mendongkol kenapa mesti diperlakukan demikian. Pikirnya, bukankah
manusia ini berketurunan sama dan berderajat sama pula? Raja berhidung satu
aku pun berhidung satu. Raja bermata dua, aku pun bermata dua. Raja
bermulut satu, aku pun bermulut satu.Terasa sekali dalam hatinya, betapa
orang-orang besar ini membuat susah orang-orang kecil belaka yang tak
berkelas. Tetapi ia tak mempunyai kekuasaan untuk menentang
peraturan-peraturan yang memisahkan antara manusia dan manusia. Maka mau
tak mau ia harus tunduk kepada suatu keharusan itu.
Karena kesal ia mundar-mandir di luar tembok. Kudanya kemudian dititipkan
kepada salah seorang penduduk kampung. Ia menge-mukakan kekesalan hatinya.
"Naik bukit sana saja, Gus," kata orang itu. "Dari sana bisa melihat
seluruh makam."
Girang Sangaji mendengar saran itu. Cepat ia merogoh uang untuk makanan
kudanya, kemudian lari mendaki bukit sebelah tenggara. Maka benar juga kata
orang itu. Dari atas bukit ia bisa menjenguk makam sepuas-puasnya. Hanya
saja Titisari tak terlihat olehnya.
Barangkali dia lagi mendekati makam ibu-nya, pikirnya menghibur diri.
Biarlah dia menengok makam ibunya sepuas-puasnya.
Masakan aku tak mengetahui, manakala ia sudah rampung.
Kemudian beralihlah dia menyelidiki bukit. Di sana sini banyak tumbuh pohon
jambu. Rumput alam tebal menutupi buminya. Maka duduklah ia menghempaskan diri.
Senang ia duduk di atas rumput tebal itu. Hanya saja hatinya terlalu
kosong. Untuk iseng, ia mengingat-ingat kembali pada jurus-jurus ajaran
Kyai Kasan Kesambi yang ternyata dahsyat tak terkira. Teringat akan jurus
itu, teringatlah pula ia kepada gurunya. Hatinya terus saja bergolak hebat.
Tak terasa ia melakukan setiap perubahan jurusnya dengan sungguh-sungguh.
Tatkala matahari telah tenggelam di barat, ia berhenti beristirahat.
Kembali ia mengamat-amati makam. Keadaannya sunyi lengang. Namun Titisari
tak nampak batang hidungnya.
Kini rasa dahaga dan lapar mulai menggoda. Teringat kepandaian Titisari
memasak, liurnya terus saja cerocosan.
Tiba-tiba dia teringat buah-buah jambu yang bergelantungan dengan merdeka.
Karena rasa lapar makin lama makin menggigit perutnya, tak berpikir panjang
lagi terus saja memanjat dan
menggerumuti jambu sampai perutnya terasa jadi kenyang.
Dari atas pohon ia mencoba mengamat-amati kembali pintu gerbang yang kini
sudah nampak samar-samar. Masih saja sunyi sepi.
Hai! Ke manakah Titisari? Apakah dia mesti menginap? pikirnya
menebak-menebak. Hatinya mulai curiga. Mendadak saja terasalah kesiur angin
meraba lengannya. Tak setahunya sendiri, bulu romanya menggelidik. Kemudian
terdengar suara lamat-lamat, tapi terang.
"Hm...! Begitulah caramu hendak menuntut dendam gurumu?"
Keruan saja, Sangaji terkejut bukan main. Cepat ia menoleh, tetapi
sekelumit bayangan manusia tiada sama sekali, la jadi keheran-heranan.
Sangaji adalah seorang pemuda yang memperoleh didikan barat dalam masa
per-tumbuhannya mencapai jenjang kedewasaan, perkara hantu, iblis, setan
atau demit masih tipis baginya. Karena itu, suara yang didengarnya tadi
tidaklah cepat-cepat mengingatkannya kepada dunia makhluk halus. Meskipun
ia kini berada di atas sebuah bukit yang melingkupi makam besar di waktu
malam hari.
Segera ia meloncat turun ke tanah dengan hati penasaran. Pikirnya, masakan
telingakusalah tangkap? Ia celingukan ' menyelidiki sekitarnya. Keadaannya
sunyi senyap seperti sediakala.
Dia mengingatkan aku kepada penuntutan dendam guruku. Siapa dia? pikirnya
berteka-teki. Pastilah dia mengetahui tentang keadaan pertapaan Gunung
Damar. Tetapi terang suara tadi bukanlah suara Paman Gagak Handaka,
Ranggajaya, Bagus Kempong dan Surya-ningrat. Hm... apakah peristiwa keji
itu kini telah menjadi pembicaraan umum?
Selagi ia sibuk menduga-duga dari arah kiri terdengar suara orang mengeluh
berat. Kaget ia menoleh. Juga kali ini tiada tanda-tanda adanya seseorang.
Akhirnya dia berkata nyaring, "Agaknya Tuan mengenal diriku, sebaliknya aku
tidak. Apakah Tuan berkebe-ratan menampakkan diri kepadaku?" Sangaji
menunggu, tetapi tiada jawaban. Lalu ia berkata lagi, "Baiklah... sekiranya
Tuan tak sudi menampakkan diri, maukah menyebut nama Tuan?"
Kembali lagi tiada jawaban, seolah-olah kata-katanya tiada berharga
sepeserpun juga untuk dilayani. Karena itu, betapa sabar Sangaji ia adalah
seorang pemuda yang gam-pang tersinggung kehormatannya. Dengan mengeraskan
diri, ia mulai menyelidiki mah-kota pohon-pohonan. Mendadak terdengar suara
dari arah selatan.
"Seorang laki-laki, masakan merengek-rengek seperti perempuan?"
Sadarlah Sangaji, bahwa ia lagi berhadapan dengan seseorang yang berilmu
tinggi. Tadi berada di belakang, kemudian beralih ke sebe-lah kiri.
Mendadak saja kini sudah berpindah di sebelah selatan.
Baik kau suruh aku mengetahui siapa dirimu tanpa bertanya asalkan engkau
bukan malaikat, masakan aku tak mampu, pikirnya dalam hati. Lantas saja ia
melesat menubruk segerombol belukar yang berada di sebelah selatan. Tetapi
ia menubruk angin. Kemudian jauh di depannya terdengar suara
menter-tawakan. Keruan saja, hatinya jadi panas. Dengan memusatkan seluruh
kemampuannya, ia terus memburu.
Kepandaian Sangaji dalam hal kegesitan sepuluh kali lebih tinggi daripada
sewaktu baru merantau dari Jakarta. Ilmu itu diperolehnya dari Gagak Seta.
Meskipun demikian, setelah memburu sekian lamanya tak mampu menemukan
buruannya. Kini ia telah melintasi ting-- gi bukit dan turun ke sebelah
utara. Keadaan seberang menyeberang merupakan alam terbuka tiada pohonnya.
Hanya di sana sini nampak beberapa batu gundukan mencongakkan diri dari
bumi. Melihat keadaan itu ia jadi ragu-ragu. Pikirnya, tak mungkin
buruannya melintasi alam terbuka. Bukankah gampang terlihat?
Setelah menimbang-nimbang sebentar ia bermaksud hendak kembali. Tiba-tiba
terde-ngar suara bergemeresek seperti binatang galak mengikuti dari
belakang. Kaget ia memutar tubuh,
tapi kembali tiada sesuatu. Tatkala berputar lagi menghadap ke utara
matanya yang tajam menangkap sesosok bayangan berkelebat di sana. Karena
itu tanpa berpikir panjang lagi terus saja ia mengejar.
Watak Sangaji memang ulet dan tabah, la tahu, dirinya lagi dipermainkan
seorang yang kepandaiannya sepuluh atau seratus kali lipat daripadanya.
Tetapi ia enggan menyerang atau berputus asa, apa lagi tadi kena disindir
begitu tajam. Manakala belum bisa mengetahui alasan orang itu mempermainkan
dirinya, betapa dia sudi menyudahi. Itulah sebabnya, dengan mati-matian ia
terus mengejar, menye-lidiki dan menebak-nebak, ia tak percaya, se-orang
manusia bisa terbang atau menghilang.
Terang sekali, tadi kulihat ada bayangannya.
Pasti dia seorang manusia yang berdarah dan berdaging, pikirnya yakin.
Bukit yang satu telah dituruni. Kini ia men-daki bukit yang lain. Kemudian
lapangan ter-buka dan sawah ladang. Dan orang itu tetap mempermainkan dari
tempat ke tempat.
Tak terasa larut malam telah tiba dengan diam-diam. Sangaji terus mencari
ubek-ubekan dan mengejar-ngejar tak keruan tujuannya. Kini ia mulai
melintasi desa-desa. Akhirnya tiba pada suatu petak tanah dekat rumpun
bambu yang merupakan sebidang hutan. Rasa capai mulai terasa. Napasnya
mulai menyekati rongga dadanya pula. Lambat laun ia kehilangan pegangan.
Hm! Orang itu benar-benar tinggi ilmunya. Sepuluh kali lipat mungkin
seratus kali lipat daripadaku. Kalau ia mau mencelakai diriku samalah
gampangnya seperti membalik tela-pak tangan. Mengapa dia tak berbuat
demi-kian? Baiklah aku berhenti saja. Siapa tahu, dia malah sudi memberi
keterangan.
Memperoleh pikiran demikian, terus saja ia berhenti. Kemudian duduk
bersimpuh di atas batu mengatur pernapasan. Diam-diam otaknya lantas
berputar mengingat-ingat tokoh-tokoh ternama pada zaman itu. Teringatlah
dia kepada tutur kata gurunya, bahwa kakek gunanya Kyai Kasan Kesambi
termasuk salah seorang dari tujuh orang sakti urutan pertama.
Kemudian, almarhum Mangkubumi I, Adipati Surengpati, almarhum Pangeran
Samber Nyawa, Gagak Seta, almarhum Haji Lukman Hakim dan Kebo Bangah.
Mengingat kepandaian orang itu, pastilah dia termasuk salah seorang tokoh
dari mereka. Tetapi siapa! Dari ketujuh tokoh sakti itu, dia telah mengenal
tiga di antaranya. Yakni, Adipati Surengpati, Gagak Seta dan Kyai Kasan
Kesambi.
Yang belum dan masih hidup, tinggal Kebo Bangah paman sang Dewaresi. Dan
begitu teringat kepada tokoh itu tak tersa hatinya menggelidik. Maklumlah,
dengan sang Dewaresi ia pernah mengukur kepandaiannya. Masakan pamannya
akan tinggal berpeluk tangan belaka? Sebagai seorang tokoh sakti yang pasti
tinggi hati, sudah barang tentu tak mungkin tinggal diam mendengar
keponakan-nya menanggung malu tatkala kena diper-mainkan Titisari.
"Ah, tidak mungkin! Tidak mungkin! Tidak mungkin!" Ia mencoba menghibur
diri. "Masakan tokoh setinggi, itu merasa perlu berlari-lari menguji diriku
sewaktu hendak membalas dendam?"
Tapi apabila bukan, lantas siapa orang itu? Pastilah orang itu tidak perlu
kalah berlawan mereka bertujuh. Apa sebab tak termasuk dalam daftar
namanya? Tiba-tiba selagi ia bergelisah, terdengarlah bergemeresek dua
puluh langkah di depannya. Kemudian suara itu terdengar lagi, "Bocah tolol!
Masakan sela-ma itu belum mengenal siapa aku? Apakah engkau masih berotak
udang? Mengasolah dan simpanlah tenagamu!"
Mendengar istilah tolol dan deretan kalimat yang cukup panjang itu,
akhirnya Sangaji ter-sadar. Terus saja terlompatlah perkataannya, "Ah! Guru
memang aku tolol!"
Kini hilanglah teka-teki yang membi-ngungkan otaknya yang sederhana. Dialah
gurunya. Gagak Seta yang terkenal aneh wataknya, la bagaikan seekor naga
sakti. Kena terlihat ekornya, tapi tiada kepalanya. Apa yang lagi
dikerjakan, tak mudah orang menebaknya.
Sangaji menunggu beberapa waktu lama-nya, namun Gagak Seta tak muncul di
depan-nya. Teringat akan tabiatnya, maka terus saja ia membungkuk hormat
sambil berkata ren-dah.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
CHINESE BLACK CARP
CHINESE BLACK CARP
#nashbait #nashtackle #bigfish #carpy #carplife #commoncarp #mirrorcarp
#carp #carpangler #alanblair #carpfishing #thailandfish #scopexsquid
#instacarp #karpfen #karp
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
#nashbait #nashtackle #bigfish #carpy #carplife #commoncarp #mirrorcarp
#carp #carpangler #alanblair #carpfishing #thailandfish #scopexsquid
#instacarp #karpfen #karp
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
ASINAN SERUT
ASINAN SERUT?
by: @aras_galeri?
?
Bahan?
500 gr mangga muda?
1 sdm cuka?
1/2 sdt gula jawa sisir halus?
4 sdm gula pasir?
?
Bumbu halus?
10 cabe merah kriting?
5 cabe rawit merah?
1/4 sdt terasi goreng?
Garam .?
.?
Caranya?
1. Kupas mangga, cuci bersih, serut lalu bilas kembali dan tiriskan?
2. Rebus bumbu halus dengan 2 gelas air, masukkan gula jawa, gula pasir dan
cuka, koreksi rasa, setelah bumbu dingin campurkan dengan mangga serut,
dinginkan di kulkas?.
.
.
~
#resepmasakan #resepkue #jajananpasar
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
by: @aras_galeri?
?
Bahan?
500 gr mangga muda?
1 sdm cuka?
1/2 sdt gula jawa sisir halus?
4 sdm gula pasir?
?
Bumbu halus?
10 cabe merah kriting?
5 cabe rawit merah?
1/4 sdt terasi goreng?
Garam .?
.?
Caranya?
1. Kupas mangga, cuci bersih, serut lalu bilas kembali dan tiriskan?
2. Rebus bumbu halus dengan 2 gelas air, masukkan gula jawa, gula pasir dan
cuka, koreksi rasa, setelah bumbu dingin campurkan dengan mangga serut,
dinginkan di kulkas?.
.
.
~
#resepmasakan #resepkue #jajananpasar
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
10.28.2019
Mie Ayam Moro Asih
Gara2 liat video sendiri
Jadi laper sendiri ๐ฉ๐ฉ๐ฉ
Yaudah lgsg mlipir sini lg..
.
Dibela2in jauh2 turun gunung deh gpp..demi bakso uratnya..
Saking enaknya..isinya bener2 g ada tepung..urat semua..nylempit2 di gigi
biarin yg ptg gurih๐ฆ๐
.
Mie Ayam Moro Asih
Jl. PGRI II, Sonosewu, Ngestiharjo, Kec. Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55184
09.00-21.00
IDR 13000 mie ayam bakso
.
(๐ฅ youtube : jogjabikinlaper)
.
.
.
.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Jadi laper sendiri ๐ฉ๐ฉ๐ฉ
Yaudah lgsg mlipir sini lg..
.
Dibela2in jauh2 turun gunung deh gpp..demi bakso uratnya..
Saking enaknya..isinya bener2 g ada tepung..urat semua..nylempit2 di gigi
biarin yg ptg gurih๐ฆ๐
.
Mie Ayam Moro Asih
Jl. PGRI II, Sonosewu, Ngestiharjo, Kec. Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55184
09.00-21.00
IDR 13000 mie ayam bakso
.
(๐ฅ youtube : jogjabikinlaper)
.
.
.
.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Sop sayuran dan ayam kampung bumbu iris
Sop sayuran dan ayam kampung bumbu iris
Bahan : - ayam kampung potong potong sesuai selera, presto atau rebus
sampai empuk . .
.
- isian : kentang, wortel, kol, buncis, irisan daun bawang dan daun seledri . .
.
- bumbu : bawang merah dan bawang putih iris iris lalu goreng sampai layu
kuning keemasan, lalu angkat dan tiriskan, bawang goreng garing, kaldu ayam
bubuk, garam, sedikit gula pasir, merica bubuk . .
.
Cara buat :
- ayam kampung dan air kaldu rebusannya didihkan lalu masukkan bumbu iris
yang udah digoreng, kaldu bubuk, garam, merica bubuk, sedikit gula pasir,
masukkan kentang...setelah empuk masukkan wortel, buncis, kol, irisan daun
bawang, koreksi rasa...masukkan irisan daun seledri aduk aduk lalu angkat,
beri taburan bawang goreng
.
.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Bahan : - ayam kampung potong potong sesuai selera, presto atau rebus
sampai empuk . .
.
- isian : kentang, wortel, kol, buncis, irisan daun bawang dan daun seledri . .
.
- bumbu : bawang merah dan bawang putih iris iris lalu goreng sampai layu
kuning keemasan, lalu angkat dan tiriskan, bawang goreng garing, kaldu ayam
bubuk, garam, sedikit gula pasir, merica bubuk . .
.
Cara buat :
- ayam kampung dan air kaldu rebusannya didihkan lalu masukkan bumbu iris
yang udah digoreng, kaldu bubuk, garam, merica bubuk, sedikit gula pasir,
masukkan kentang...setelah empuk masukkan wortel, buncis, kol, irisan daun
bawang, koreksi rasa...masukkan irisan daun seledri aduk aduk lalu angkat,
beri taburan bawang goreng
.
.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Layaran albino
Woah that is a rare catch๐ฒ๐Have you seen one look like this before?
Credit: Via @marlinmag ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Credit: Via @marlinmag ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@ Bagian 250
@bende mataram@
Bagian 250
Sangaji tak pandai menjawab dengan cepat, ia seperti kebingungan.
"Sekiranya dia membutuhkan benar dan engkau tak keberatan, apakah buruknya
meminjami?"
"Tapi cundrik itu bertabiat jahat. Pernah kuancamkan dia," ujar titisari.
Ia seperti telah memperoleh firasat buruk.
Sangaji tak mengerti tentang cundrik dan kisah penodongan. Karena itu, tak
tahu dia menjawab. Selagi ia tergugu Titisari berkata kepada Nuraini, "Kau
ingin pinjam cundrikku? tak berani aku meminjami. Tetapi kalau engkau ingin
memiliki, akan kuberikan dengan lapang hati. Aji menyetujui pula. Hai!
Apakah engkau benar-benar sampai hati hendak mem-bunuh kekasihmu?"
Nuraini tersenyum pahit. Ia segera meneri-ma cundrik Titisari sambil
berkata, "Tadi aku telah bertengkar hebat dan aku dituduh kehi-langan
kesucianku."
"Karena aku kena tawan, kena peluk, kena cium dan kena raba!" potong
Titisari. Nuraini tertawa melalui dada. Kemudian beralih kepada Sangaji.
"Kangmas Sangaji! Tak perlu lagi engkau ke Bumi Gede hendak mencari
pangeran jahanam pembunuh ayah dan pamanmu." Dia telah mendengar kabar dari
Sanjaya tentang maksudmu hendak membalas dendam. Kalaudia sudah mempunyai
maksud hendak bersembunyi sambil pula mempersiapkan diri untuk
menghadapimu, tidaklah mudah engkau menemukan. Mungkin dia bisa ke Jawa
Timur. Mungkin pula ke Jawa Barat. Agaknya dia takut padamu... Karena itu
lebih baik Kangmas Sangaji mencarinya dengan perlahan-lahan sambil
mengurusi adik Titisari. Kalian berdua bernasib jauh lebih baik dari padaku...
la berdiam berenung-renung. Kemudian tersenyum mengejek dirinya sendiri.
Mendadak saja ia menjejak tanah dan melesat keluar pintu butulan sambil
membawa cundrik Titisari.
"Kak Nuraini! Kau mau ke mana?" teriak Titisari sambil memburunya.
Mendengar seru Titisari, Nuraini seperti berbimbang-bimbang di dekat sebuah
pohon johar ia berhenti. Tangannya menarik cundrik tinggi-tinggi kemudian
bergerak hendak menikam diri.
"Kak Nuraini! Jangan!" Titisari berteriak cemas.
Sudah barang tentu gadis itu tak dapat mencegah maksud Nuraini hendak bunuh
diri. Jarak antara keduanya agak jauh.
"Aji! Cegahlah dia!" Titisari menjerit lagi.
Sangaji sendiri waktu itu tertegun seperti kehilangan pikiran. Melihat
Nuraini melesat pergi dengan mendadak, ia heran dan tak tahu apa yang harus
dilakukan. Tiba-tiba melihat Nuraini mencabut cundrik. Dan ia tersadar,
karena terkejut. Cepat ia meloncat memburu. Tetapi jaraknya pun cukup jauh.
Ternyata Nuraini tak menikam dadanya. Ia hanya memangkas rambutnya sebatas
kuduk. Kemudian melesat lagi entah ke mana tujuan-nya.
"Kak Nuraini! Kak Nurani!" jerit Titisari masih memburu. Ia kaget tatkala
dahinya hampir kesamplok potongan rambut yang beterbangan. Ia
tertegun-tegun dan dengan hati mendelong mengawaskan kepergian Nuraini yang
nampak kian jauh dan jauh.
Semenjak kanak-kanak Titisari hidup senang. Meskipun telah kehilangan
ibunya, tetapi ayahnya sangat memanjakan. Apa yang diinginkan tak pernah
tak terkabulkan. Karena itu belum pernah ia merasakan suatu duka cita
menggigit kalbunya. Kalau ingin tertawa, tertawalah dia sepuas-puasnya.
Sebaliknya apabila ingin menangis, maka menangislah dia tiada hentinya.
Kini ia menyaksikan suatu peristiwa hebat yang berkesan mengerikan hatinya.
Bagi se-orang wanita, rambut merupakan suatu pelengkap tubuh yang paling
berharga. Pada zaman itu,
bahkan laki-Iakipun memelihara rambut sepanjang mungkin, seolah-olah suatu
mustika yang menentukan harga diri. Karena itu perbuatan Nuraini memangkas
rambutnya adalah suatu kejadian yang baru untuk pertama kali itu ia
saksikan. Karuan saja ia terkejut dan terharu bukan main. Sebagai sesama
wanita, dapatlah ia merasakan betapa besar penanggungan Nuraini. Kalau
tidak, masakan sampai berbuat demikian.
Perlahan-lahan ia memutar tubuhnya. Dengan berkaca-kaca ia menatap Sangaji
yang tertegun pula bagaikan tugu. Dengan penuh haru ia berbisik, "Kak
Nuraini telah kehilangan kecantikannya... Apalah artinya seorang gadis
tiada berambut lagi? ... Aji, tahukah engkau mengapa dia berbuat demikian?
Hatinya begitu keras..."
Sangaji terkunci mulutnya. Ia merenungi Titisari dengan berbagai perasaan.
Tiba-tiba Titisari lari padanya dan menjatuhkan kepalanya di atas dadanya.
Bisik gadis itu di atas dadanya.
"Aji! Aku takut! Entah apa sebabnya... aku takut..."
Tak terasa Sangaji mengusap-usap rambut Titisari seolah-olah lagi
membesarkan hatinya. Tetapi mulutnya tetap terbungkam.
"Aji!" panggil si gadis.
"Ya?" Sangaji menyahut pendek.
"Dia tadi berkata padaku, dia pernah dirangkul, diciumi dan diraba
Dewaresi. Lantas Sanjaya menuduh dirinya kehilangan kesucian? Masakan
seorang perempuan kehi-langan kesuciannya, karena dirangkul, dicium dan
diraba belaka? Apakah kesucian takut kepada rangkulan, ciuman dan rabaan?
... Katanya, kalau seorang gadis kehilangan kesuciannya, hilanglah
kehormatannya pula. Masakan begitu? Apakah dia lantas nampak hina dalam
mata laki-laki? Ih, laki-laki sok berkepala besar." Ia berhenti sebentar
me-meras otak mencoba mengerti. "Aku sekarang kau usap-usap... kau
rangkul... kau raba... hanya belum kau ... apakah aku sudah kehi-langan
kesucianku? Aji! Apakah engkau lantas memandang hina padaku? Apakah aku
kini telah kehilangan kehormatanku? ... Aji! Apa-kah begitu?"
Titisari adalah seorang gadis lagi menanjak umur 17 tahun. Masalah demikian
masih asing baginya, karena keadaan keluarganya. Sebaliknya, meskipun umur
Sangaji dua tahun lebih tua, sesungguhnya ia masih goblok juga mengenai
urusan demikian. Tetapi kodrat naluriahnya, samar-samar seperti mengerti.
Maklumlah, dia telah menjadi akil-balig. Hanya saja, tak tahu bagaimana
harus menerangkan dan mengucapkan.
Karena tak memperoleh jawaban, gadis itu seperti kehilangan semangat.
Seluruh tubuh-nya terasa menjadi lelah. Dengan berdiam diri ia mengajak
Sangaji kembali ke lumbung. Kemudian tertidur pulas di samping pemuda itu
dengan pikiran penuh.
Keesokan harinya, ia bangun dengan hati segar bugar. Kesan kemarin hari,
hilang lenyap seperti awan tersapu angin. Sebaliknya Sangaji nampak kuyu.
Satu malam penuh ia susah menidurkan diri. Kecuali berbagai kesan tentang
Pangeran Bumi Gede, Sanjaya dan Nuraini, teringatlah dia kepada gurunya.
Dalam pendengarannya ia seolah-olah mendengarkan gurunya. Merintih dan
memanggil padanya dengan gigi bergemeretakan. Itulah sebabnya, begitu
melihat Titisari telah bangun, segera ia mengajak memburu Pangeran Bumi Gede.
"Peduli amat dengan Pangeran Bumi Gede!" kata Titisari menggerutui.
"Biarkan dia berse-nang-senang dahulu. Diam-diam kita meng-amat-amati dari
jauh."
"Tapi aku harus menuntut dendam guruku," sahut Sangaji dengan hati
terbakar. "Eh, apakah benar-benar Pangeran Bumi Gede yang menjebak gurumu?"
Memperoleh pertanyaan demikian, pemuda itu tergugu. Memang dia belum
mendapat pegangan. Hanya saja dia harus berkata.
"Titisari! Budi guruku setinggi langit dan sebesar gunung. Barangkali
engkau belum dapat merasakan apa yang bergolak dalam diriku."
"Bagus!" sahut Titisari cepat. "Masakan engkau tahu pula apa yang bergolak
dalam diriku? Semenjak kanak-kanak aku di-besarkan ayahku. Tetapi begitu
kenal padamu, tak betah aku berdiam terlalu lama di samping Ayah. Kau tahu
apa yang bergolak dalam diriku?"
Mendengar kata-kata Titisari, Sangaji terdiam. Dasar ia tak pandai
berbicara dan semenjak lama telah merasa takluk pada kepandaian Titisari,
maka dia seperti botol ter-sumbat gabus.
"Titisari! Hal itu meskipun tak dapat kuba-ca... ya, hal itu meskipun dapat
kurasakan, sedapat mungkin harus kita pisahkan. Ini mengenai guru dan
murid. Guru seolah-olah bagian hidupku sendiri."
"Hm... kalau engkau membiarkan dirimu sendiri menjadi bagian hidupnya
gurumu, apakah aku tak boleh membiarkan diriku menjadi bagian hidupmu?"
potong Titisari. Dan Sangaji menjadi terharu bukan main. Terus saja ia
memeluknya.
Titisari membiarkan dirinya dipeluk. Terasa dalam dirinya, hatinya jadi
aman. Kemudian berkata lembut, "Mari kita berangkat mencari musuhmu. Kau
mandi tidak?"
Terus saja mereka mencari sungai. Dan setelah mandi, berangkatlah mereka
meng-arah ke selatan. Mendadak saja, teringatlah Sangaji kepada janjinya
hendak menghadap Adipati Surengpati.
"Titisari! Bagaimana pendapatmu, kalau aku menyeberang ke Karimunjawa?"
ujarnya.
Titisari terkejut mendengar ujarnya. Sekilas berubahlah wajahnya, kemudian
berkata agak gugup, "Apa kamu mencari mati?"
"Mati adalah soal takdir, kata guruku. Tapi aku telah berjanji kepada
ayahmu. Kau bilang sendiri, ayahmu seorang yang menepati janji.
Sekiranya aku tak datang, pastilah dia akan mencari aku. Kalau aku sampai
diketemukan, di manakah aku harus menaruhkan mukaku?"
Titisari tahu, janji merupakan suatu kehor-matan bagi laki-laki. la
mengenal watak ayah-nya yang tinggi hati, keras kepala dan bengis.
Sebaliknya apabila Sangaji menemui dia masakan akan dibiarkan berlalu
dengan sela-mat? Sangaji bukan tandingannya. Dan ia takkan membiarkan
Sangaji menerima nasib-nya. Kalau sampai mati, diapun enggan hidup lagi.
Sedangkan dia masih ingin hidup lebih lama lagi, agar bisa bergaul lebih
rapat dengan pemuda itu.
"Aji! Kau tak boleh berangkat menemui Ayah," bisiknya gelisah.
"Lantas? Apakah kau menginginkan aku agar menjadi seorang yang tak tahu
menepati janji?"
Hati Titisari pepat, dan adalah wajar bila-mana seseorang merasa terdorong
ke pojok ia mencoba mencari pegangan lain. Maka teringatlah dia kepada
Gagak Seta. Pikirnya, sekiranya Paman Gagak Seta berada di sini, tak
usahlah aku khawatir. Mustahil ia akan membiarkan muridnya terbunuh.
Meskipun belum tentu menang melawan Ayah, tapi nyawa Sangaji pasti selamat.
Tetapi di manakah dia harus mencari Gagak Seta! Ia jadi kehilangan harapan.
Terus saja ia merintih dalam hati mengingat kekejaman ayahnya. Mendadak
saja terkenanglah dia kepada ibunya yang telah lama meninggal dunia.
Sekiranya ibunya ada, tak perlu ia takut menghadapi ayahnya. Tak terasa
terlocatlah perkataannya.
"Aji! Ayo kita mencari Ibu dahulu."
Mendengar ucapan Titisari, Sangaji heran sampai tercengang-cengang.
Bertanya mene-bak-nebak, "Kau bilang apa?"
Titisari tersentak sadar. Sekonyong-konyong wajahnya berseri-seri. Setengah
memekik, "Ibuku salah seorang keturunan raja. Dia dikebumikan di lmogiri.
Ayo kita menengok Ibu! Sekiranya Ayah menyusulmu, bukankah ada alasannya
yang kuat?"
Sangaji mengerenyitkan dahi. Tak tahu ia menebak maksud gadis itu.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Bagian 250
Sangaji tak pandai menjawab dengan cepat, ia seperti kebingungan.
"Sekiranya dia membutuhkan benar dan engkau tak keberatan, apakah buruknya
meminjami?"
"Tapi cundrik itu bertabiat jahat. Pernah kuancamkan dia," ujar titisari.
Ia seperti telah memperoleh firasat buruk.
Sangaji tak mengerti tentang cundrik dan kisah penodongan. Karena itu, tak
tahu dia menjawab. Selagi ia tergugu Titisari berkata kepada Nuraini, "Kau
ingin pinjam cundrikku? tak berani aku meminjami. Tetapi kalau engkau ingin
memiliki, akan kuberikan dengan lapang hati. Aji menyetujui pula. Hai!
Apakah engkau benar-benar sampai hati hendak mem-bunuh kekasihmu?"
Nuraini tersenyum pahit. Ia segera meneri-ma cundrik Titisari sambil
berkata, "Tadi aku telah bertengkar hebat dan aku dituduh kehi-langan
kesucianku."
"Karena aku kena tawan, kena peluk, kena cium dan kena raba!" potong
Titisari. Nuraini tertawa melalui dada. Kemudian beralih kepada Sangaji.
"Kangmas Sangaji! Tak perlu lagi engkau ke Bumi Gede hendak mencari
pangeran jahanam pembunuh ayah dan pamanmu." Dia telah mendengar kabar dari
Sanjaya tentang maksudmu hendak membalas dendam. Kalaudia sudah mempunyai
maksud hendak bersembunyi sambil pula mempersiapkan diri untuk
menghadapimu, tidaklah mudah engkau menemukan. Mungkin dia bisa ke Jawa
Timur. Mungkin pula ke Jawa Barat. Agaknya dia takut padamu... Karena itu
lebih baik Kangmas Sangaji mencarinya dengan perlahan-lahan sambil
mengurusi adik Titisari. Kalian berdua bernasib jauh lebih baik dari padaku...
la berdiam berenung-renung. Kemudian tersenyum mengejek dirinya sendiri.
Mendadak saja ia menjejak tanah dan melesat keluar pintu butulan sambil
membawa cundrik Titisari.
"Kak Nuraini! Kau mau ke mana?" teriak Titisari sambil memburunya.
Mendengar seru Titisari, Nuraini seperti berbimbang-bimbang di dekat sebuah
pohon johar ia berhenti. Tangannya menarik cundrik tinggi-tinggi kemudian
bergerak hendak menikam diri.
"Kak Nuraini! Jangan!" Titisari berteriak cemas.
Sudah barang tentu gadis itu tak dapat mencegah maksud Nuraini hendak bunuh
diri. Jarak antara keduanya agak jauh.
"Aji! Cegahlah dia!" Titisari menjerit lagi.
Sangaji sendiri waktu itu tertegun seperti kehilangan pikiran. Melihat
Nuraini melesat pergi dengan mendadak, ia heran dan tak tahu apa yang harus
dilakukan. Tiba-tiba melihat Nuraini mencabut cundrik. Dan ia tersadar,
karena terkejut. Cepat ia meloncat memburu. Tetapi jaraknya pun cukup jauh.
Ternyata Nuraini tak menikam dadanya. Ia hanya memangkas rambutnya sebatas
kuduk. Kemudian melesat lagi entah ke mana tujuan-nya.
"Kak Nuraini! Kak Nurani!" jerit Titisari masih memburu. Ia kaget tatkala
dahinya hampir kesamplok potongan rambut yang beterbangan. Ia
tertegun-tegun dan dengan hati mendelong mengawaskan kepergian Nuraini yang
nampak kian jauh dan jauh.
Semenjak kanak-kanak Titisari hidup senang. Meskipun telah kehilangan
ibunya, tetapi ayahnya sangat memanjakan. Apa yang diinginkan tak pernah
tak terkabulkan. Karena itu belum pernah ia merasakan suatu duka cita
menggigit kalbunya. Kalau ingin tertawa, tertawalah dia sepuas-puasnya.
Sebaliknya apabila ingin menangis, maka menangislah dia tiada hentinya.
Kini ia menyaksikan suatu peristiwa hebat yang berkesan mengerikan hatinya.
Bagi se-orang wanita, rambut merupakan suatu pelengkap tubuh yang paling
berharga. Pada zaman itu,
bahkan laki-Iakipun memelihara rambut sepanjang mungkin, seolah-olah suatu
mustika yang menentukan harga diri. Karena itu perbuatan Nuraini memangkas
rambutnya adalah suatu kejadian yang baru untuk pertama kali itu ia
saksikan. Karuan saja ia terkejut dan terharu bukan main. Sebagai sesama
wanita, dapatlah ia merasakan betapa besar penanggungan Nuraini. Kalau
tidak, masakan sampai berbuat demikian.
Perlahan-lahan ia memutar tubuhnya. Dengan berkaca-kaca ia menatap Sangaji
yang tertegun pula bagaikan tugu. Dengan penuh haru ia berbisik, "Kak
Nuraini telah kehilangan kecantikannya... Apalah artinya seorang gadis
tiada berambut lagi? ... Aji, tahukah engkau mengapa dia berbuat demikian?
Hatinya begitu keras..."
Sangaji terkunci mulutnya. Ia merenungi Titisari dengan berbagai perasaan.
Tiba-tiba Titisari lari padanya dan menjatuhkan kepalanya di atas dadanya.
Bisik gadis itu di atas dadanya.
"Aji! Aku takut! Entah apa sebabnya... aku takut..."
Tak terasa Sangaji mengusap-usap rambut Titisari seolah-olah lagi
membesarkan hatinya. Tetapi mulutnya tetap terbungkam.
"Aji!" panggil si gadis.
"Ya?" Sangaji menyahut pendek.
"Dia tadi berkata padaku, dia pernah dirangkul, diciumi dan diraba
Dewaresi. Lantas Sanjaya menuduh dirinya kehilangan kesucian? Masakan
seorang perempuan kehi-langan kesuciannya, karena dirangkul, dicium dan
diraba belaka? Apakah kesucian takut kepada rangkulan, ciuman dan rabaan?
... Katanya, kalau seorang gadis kehilangan kesuciannya, hilanglah
kehormatannya pula. Masakan begitu? Apakah dia lantas nampak hina dalam
mata laki-laki? Ih, laki-laki sok berkepala besar." Ia berhenti sebentar
me-meras otak mencoba mengerti. "Aku sekarang kau usap-usap... kau
rangkul... kau raba... hanya belum kau ... apakah aku sudah kehi-langan
kesucianku? Aji! Apakah engkau lantas memandang hina padaku? Apakah aku
kini telah kehilangan kehormatanku? ... Aji! Apa-kah begitu?"
Titisari adalah seorang gadis lagi menanjak umur 17 tahun. Masalah demikian
masih asing baginya, karena keadaan keluarganya. Sebaliknya, meskipun umur
Sangaji dua tahun lebih tua, sesungguhnya ia masih goblok juga mengenai
urusan demikian. Tetapi kodrat naluriahnya, samar-samar seperti mengerti.
Maklumlah, dia telah menjadi akil-balig. Hanya saja, tak tahu bagaimana
harus menerangkan dan mengucapkan.
Karena tak memperoleh jawaban, gadis itu seperti kehilangan semangat.
Seluruh tubuh-nya terasa menjadi lelah. Dengan berdiam diri ia mengajak
Sangaji kembali ke lumbung. Kemudian tertidur pulas di samping pemuda itu
dengan pikiran penuh.
Keesokan harinya, ia bangun dengan hati segar bugar. Kesan kemarin hari,
hilang lenyap seperti awan tersapu angin. Sebaliknya Sangaji nampak kuyu.
Satu malam penuh ia susah menidurkan diri. Kecuali berbagai kesan tentang
Pangeran Bumi Gede, Sanjaya dan Nuraini, teringatlah dia kepada gurunya.
Dalam pendengarannya ia seolah-olah mendengarkan gurunya. Merintih dan
memanggil padanya dengan gigi bergemeretakan. Itulah sebabnya, begitu
melihat Titisari telah bangun, segera ia mengajak memburu Pangeran Bumi Gede.
"Peduli amat dengan Pangeran Bumi Gede!" kata Titisari menggerutui.
"Biarkan dia berse-nang-senang dahulu. Diam-diam kita meng-amat-amati dari
jauh."
"Tapi aku harus menuntut dendam guruku," sahut Sangaji dengan hati
terbakar. "Eh, apakah benar-benar Pangeran Bumi Gede yang menjebak gurumu?"
Memperoleh pertanyaan demikian, pemuda itu tergugu. Memang dia belum
mendapat pegangan. Hanya saja dia harus berkata.
"Titisari! Budi guruku setinggi langit dan sebesar gunung. Barangkali
engkau belum dapat merasakan apa yang bergolak dalam diriku."
"Bagus!" sahut Titisari cepat. "Masakan engkau tahu pula apa yang bergolak
dalam diriku? Semenjak kanak-kanak aku di-besarkan ayahku. Tetapi begitu
kenal padamu, tak betah aku berdiam terlalu lama di samping Ayah. Kau tahu
apa yang bergolak dalam diriku?"
Mendengar kata-kata Titisari, Sangaji terdiam. Dasar ia tak pandai
berbicara dan semenjak lama telah merasa takluk pada kepandaian Titisari,
maka dia seperti botol ter-sumbat gabus.
"Titisari! Hal itu meskipun tak dapat kuba-ca... ya, hal itu meskipun dapat
kurasakan, sedapat mungkin harus kita pisahkan. Ini mengenai guru dan
murid. Guru seolah-olah bagian hidupku sendiri."
"Hm... kalau engkau membiarkan dirimu sendiri menjadi bagian hidupnya
gurumu, apakah aku tak boleh membiarkan diriku menjadi bagian hidupmu?"
potong Titisari. Dan Sangaji menjadi terharu bukan main. Terus saja ia
memeluknya.
Titisari membiarkan dirinya dipeluk. Terasa dalam dirinya, hatinya jadi
aman. Kemudian berkata lembut, "Mari kita berangkat mencari musuhmu. Kau
mandi tidak?"
Terus saja mereka mencari sungai. Dan setelah mandi, berangkatlah mereka
meng-arah ke selatan. Mendadak saja, teringatlah Sangaji kepada janjinya
hendak menghadap Adipati Surengpati.
"Titisari! Bagaimana pendapatmu, kalau aku menyeberang ke Karimunjawa?"
ujarnya.
Titisari terkejut mendengar ujarnya. Sekilas berubahlah wajahnya, kemudian
berkata agak gugup, "Apa kamu mencari mati?"
"Mati adalah soal takdir, kata guruku. Tapi aku telah berjanji kepada
ayahmu. Kau bilang sendiri, ayahmu seorang yang menepati janji.
Sekiranya aku tak datang, pastilah dia akan mencari aku. Kalau aku sampai
diketemukan, di manakah aku harus menaruhkan mukaku?"
Titisari tahu, janji merupakan suatu kehor-matan bagi laki-laki. la
mengenal watak ayah-nya yang tinggi hati, keras kepala dan bengis.
Sebaliknya apabila Sangaji menemui dia masakan akan dibiarkan berlalu
dengan sela-mat? Sangaji bukan tandingannya. Dan ia takkan membiarkan
Sangaji menerima nasib-nya. Kalau sampai mati, diapun enggan hidup lagi.
Sedangkan dia masih ingin hidup lebih lama lagi, agar bisa bergaul lebih
rapat dengan pemuda itu.
"Aji! Kau tak boleh berangkat menemui Ayah," bisiknya gelisah.
"Lantas? Apakah kau menginginkan aku agar menjadi seorang yang tak tahu
menepati janji?"
Hati Titisari pepat, dan adalah wajar bila-mana seseorang merasa terdorong
ke pojok ia mencoba mencari pegangan lain. Maka teringatlah dia kepada
Gagak Seta. Pikirnya, sekiranya Paman Gagak Seta berada di sini, tak
usahlah aku khawatir. Mustahil ia akan membiarkan muridnya terbunuh.
Meskipun belum tentu menang melawan Ayah, tapi nyawa Sangaji pasti selamat.
Tetapi di manakah dia harus mencari Gagak Seta! Ia jadi kehilangan harapan.
Terus saja ia merintih dalam hati mengingat kekejaman ayahnya. Mendadak
saja terkenanglah dia kepada ibunya yang telah lama meninggal dunia.
Sekiranya ibunya ada, tak perlu ia takut menghadapi ayahnya. Tak terasa
terlocatlah perkataannya.
"Aji! Ayo kita mencari Ibu dahulu."
Mendengar ucapan Titisari, Sangaji heran sampai tercengang-cengang.
Bertanya mene-bak-nebak, "Kau bilang apa?"
Titisari tersentak sadar. Sekonyong-konyong wajahnya berseri-seri. Setengah
memekik, "Ibuku salah seorang keturunan raja. Dia dikebumikan di lmogiri.
Ayo kita menengok Ibu! Sekiranya Ayah menyusulmu, bukankah ada alasannya
yang kuat?"
Sangaji mengerenyitkan dahi. Tak tahu ia menebak maksud gadis itu.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Langganan:
Postingan (Atom)