Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati
SELAMA berkuasa di Maluku, Belanda sempat dibuat repot selama
berbulan-bulan oleh kecerdikan Kapitan Pattimura yang pandai meramu
strategi perang. Kompeni itu bahkan hampir menyerah jika bala bantuan dari
Batavia tidak datang dengan cepat. Namun begitulah takdir, perjuangan
Pattimura harus berakhir oleh pengkhianatan rakyatnya sendiri, raja negeri
Booi di Saparua, Maluku, yang selama ini mati-matian dibelanya.
Malam 11 November 1817, Pattimura dan pasukannya sedang berdiam di sebuah
rumah di hutan Booi. Tidak ada perbincangan apapun, mereka hanya diam
termenung. Tiba-tiba terdengar keramaian di luar dan pintu terbuka oleh
tendangan seseorang. Beberapa tentara merangsek masuk, mengarahkan senjata
ke semua orang.
Seorang opsir berteriak memberi perintah untuk menyerah, sambil mengarahkan
senjatanya ke dada Pattimura. Kemudian masuk dan berteriak raja Booi:
"Thomas, menyerahlah engkau. Tidak ada gunanya melawan. Rumah ini sudah
dikepung empat puluh serdadu yang siap menembak mati kalian."
"Terkutuklah engkau, pengkhianat!" geram Pattimura, seraya digiring keluar
menuju kota Booi, sebelum diberangkatkan ke Ambon.
Tidak disebutkan apakah raja Booi mendapat imbalan atas pengkhianatannya
itu. Namun I.O. Nanulaitta dalam Kapitan Pattimura menyebut alasan raja
Booi menjual informasi kepada Belanda karena dendam setelah Pattimura
menurunkan posisinya sebagai pemimpin rakyat.
Kabar penangkapan Pattimura tersiar ke seluruh pelosok negeri dengan sangat
cepat. Para pemimpin perang lain pun segera menjadi target perburuan.
Sebagian memilih meletakkan senjata, namun sebagian lain memutuskan tetap
berperang. Mereka tidak ingin nasibnya berakhir di tiang gantung, dan terus
melanjutkan perjuangan Pattimura.
Setiba di Ambon, Pattimura dan sejumlah pejuang yang tertangkap dikurung di
benteng Victoria. Selama di dalam penjara, mereka diinterogasi oleh
tentara. Namun Pattimura menutup rapat-rapat mulutnya sehingga tidak banyak
informasi yang didapat Belanda.
Memasuki bulan Desember, para tahanan dihadapkan di depan Ambonsche Raad
van Justitie (Dewan Pengadilan Ambon). Setelah melalui beberapa sidang,
vonis pun dijatuhkan. Kapitan Pattimura, Anthone Rhebok, Said Perintah, dan
Philip Latumahina mendapat hukuman paling berat sebagai pemimpin perang,
yakni hukum gantung. Sementara tahanan lainnya diasingkan ke Jawa.
Pattimura dan tiga orang lainnya mengisi hari-hari terakhir menjelang
ekseskusi dengan renungan. "Suatu malam penuh ketegangan dan perjuangan
batin. Pikiran keempat pemimpin itu melayang-layang ke sanak saudara.
Kebebasan yang mereka ingini menyebabkan korban besar yang harus mereka
berikan. Tetapi sekarang kembali mereka akan ditindas oleh kaum penjajah,"
tulis Nanulaitta.
Tanggal 16 Desember 1817, tibalah hari eksekusi. Pagi-pagi sekali, empat
orang pemimpin itu telah diperintahkan untuk bersiap. Tidak terlihat
kecemasan di wajah Pattimura dan kawan-kawan seperjuangnya itu karena
sehari sebelumnya para pemuka agama datang mengunjungi mereka dan semalaman
menemani di dalam sel sambil terus memanjatkan doa.
Di lapangan depan benteng Victoria, tiang gantung telah disiapkan. Para
algojo pun telah berdiri di sampingnya, menunggu korbannya tiba. Sejumlah
besar tentara dipersiapkan, baik di sekitar lapangan eksekusi maupun pantai
untuk menghalau segala bentrokan yang mungkin terjadi. Rakyat Maluku pun
telah berkumpul, berusaha melihat para pemimpin mereka untuk terakhir kalinya.
Sekitar pukul tujuh, Pattimura dan para terhukum lainnya tiba dengan tangan
terikat, dan penjagaan yang amat ketat. Setelah mereka ditempatkan di depan
tiang gantungan, seorang petugas pengadilan membacakan putusan dewan hakim
di depan seluruh orang yang hadir:
"… mereka akan dihukum gantung sampai mati, dilaksanakan oleh para algojo.
Kemudian mayat mereka akan dibawa keluar dan digantung agar daging mereka
menjadi mangsa udara dan burung-burung, dan digantung agar tulang belulang
mereka menjadi debu sehingga dengan demikian menjadi suatu pelajaran yang
menakutkan bagi turun-temurun. Bahwa Thomas Mattulesi untuk selama-lamanya
akan digantung di dalam sebuah kurungan besi dan sekalipun telah menjadi
debu, akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya," tulis Nanulaitta.
Philip Latumahina menjadi yang pertama menaiki tiang gantung. Tali
dipasangkan dan genderang dibunyikan. Namun sesaat kemudian ia terjatuh.
Tali maut itu ternyata tidak mampu menahan beban Latumahina yang memang
berbadan besar. Dengan susah payah, algojo menyeretnya kembali ke depan
tiang gantungan. Malang nasibnya, ia harus merasakan tali gantungan untuk
kedua kalinya. Beberapa detik kemudian nyawanya pun melayang.
Setelah Latumahina, berturut-turut Anthone Rhebok dan Said Perintah menaiki
tiang gantung. Tidak perlu usaha dan waktu terlalu lama bagi algojo
mengeksekusi keduanya. Setelah genderang dibunyikan, nyawa keduanya dengan
cepat terlepas.
Tiga orang pejuang telah berpulang, kini tibalah giliran sang panglima
tertinggi Maluku berhadapan dengan tiang gantungan. Dari atas tempat
eksekusi ia bisa melihat puluhan musuh yang sangat ingin ia hancurkan
sedang menontonya. Sementara di kejauhan ia menatap rakyat Maluku yang
hendak ia bebaskan, meski gagal.
Saat algojo memasangkan tali di lehernya, sambil mengarahkan pandangannya
ke arah hakim-hakim Belanda, Pattimura mengucapkan kata-kata perpisahannya:
"Selamat tinggal tuan-tuan."
Sumber : historia.id
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar