6.02.2020

Ibnu Sutowo hamburkan uang untuk pesta pora di Eropa

Ibnu Sutowo hamburkan uang untuk pesta pora di Eropa

Tahun 1970an para petinggi Pertamina diduga menggunakan hasil penjualan minyak untuk berfoya-foya. Saat itu keuangan Pertamina tak bisa diakses oleh siapa pun. Di bawah kepemimpinan Direktur Utama Letjen Ibnu Sutowo, Pertamina bertindak sesuka hatinya.

Harian Indonesia Raya keras mengkritik tindakan Ibnu Sutowo yang menghambur-hamburkan uang negara. Ibnu Sutowo menggelar Hari ulang tahun Pertamina di Jenewa, Swiss. Memang sudah jadi tradisi Pertamina selalu menggelar ulang tahun di luar negeri.

Indonesia Raya mengutip salah satu anggota DPR Rachmad Muljomiseno juga mempertanyakan kebiasaan boros itu. Mereka kebanjiran telepon ke redaksi yang mendukung tulisan tersebut.

Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Mochtar Lubis melanjutkan polemik ini dengan sebuah Tajuk berjudul 'Kebiasaan Pertamina yang Aneh', tanggal 8 Oktober 1973. Dia mengkritik habis-habisan pesta pora di Eropa ini.

"Kalau kita hendak mengobral makanan, minuman dan yang lain-lain yang enak, mengapa harus bikin senang dan enak orang asing, bukan orang Indonesia sendiri? Mengapa Pertamina sekali setahun tidak mengundang kaum miskin dan gelandangan dan memberi mereka makanan dan pengalaman hidup yang enak biarpun hanya untuk beberapa jam?" tulis Mochtar.

"Tetapi Harian ini tidak setuju sama sekali jika perusahaan-perusahaan negara mengadakan ulang tahun tiap tahun karena ini memboroskan uang rakyat dan uang negara. Mengapa jadi latah kepingin seperti anak kecil yang mau merayakan ulang tahun setiap tahun?"

Menteri Pertambangan saat itu, Mohammad Sadli membela Pertamina. Dia mengatakan HUT Pertamina di Jenewa adalah untuk promosi perkembangan ekonomi di Indonesia, antara lain promosi batik.

Mochtar membalas keterangan M Sadli dengan tajuk 'Perkuat Pengelolaan Minyak Indonesia' tanggal 29 Oktober 1973. Dia menilai pusat perekonomian dan bank Swiss ada di Zurich, bukan Jenewa. Sehingga alasan itu tidak tepat. Mochtar juga mengkritik kebiasaan foya-foya yang lain.

"Uang penjualan minyak jangan dihambur-hamburkan untuk membeli tanah dan rumah, membikin gedung, mencarter kapal dan sebagainya. Istri-istri orang dalam Pertamina membikin perusahaan yang menampung pesanan-pesananPertamina (dari suami mereka kah?) dengan harga yang digemukkan," kritik wartawan idealis itu.

Pesta mewah Ibnu Sutowo bukan cuma di-HUT Pertamina. Saat menikahkan anaknya, dia juga menggelar pesta yang paling mewah saat itu. Humas Pertamina mengaku dana nikahan didapat dari sumbangan keluarga dan kolega Ibnu Sutowo. Lagi-lagi Mochtar Lubis tak percaya.

"Apa benar keluarga Ibnu Sutowo begitu kaya? Siapa yang kaya raya? Pamannya? Tantenya? Dari mana mereka jadi kaya? Dan teman-temannya? Siapa itu teman-teman Ibnu Sutowo yang begitu kaya raya?" kritik Mochtar.

Kritik Mochtar tak ditanggapi Pertamina maupun penegak hukum. Tahun 1975, Pertamina terlilit utang hingga USD 10,5 miliar. Perekonomian negara pun goyang akibat krisis Pertamina. Presiden Soeharto turun tangan dan memecat Ibnu Sutowo.

Seandainya saat itu penegak hukum mendengarkan Mochtar Lubis.

Sumber : merdeka.com

Tahun 1970an para petinggi Pertamina diduga menggunakan hasil penjualan minyak untuk berfoya-foya. Saat itu keuangan Pertamina tak bisa diakses oleh siapa pun. Di bawah kepemimpinan Direktur Utama Letjen Ibnu Sutowo, Pertamina bertindak sesuka hatinya.

Harian Indonesia Raya keras mengkritik tindakan Ibnu Sutowo yang menghambur-hamburkan uang negara. Ibnu Sutowo menggelar Hari ulang tahun Pertamina di Jenewa, Swiss. Memang sudah jadi tradisi Pertamina selalu menggelar ulang tahun di luar negeri.

Indonesia Raya mengutip salah satu anggota DPR Rachmad Muljomiseno juga mempertanyakan kebiasaan boros itu. Mereka kebanjiran telepon ke redaksi yang mendukung tulisan tersebut.

Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Mochtar Lubis melanjutkan polemik ini dengan sebuah Tajuk berjudul 'Kebiasaan Pertamina yang Aneh', tanggal 8 Oktober 1973. Dia mengkritik habis-habisan pesta pora di Eropa ini.

"Kalau kita hendak mengobral makanan, minuman dan yang lain-lain yang enak, mengapa harus bikin senang dan enak orang asing, bukan orang Indonesia sendiri? Mengapa Pertamina sekali setahun tidak mengundang kaum miskin dan gelandangan dan memberi mereka makanan dan pengalaman hidup yang enak biarpun hanya untuk beberapa jam?" tulis Mochtar.

"Tetapi Harian ini tidak setuju sama sekali jika perusahaan-perusahaan negara mengadakan ulang tahun tiap tahun karena ini memboroskan uang rakyat dan uang negara. Mengapa jadi latah kepingin seperti anak kecil yang mau merayakan ulang tahun setiap tahun?"

Menteri Pertambangan saat itu, Mohammad Sadli membela Pertamina. Dia mengatakan HUT Pertamina di Jenewa adalah untuk promosi perkembangan ekonomi di Indonesia, antara lain promosi batik.

Mochtar membalas keterangan M Sadli dengan tajuk 'Perkuat Pengelolaan Minyak Indonesia' tanggal 29 Oktober 1973. Dia menilai pusat perekonomian dan bank Swiss ada di Zurich, bukan Jenewa. Sehingga alasan itu tidak tepat. Mochtar juga mengkritik kebiasaan foya-foya yang lain.

"Uang penjualan minyak jangan dihambur-hamburkan untuk membeli tanah dan rumah, membikin gedung, mencarter kapal dan sebagainya. Istri-istri orang dalam Pertamina membikin perusahaan yang menampung pesanan-pesananPertamina (dari suami mereka kah?) dengan harga yang digemukkan," kritik wartawan idealis itu.

Pesta mewah Ibnu Sutowo bukan cuma di-HUT Pertamina. Saat menikahkan anaknya, dia juga menggelar pesta yang paling mewah saat itu. Humas Pertamina mengaku dana nikahan didapat dari sumbangan keluarga dan kolega Ibnu Sutowo. Lagi-lagi Mochtar Lubis tak percaya.

"Apa benar keluarga Ibnu Sutowo begitu kaya? Siapa yang kaya raya? Pamannya? Tantenya? Dari mana mereka jadi kaya? Dan teman-temannya? Siapa itu teman-teman Ibnu Sutowo yang begitu kaya raya?" kritik Mochtar.

Kritik Mochtar tak ditanggapi Pertamina maupun penegak hukum. Tahun 1975, Pertamina terlilit utang hingga USD 10,5 miliar. Perekonomian negara pun goyang akibat krisis Pertamina. Presiden Soeharto turun tangan dan memecat Ibnu Sutowo.

Seandainya saat itu penegak hukum mendengarkan Mochtar Lubis.

Sumber : merdeka.com

--
Sent from myMail for Android

Tidak ada komentar:

Posting Komentar