@bende mataram@
Bagian 57
"Ah!" Sonny memekik heran. "Apakah kudanya diberi nama Willem?" "Ya. Mengapa?"
"Aneh."
"Apa yang aneh?" Willem Erbefeld tercengang.
"Kapten Willem mengajar Sangaji menunggangi Willem. Ha, lucu kan?" ujar
Sonny. Dan mendengar ujarnya Willem Erbefeld tertawa geli juga. Sangaji tak
terkecuali.
Semenjak itu Sonny berteman akrab dengan Sangaji. Dia selalu menyertai
Sangaji berlatih menembak atau menunggang kuda. Tetapi kuda yang
ditunggangi bukannya si Willem. Willem Erbefeld berlaku hati-hati. Ia tak
gegabah membiarkan Sangaji berlatih dengan kuda yang masih binal.
Pada saat itu hubungan antara Sangaji dan kedua gurunya mengalami
perubahan. Sangaji telah menceritakan pengalamannya berkelahi melawan empat
pemuda Belanda. Ia menuturkan pula riwayat pertemuannya dengan Kapten
Willem Erbefeld dan hasrat Willem Erbefeld ingin berkenalan dengan mereka.
Mendengar tutur kata Sangaji, Wirapati dan Jaga Saradenta berdiam menimbang.
"Rasanya apa ruginya kita berkenalan dengan dia," kata Wirapati. "Kitapun
boleh berharap mendapatkan perlindungannya, jika sewaktu-waktu mendapat
kesulitan."
"rtupun baik," sahut Jaga Saradenta. "Cuma hatiku makin gelisah saja
memikirkan iblis Pringgasakti. Orang itu tak keruan rimbanya. Apakah dia
ikut dalam rombongan Pangeran Bumi Gede pulang ke Yogyakarta?"
"Nah, apa kataku dulu. Iblis itu mempunyai caranya sendiri menuntut dendam.
Kalau tak cukup tabah, jangan-jangan kau mati karena kegelisahanmu sendiri."
Keesokan harinya mereka bertemu dengan Willem Erbefeld di lapangan latihan
menembak senjata. Lantas saja mereka jadi akrab dan saling mengisahkan
riwayat pertemuannya dengan Sangaji. Masing-masing pihak kagum dan akhirnya
Willem Erbefeld bersedia memikul tanggung jawab mengurus kehidupan mereka
berdua.
Sekarang latihan yang diberikan kepada Sangaji makin lancar dan teratur.
Willem Erbefeld mengajar menunggang kuda, menembak pistol dan senapan serta
ilmu pedang. Sedang, Wirapati dan Jaga Saradenta mengajarkan ilmu-ilmu
sakti dan tenaga. Mengingat isi perjanjian dengan Hajar Karangpandan,
mereka terpaksa melarang muridnya berlatih ilmu pedang.
"Kepandaianmu menggunakan senjata tajam harus khas dari kami," kata
Wirapati. "Kau tak boleh menerima ajaran lain."
"Begitu aku melihat kau menggunakan ilmu ajaran lain, lenganmu akan kutebas
kutung," ancam Jaga Saradenta.
Sangaji mengerti maksud kedua gurunya. Kepada Willem Erbefeki ia meneruskan
pesan kedua gurunya. Willem Erbefeld telah mendapat penjelasan tentang
peraturan itu. Ia tak perlu merasa tersinggung kehormatannya.
Dan dua tahun lewatlah sudah. Sangaji telah mahir menunggangi si Willem. Ia
mahir pula me-nembak pistol dan senapan. Tetapi menghadapi latihan-latihan
yang diberikan kedua gurunya ia merasa seperti sebintik garam kecemplung
dalam lautan.
Tubuhnya kini menjadi tegap dan kekar. Tampangnya ngganteng dan matanya
menyala tajam. Selama itu dia bersahabat rukun dengan Sonny. Sonny seorang
gadis yang manja, tetapi bersikap mengalah terhadap Sangaji. Kadang dia
berani menggoda dengan kata-kata lembut dan menggiurkan. Tetapi apabila
Sangaji nampak menjadi kikuk, cepat-cepat ia minta maaf dan bergurau
kekanak-kanakan. Makiumlah, umurnya kini sudah delapan belas tahun. Tak
lagi dia
tergolong seorang gadis tanggung, tetapi benar-benar gadis penuh.
Raut mukanya tajam. Matanya bersinar-sinar. Cerdik dan cantik. Banyak
pemuda-pemuda gandrung padanya, tetapi ia tak mempeduli-kan. Jan De Groote,
Karel Speelman, Tako Weidema dan Pieter de Jong yang dulu menaruh hati
kepada Sonny kian menjadi tergila-gila. Tetapi mereka segan kepada Willem
Erbefeld. Terhadap Sangaji mereka masih mengharapkan suatu kesempatan lagi
untuk mengadu tinju.
Pada suatu hari dengan mengendap-endap, Sonny mengintip Sangaji sedang
berlatih dengan Jaga Saradenta. Jaga Saradenta nampak uring-uringan. Tak
puas ia menyaksikan muridnya tak bisa menangkis serangannya.
"Berkelahilah yang betul!" bentaknya. "Namaku kupertaruhkan di atas pundakmu."
Sehabis berkata begitu ia menggempur Sangaji dengan tangan kiri dan
menendang berturut-turut. Sangaji terkejut. Buru-buru ia menangkis dan mau
membalas menyerang.
"Bagus! Seranglah aku! Jangan biarkan dirimu diserang dan hanya menangkis!"
bentak Jaga Saradenta. Wirapati kemudian menyambung, "Pukullah gurumu.
Anggaplah seperti benar-benar lawanmu!"
Kini mengertilah Sangaji maksud gurunya, la lantas berkelahi dengan
sungguh-sungguh. Tetapi ia kalah tenaga melawan Jaga Saradenta. Sebentar
saja kuda-kudanya kena digempur dan ia kena tendang sampai terpental jauh.
Tetapi begitu ia jatuh, cepat ia bangun dengan gerakan melompat.
"Bagus!" tiba-tiba terdengar suara nyaring bercampur tertawa geli.
Sangaji menoleh. Ia melihat Sonny berdiri tak jauh daripadanya.
Mukanya-jadi merah. Belum lagi ia menegur, Sonny telah mendahului. "Kau
kena hajar?" -
"He, kenapa kamu ada di sini?"
Sonny tertawa panjang. Menyahut, "Aku senang melihat kamu kena gamparan
gurumu."
Sangaji jadi serba salah. Ia segan kepada gurunya yang sedang melatihnya
dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya Sonny nampak polos dan tak pedulian.
"Kau tak senang aku datang menjengukmu?" tanyanya dengan tertawa manis.
"Baiklah aku pergi...!"
"Eh jangan pergi dahulu. Tunggulah sebentar. Kau kuantarkan pulang."
Terpaksalah latihan itu tak dilanjutkan. Jaga Sarandenta dapat bersabar
hati. la berjalan dengan Wirapati membicarakan latihan tadi.
"Wirapati! Rasanya tak ada harapan kita menang. Gadis itu berpengaruh besar
dalam hati muridmu."
Wirapati tersenyum lebar, tetapi alisnya meninggi. Kemudian berkata
menggoda, "Lantas? Apa aku yang harus menggantikan tempat muridmu?"
Jaga Saradenta terhenyak.
"Wirapati, maaf bukan itu maksudku," katanya sejurus kemudian. "Kita harus
mencari tempat berlatih yang lebih aman. Aku tahu, masa birahi Sangaji
belum berkutik dalam hatinya, tetapi ketekunannya bisa terhambat oleh
hadirnya si gadis."
"Aku justru berpikir lain," sahut Wirapati. "Gadis itu anak seorang
berpangkat dalam kompeni Belanda. Perlahan-lahan aku akan mencari
keterangan tentang musuhmu Pringgasakti. Selama aku belum yakin benar di
mana dia berada, hatiku tak pernah merasa tenteram."
"Apa hubungannya dengan dia?" Jaga Saradenta heran.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar