Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Blognya alumni SMPN 1 Magelang; berbagi kenangan; berbagi rasa dan berbagi cerita.... OPEN to all of alumnus.
5.31.2019
5.30.2019
@bende mataram@ Bagian 56

@bende mataram@
Bagian 56
la lantas mengendapkan kepala seperti hendak menyerahkan gundulnya untuk
dihantam. Mendadak kedua tinjunya dilontarkan cepat ke pinggang lawan
sambil menyerbu masuk. Jan De Groote kaget. Buru-buru ia mengelak, sedang
Tako Weidema cepat-cepat menangkis. Tetapi justru karena berubahnya tata
berkelahi ini, mereka jadi keripuan.
Sangaji lantas saja dapat mempraktekkan ajaran-ajaran ilmu Wirapati dan
Jaga Saradenta dengan berbareng. Dengan gesit dan penuh tenaga ia
menyerang. Sebentar dia menghampiri Karel Speelman, mendadak pula menyambar
Tako Weidema. Sebentar pula menghantam Jan De Groote dan tiba-tiba memukul
Piter De Jong.
Keruan saja mereka terkejut dan cara bertempurnya jadi kacau.
Di tepi lapangan kini banyak orang-orang yang datang melihat. Mereka
bersikap diam. Penduduk kota sudah barang tentu memihak kepada Sangaji
karena rasa kebangsaannya. Tetapi serdadu-serdadu Belanda yang sedang
berlatih menembak, memihak sebaliknya. Mereka heran juga menyaksikan
kegesitan si anak Bumiputera.
Makin lama makin seru perkelahian itu. Masing-masing tak sudi memberi hati.
Mereka mengerahkan tenaga dan segenap perhatiannya, Sangaji nampak bahkan
makin tenang dan mantap. Semua ajaran-ajaran gurunya meskipun masih
sederhana, berkelebatan tiada henti di ruang benaknya. Kini, ia telah dapat
mengenai tubuh lawan dengan benturan-benturan dahsyat. Ia meloncat gesit
berpindah tempat. Lambat-laun dapat meresapi ilmu kegesitan Wirapati.
Tetapi keempat pemuda Belanda itu, bagaimana mau mengaku kalah? Pertama,
mereka merasa berumur lebih dewasa. Kedua, ditonton seorang gadis mungil
yang menggairahkan. Meskipun cara berkelahi mereka tak teratur, namun cukup
bernafsu dan sungguh-sungguh.
Melihat kenyataan itu Sangaji kini bersikap hati-hati. Ia berlaku sabar,
tetapi bukan kendor.
Kecepatan tetap dipertahankan, begitu juga kekerasannya. Hanya hatinya tak
mau dipengaruhi nafsu dan rasa amarah yang menyala-nyala. Sedikit demi
sedikit ia mendesak tenis dan mempengaruhi gerakan-gerakan lawan. Jurus-
jurus yang dimainkan tak lebih dari tiga puluh jurus. Tetapi selalu diulang
dan diulang dan dicampur baur serta disesuaikan. Untung, lawannya bukan
termasuk barisan pendekar. Seumpama begitu, sudah lama dia bisa
dikalahkan.
Jan De Groote yang memimpin ketiga kawannya mulai heran dan berkecil hati.
Semua serangannya dilakukan dengan sungguh-sungguh, tapi selalu meleset
luput. Mulailah dia menduga-duga, kalau kali ini ia dan kawan-kawannya akan
menumbuk batu.
Karena ragu gerakannya mulai ayal. Sangaji bermata tajam. Begitu melihat
gerakan Jan De Groote jadi lemah, segera ia melontarkan pukulan telak.
Gugup Jan De Groote mencoba menangkap gempuran itu. Ia kaget, tatkala kena
dorongan tenaga dahsyat. Cepat-cepat ia melepaskan. Tapi justru itu,
gempuran Sangaji meluncur tak tertahankan lagi. Dadanya kena benturan dan
seketika itu juga ia berbatuk-batuk sesak. Rasanya seperti nyaris meledak.
Kawan-kawannya terkejut. Mereka lalu me-rangsak maju untuk melindungi.
Sangaji sebaliknya sudah mendapat kepercayaan. Ia mulai menyerang lagi dan
mempengaruhi mereka dengan gerakan-gerakan gesit.
Benar saja Karel Speelman, Tako Weidema dan Pieter De Jong jadi keripuhan.
Mereka menangkis dan menyerang tanpa pegangan. Gerakannya kacau dan membabi
buta.
Sangaji kegirangan. Diam-diam ia mengubah cara berkelahinya. Kini hendak
mempraktekkan ajaran Jaga Saradenta. Ia menangkap lengan lawan danmemijit
urat nadi. Kemudian ia menyiku lawan yang lain. Setelah itu tangan kanannya
menyambar tenggorokan lawan yang merang-sak dari sebelah kanan. Fatal
akibatnya.
Mereka mengerang kesakitan. Kemudian dengan meram, mereka menyerang kalang
kabut. Tak peduli Sangaji lebih unggul dalam tata berkelahi, tetapi
demikian tak urung pundaknya kena terhajar.
Sangaji kaget. Pundaknya terasa sakit. Terpaksa ia menggulingkan diri
sambil berpikir, kalau begini terus-menerus mana bisa aku mengalahkan
mereka. Lebih baik kutangkap salah seorang dari mereka.
Lalu ia mengarah kepada Jan De Groote yang masih berbatuk-batuk. Cepat ia
menyerang dan menangkap lengannya. Grat nadinya segera dipi-jitnya. Sedang
tangan kanannya mencekek leher.
"Kalau kalian tidak mengaku kalah, akan kucekek temanmu ini," ancamnya.
Besar juga pengaruh ancaman Sangaji. Karel Speelman, Tako Weidema dan
Pieter De Jong sesungguhnya hanya menjadi pembantu Jan De Groote. Melihat
Jan De Groote bisa ditangkap Sangaji, hatinya jadi kecut.
CIntung, waktu itu di pinggir jalan nampaklah seorang laki-laki tegap duduk
di atas pelana kuda. Dialah Willem Erbefeld. Dia sudah berada di situ
beberapa waktu menyaksikan perkelahian mereka. Ia heran, menyaksikan
Sangaji sanggup melawan empat orang lawan yang jauh lebih besar
daripadanya. Diam-diam ia berpikir, anak ini pandai berkelahi. Darimanakah
dia memperoleh kepandaian itu?
Tatkala melihat Sangaji hendak mencekek lawan, segera ia menghampiri dan
membentak pemuda-pemuda Belanda.
"Hai! Mengapa kalian mengkerubut seorang bocah?"
Karel Speelman, Tako Weidema dan Pieter De Jong tak kepalang kagetnya
melihat datangnya Willem Erbefeld. Sangajipun tak terkecuali. Tetapi ia
bergirang hati. Segera ia melepaskan Jan De Groote dan berkata mengadu.
"Mereka datang dan lantas saja menyerang. Dua bulan yang lalu aku dikerubut
mereka berempat. Aku diseret dan dilemparkan ke parit."
"Apa perkaranya?"
"Mereka pasti diperintah Major De Groote. Dulu Major De Groote merampas
pistol ini."
Willem Erbefeld lantas saja dapat mengerti persoalannya. Cekatan ia
melompat dari punggung kuda. Tanpa berkata sepatah katapun ia menghampiri
keempat pemuda Belanda dan
dihajarnya kalang kabut.
"Nah, bilanglah pada De Groote! Kapan saja dia boleh datang," bentaknya.
Kena hajaran Willem Erbefeld, keempat pemuda Belanda itu jatuh
terjengkang-jengkang. Mukanya babak-belur dan segera lari meninggalkan
lapangan dengan peringisan.
"Adik yang baik. Kau dimusuhi orang karena aku. Mulai sekarang janganlah
kamu berlatih seorang diri, bila aku tidak ada di rumah." Kata Willem
Erbefeld penuh perasaan. Mendadak ia melihat si Sonny yang berdiri tertegun
tak jauh daripadanya. Ia heran. "Eh ... bukankah kamu anak Kapten De Hoop?"
tanyanya.
Sonny mengangguk.
"Mengapa kamu ada di sini pula?"
Sonny jadi kebingungan. Tak tahu dia harus menjawab bagaimana. Matanya
mengarah kepada Sangaji hendak menyelidiki kesan si bocah. Sangaji ternyata
cukup lapang dada. Melihat Sonny kebingungan timbul rasa ibanya. Lantas
saja dia menyahut, "Dia melihat aku berlatih."
"Oho..." Willem Erbefeld tertawa. "Pantas kamu bersemangat. Apa kalian
sudah lama berkenalan?"
Sangaji tergugu mendapat pertanyaan demikian. Sebaliknya Sonny mendapat
kesan bagus karena pembelaannya. Dasar dia seorang peranakan Belanda.
Hatinya polos dan gerak-geriknya bebas. Begitu melihat Sangaji tergugu,
dengan cepat dapat menebak hatinya. Dengan mengeluarkan sapu tangan kecil
ia menghampiri Sangaji dan mengusap keringat dan pasir yang menempel di
pipi. Keruan saja muka Sangaji merah padam. Sebagai seorang berperasaan
timur, tak bisa ia mendapat perlakuan begitu. Tetapi Willem Erbefeld
malahan berkesan gembira. Katanya girang, "Ah! Kalian sudah berteman lama.
Mengapa baru kali ini aku melihat pergaulan kalian."
Mereka berdua diajak beristirahat di bawah pohon. Willem Erbefeld merenungi
keduanya.
"Sangaji! Mulai minggu depan kamu harus belajar naik kuda. Kamu cukup
tangkas. Kulihat kau tadi ... oya ... dari mana kamu bisa belajar berkelahi?"
Tak berani Sangaji berbohong terhadap Willem Erbefeld. Sebaliknya tak
berani ia melanggar pesan gurunya. Karena itu ia jadi kebingungan. Willem
Erbefeld heran berbareng curiga. Katanya lagi, "Apa selama kau
kutinggalkan, seringkali berkelahi sehingga mendapat pengalaman membela diri?"
"Tidak! Tidak! Tapi tak berani aku mengatakan." "Apakah kamu berguru pada
ahli-ahli silat dan pencak?" "Tidak! Tidak! Tapi tak berani aku mengatakan."
Willem Erbefeld tak mendesak lagi. la cukup kenal tabiat adik angkatnya.
Dulu ia berani membandel ketika di desak Mayor De Groote dengan mengucapkan
kata-kata itu. Akhirnya dia berkata perlahan, "Aku tak menyalahkanmu.
Seandainya benar begitu, alangkah senangku bila aku bisa berkenalan dengan
guru-gurumu."
"Aku tak berguru kepada siapa pun juga," bantah Sangaji gemetaran.
Willem Erbefeld bersikap seolah-olah- tak mendengarkan. Ia kemudian
mengalihkan pembicaraan tentang rencana latihan menunggang kuda dan ilmu
pedang. Sangaji jadi berlega hati. Segera ia menyambung pembicaraan.
Kesannya menggirangkan hati.
"Hai!" kata Willem Erbefeld kepada Sonny. "Kau boleh melihat latihan itu."
"Mengapa hanya melihat?" sahut Sonny. "Sonny pun ingin belajar naik, kuda."
"Bagus! Mintalah izin ayahmu dulu. Kalian berdua boleh belajar naik kuda
bersama-sama." "Tapi Willem sangat galak," sambung Sangaji.
"Willem?" Sonny menebak-nebak.
"Ya, Willem." Sahut Willem Erbefeld tertawa berkakakan. "Willem nama kuda
Sangaji. Bukan Willem namaku."
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@
Bagian 56
la lantas mengendapkan kepala seperti hendak menyerahkan gundulnya untuk
dihantam. Mendadak kedua tinjunya dilontarkan cepat ke pinggang lawan
sambil menyerbu masuk. Jan De Groote kaget. Buru-buru ia mengelak, sedang
Tako Weidema cepat-cepat menangkis. Tetapi justru karena berubahnya tata
berkelahi ini, mereka jadi keripuan.
Sangaji lantas saja dapat mempraktekkan ajaran-ajaran ilmu Wirapati dan
Jaga Saradenta dengan berbareng. Dengan gesit dan penuh tenaga ia
menyerang. Sebentar dia menghampiri Karel Speelman, mendadak pula menyambar
Tako Weidema. Sebentar pula menghantam Jan De Groote dan tiba-tiba memukul
Piter De Jong.
Keruan saja mereka terkejut dan cara bertempurnya jadi kacau.
Di tepi lapangan kini banyak orang-orang yang datang melihat. Mereka
bersikap diam. Penduduk kota sudah barang tentu memihak kepada Sangaji
karena rasa kebangsaannya. Tetapi serdadu-serdadu Belanda yang sedang
berlatih menembak, memihak sebaliknya. Mereka heran juga menyaksikan
kegesitan si anak Bumiputera.
Makin lama makin seru perkelahian itu. Masing-masing tak sudi memberi hati.
Mereka mengerahkan tenaga dan segenap perhatiannya, Sangaji nampak bahkan
makin tenang dan mantap. Semua ajaran-ajaran gurunya meskipun masih
sederhana, berkelebatan tiada henti di ruang benaknya. Kini, ia telah dapat
mengenai tubuh lawan dengan benturan-benturan dahsyat. Ia meloncat gesit
berpindah tempat. Lambat-laun dapat meresapi ilmu kegesitan Wirapati.
Tetapi keempat pemuda Belanda itu, bagaimana mau mengaku kalah? Pertama,
mereka merasa berumur lebih dewasa. Kedua, ditonton seorang gadis mungil
yang menggairahkan. Meskipun cara berkelahi mereka tak teratur, namun cukup
bernafsu dan sungguh-sungguh.
Melihat kenyataan itu Sangaji kini bersikap hati-hati. Ia berlaku sabar,
tetapi bukan kendor.
Kecepatan tetap dipertahankan, begitu juga kekerasannya. Hanya hatinya tak
mau dipengaruhi nafsu dan rasa amarah yang menyala-nyala. Sedikit demi
sedikit ia mendesak tenis dan mempengaruhi gerakan-gerakan lawan. Jurus-
jurus yang dimainkan tak lebih dari tiga puluh jurus. Tetapi selalu diulang
dan diulang dan dicampur baur serta disesuaikan. Untung, lawannya bukan
termasuk barisan pendekar. Seumpama begitu, sudah lama dia bisa
dikalahkan.
Jan De Groote yang memimpin ketiga kawannya mulai heran dan berkecil hati.
Semua serangannya dilakukan dengan sungguh-sungguh, tapi selalu meleset
luput. Mulailah dia menduga-duga, kalau kali ini ia dan kawan-kawannya akan
menumbuk batu.
Karena ragu gerakannya mulai ayal. Sangaji bermata tajam. Begitu melihat
gerakan Jan De Groote jadi lemah, segera ia melontarkan pukulan telak.
Gugup Jan De Groote mencoba menangkap gempuran itu. Ia kaget, tatkala kena
dorongan tenaga dahsyat. Cepat-cepat ia melepaskan. Tapi justru itu,
gempuran Sangaji meluncur tak tertahankan lagi. Dadanya kena benturan dan
seketika itu juga ia berbatuk-batuk sesak. Rasanya seperti nyaris meledak.
Kawan-kawannya terkejut. Mereka lalu me-rangsak maju untuk melindungi.
Sangaji sebaliknya sudah mendapat kepercayaan. Ia mulai menyerang lagi dan
mempengaruhi mereka dengan gerakan-gerakan gesit.
Benar saja Karel Speelman, Tako Weidema dan Pieter De Jong jadi keripuhan.
Mereka menangkis dan menyerang tanpa pegangan. Gerakannya kacau dan membabi
buta.
Sangaji kegirangan. Diam-diam ia mengubah cara berkelahinya. Kini hendak
mempraktekkan ajaran Jaga Saradenta. Ia menangkap lengan lawan danmemijit
urat nadi. Kemudian ia menyiku lawan yang lain. Setelah itu tangan kanannya
menyambar tenggorokan lawan yang merang-sak dari sebelah kanan. Fatal
akibatnya.
Mereka mengerang kesakitan. Kemudian dengan meram, mereka menyerang kalang
kabut. Tak peduli Sangaji lebih unggul dalam tata berkelahi, tetapi
demikian tak urung pundaknya kena terhajar.
Sangaji kaget. Pundaknya terasa sakit. Terpaksa ia menggulingkan diri
sambil berpikir, kalau begini terus-menerus mana bisa aku mengalahkan
mereka. Lebih baik kutangkap salah seorang dari mereka.
Lalu ia mengarah kepada Jan De Groote yang masih berbatuk-batuk. Cepat ia
menyerang dan menangkap lengannya. Grat nadinya segera dipi-jitnya. Sedang
tangan kanannya mencekek leher.
"Kalau kalian tidak mengaku kalah, akan kucekek temanmu ini," ancamnya.
Besar juga pengaruh ancaman Sangaji. Karel Speelman, Tako Weidema dan
Pieter De Jong sesungguhnya hanya menjadi pembantu Jan De Groote. Melihat
Jan De Groote bisa ditangkap Sangaji, hatinya jadi kecut.
CIntung, waktu itu di pinggir jalan nampaklah seorang laki-laki tegap duduk
di atas pelana kuda. Dialah Willem Erbefeld. Dia sudah berada di situ
beberapa waktu menyaksikan perkelahian mereka. Ia heran, menyaksikan
Sangaji sanggup melawan empat orang lawan yang jauh lebih besar
daripadanya. Diam-diam ia berpikir, anak ini pandai berkelahi. Darimanakah
dia memperoleh kepandaian itu?
Tatkala melihat Sangaji hendak mencekek lawan, segera ia menghampiri dan
membentak pemuda-pemuda Belanda.
"Hai! Mengapa kalian mengkerubut seorang bocah?"
Karel Speelman, Tako Weidema dan Pieter De Jong tak kepalang kagetnya
melihat datangnya Willem Erbefeld. Sangajipun tak terkecuali. Tetapi ia
bergirang hati. Segera ia melepaskan Jan De Groote dan berkata mengadu.
"Mereka datang dan lantas saja menyerang. Dua bulan yang lalu aku dikerubut
mereka berempat. Aku diseret dan dilemparkan ke parit."
"Apa perkaranya?"
"Mereka pasti diperintah Major De Groote. Dulu Major De Groote merampas
pistol ini."
Willem Erbefeld lantas saja dapat mengerti persoalannya. Cekatan ia
melompat dari punggung kuda. Tanpa berkata sepatah katapun ia menghampiri
keempat pemuda Belanda dan
dihajarnya kalang kabut.
"Nah, bilanglah pada De Groote! Kapan saja dia boleh datang," bentaknya.
Kena hajaran Willem Erbefeld, keempat pemuda Belanda itu jatuh
terjengkang-jengkang. Mukanya babak-belur dan segera lari meninggalkan
lapangan dengan peringisan.
"Adik yang baik. Kau dimusuhi orang karena aku. Mulai sekarang janganlah
kamu berlatih seorang diri, bila aku tidak ada di rumah." Kata Willem
Erbefeld penuh perasaan. Mendadak ia melihat si Sonny yang berdiri tertegun
tak jauh daripadanya. Ia heran. "Eh ... bukankah kamu anak Kapten De Hoop?"
tanyanya.
Sonny mengangguk.
"Mengapa kamu ada di sini pula?"
Sonny jadi kebingungan. Tak tahu dia harus menjawab bagaimana. Matanya
mengarah kepada Sangaji hendak menyelidiki kesan si bocah. Sangaji ternyata
cukup lapang dada. Melihat Sonny kebingungan timbul rasa ibanya. Lantas
saja dia menyahut, "Dia melihat aku berlatih."
"Oho..." Willem Erbefeld tertawa. "Pantas kamu bersemangat. Apa kalian
sudah lama berkenalan?"
Sangaji tergugu mendapat pertanyaan demikian. Sebaliknya Sonny mendapat
kesan bagus karena pembelaannya. Dasar dia seorang peranakan Belanda.
Hatinya polos dan gerak-geriknya bebas. Begitu melihat Sangaji tergugu,
dengan cepat dapat menebak hatinya. Dengan mengeluarkan sapu tangan kecil
ia menghampiri Sangaji dan mengusap keringat dan pasir yang menempel di
pipi. Keruan saja muka Sangaji merah padam. Sebagai seorang berperasaan
timur, tak bisa ia mendapat perlakuan begitu. Tetapi Willem Erbefeld
malahan berkesan gembira. Katanya girang, "Ah! Kalian sudah berteman lama.
Mengapa baru kali ini aku melihat pergaulan kalian."
Mereka berdua diajak beristirahat di bawah pohon. Willem Erbefeld merenungi
keduanya.
"Sangaji! Mulai minggu depan kamu harus belajar naik kuda. Kamu cukup
tangkas. Kulihat kau tadi ... oya ... dari mana kamu bisa belajar berkelahi?"
Tak berani Sangaji berbohong terhadap Willem Erbefeld. Sebaliknya tak
berani ia melanggar pesan gurunya. Karena itu ia jadi kebingungan. Willem
Erbefeld heran berbareng curiga. Katanya lagi, "Apa selama kau
kutinggalkan, seringkali berkelahi sehingga mendapat pengalaman membela diri?"
"Tidak! Tidak! Tapi tak berani aku mengatakan." "Apakah kamu berguru pada
ahli-ahli silat dan pencak?" "Tidak! Tidak! Tapi tak berani aku mengatakan."
Willem Erbefeld tak mendesak lagi. la cukup kenal tabiat adik angkatnya.
Dulu ia berani membandel ketika di desak Mayor De Groote dengan mengucapkan
kata-kata itu. Akhirnya dia berkata perlahan, "Aku tak menyalahkanmu.
Seandainya benar begitu, alangkah senangku bila aku bisa berkenalan dengan
guru-gurumu."
"Aku tak berguru kepada siapa pun juga," bantah Sangaji gemetaran.
Willem Erbefeld bersikap seolah-olah- tak mendengarkan. Ia kemudian
mengalihkan pembicaraan tentang rencana latihan menunggang kuda dan ilmu
pedang. Sangaji jadi berlega hati. Segera ia menyambung pembicaraan.
Kesannya menggirangkan hati.
"Hai!" kata Willem Erbefeld kepada Sonny. "Kau boleh melihat latihan itu."
"Mengapa hanya melihat?" sahut Sonny. "Sonny pun ingin belajar naik, kuda."
"Bagus! Mintalah izin ayahmu dulu. Kalian berdua boleh belajar naik kuda
bersama-sama." "Tapi Willem sangat galak," sambung Sangaji.
"Willem?" Sonny menebak-nebak.
"Ya, Willem." Sahut Willem Erbefeld tertawa berkakakan. "Willem nama kuda
Sangaji. Bukan Willem namaku."
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Habanero Mustard
Habanero Mustard. 150,000 - 325,000 Scoville Units. Capsicum Chinense. This
hot, high yielding pepper originates from the Caribbean. The wrinkled pods
are about 1.5" (4 cm) in length and width. The pods color from light green
with a hint of purple, to a mustard-orange color and finally orange when
mature.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
hot, high yielding pepper originates from the Caribbean. The wrinkled pods
are about 1.5" (4 cm) in length and width. The pods color from light green
with a hint of purple, to a mustard-orange color and finally orange when
mature.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Musa acuminata
Musa acuminata
Musa acuminata is a species of herbaceous plant from Southeast Asia.
Actually it is a very remarkable herbaceous plant because (along with
certain other members of the Musa genus), it is the large…
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Musa acuminata is a species of herbaceous plant from Southeast Asia.
Actually it is a very remarkable herbaceous plant because (along with
certain other members of the Musa genus), it is the large…
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
5.29.2019
Ghost pepper - bhut jolokia (100-120 days) Germ 14-21 days
Ghost pepper - bhut jolokia (100-120 days)
Germ 14-21 days
A legendary variety from India with its extreme heat , said to be one of
the hottest pepper in the world with a Scoville rating over 1 million
units. For comparison the Jalapeno has a rating of 3500-10,000 and the
Habanero rated at 100,000-350,000. Patience is required for this pepper, as
they start out slow but will form 4' tall plants with thin walled, wrinkly
fruit that ripen to red. Start indoors early as they can be slow to
germinate and do require a long season. 20 seeds
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Germ 14-21 days
A legendary variety from India with its extreme heat , said to be one of
the hottest pepper in the world with a Scoville rating over 1 million
units. For comparison the Jalapeno has a rating of 3500-10,000 and the
Habanero rated at 100,000-350,000. Patience is required for this pepper, as
they start out slow but will form 4' tall plants with thin walled, wrinkly
fruit that ripen to red. Start indoors early as they can be slow to
germinate and do require a long season. 20 seeds
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@ Bagian 55

@bende mataram@
Bagian 55
Semenjak itu WIRAPATI dan JAGA SARADENTA tekun mewariskan ilmu-ilmunya
kepada Sangaji. Tempat berlatihnya di tepi pantai atau di tengah hutan yang
sunyi dari manusia. Mereka berusaha menjauhi lapangan tempat berlatih
menembak para serdadu. Dengan demikian, tanpa disengaja Sangaji menghindari
ancaman kaki-tangan Mayor de Groote yang berjanji mau menghajarnya sampai
cacat.
Tetapi pada suatu hari Willem Erbefeld pulang ke rumah. Segera ia mendesak
agar Sangaji berlatih memahirkan menembak pistol. Dia merencanakan mau
menurunkan ilmunya menembak mahir dengan senapan.
Terpaksalah Sangaji minta izin kedua gurunya untuk membagi waktu. Pada pagi
hari dia bersekolah berbahasa Belanda. Sore hari berlatih menembak dengan
pistol. Dan pada malam hari menghadang kedua gurunya di tepi pantai atau
tempat-tempat pertemuan yang telah ditentukan.
Rukmini telah mengetahui tentang adanya Wirapati dan Jaga Saradenta. Pernah
dia bertemu, berbicara dan berunding. Untuk mata-pen-caharian hidup,
Rukmini sanggup memikulnya dengan berjualan. Jaga Saradenta masih mempunyai
sisa bekal hidup. Meskipun tidak berjumlah banyak, cukuplah buat modal
pengukir waktu.
Syahdan,—pada suatu sore tatkala Sangaji sedang sibuk berlatih menembak
pistol, datanglah seorang gadis tanggung. Dialah si Sonny, gadis Indo yang
pernah dikenal Wirapati sewaktu rombongan utusan dari Yogyakarta datang ke
Jakarta.
"Hai!" tegurnya. "Sejak kapan kau berlatih menembak?" Sangaji tak
berprasangka buruk padanya. Memang pada saat tertentu banyak kanak-kanak
tanggung datang menonton dan mengagumi. Hanya saja ia heran mendapat kesan
pandangan si gadis.
Sonny ternyata seorang gadis tanggung yang sedang mekar. Gerak-geriknya
setengah kekanak-kanakan, setengah pula menggairahkan, la lincah dan
berhati polos seperti adat seorang keturunan orang barat. Belum lagi
Sangaji menjawab tegurnya, ia lantas menghampiri.
"Ini pistolmu?" tanyanya lagi. Sangaji menggelengkan kepala. "Kau mencuri?"
"Mencuri?" Sangaji merasa tersinggung. "Ini pistol kakakku." "Siapa?"
"Willem Erbefeld."
"Cis! Keluarga pemberontak bukan?"
Merah padam Sangaji mendengar cela si gadis. Segera ia mau membentak,
tetapi dilihatnya si gadis tetap berwajah dingin.
"Keluarga pemberontak tak boleh menyimpan pistol," katanya lagi.
Habis kesabarannya Sangaji yang mudah tersinggung. Lantas saja mendamprat.
"Kau siapa sih, berani ngomong seenaknya?"
"Memangnya siapa aku?" sahut Sonny cepat.
Muka Sangaji merah padam. Mendadak dilihatnya empat orang pemuda tanggung
berdiri tak jauh daripadanya. Keempat pemuda tanggung itu bertolak pinggang
dan melihat tajam padanya. Siapa lagi kalau bukannya Jan de Groote, Karel
Speelman, Tako Weidema dan Pieter De Jong. Sudah hampir dua bulan lama-nya
mereka berempat mencari-cari kesempatan mau menghadiahkan bogem mentah
padanya. Tapi Sangaji tak pernah muncul di tengah lapangan. Pada suatu hari
mereka mendapat kabar dari Mayor De Groote kalau Sangaji mulai berlatih
menembak pistol lagi semenjak Kapten Willem Erbefeld pulang dari dinas luar
daerah. Mereka lantas mencari dalih pertengkaran. Sore itu mereka
mengirimkan si Sonny agar datang menggodanya. Begitu melihat muka Sangaji
merah padam, lantas saja mereka berempat menghampiri. Jan De Groote
kemudian mendamprat. "Anjing Jawa, kau berani kurang ajar pada seorang noniek?"
"Emangnya kau anggap apa noniek ini?" sambung Karel Speelman.
"Rupanya dia habis bertengkar sama seorang gadis. Anjing Jawa hanya berani
berlawanan dengan seorang gadis. Cuh!" sambung Tako Weide-ma.
"Babi ini, perlu kita hajar!" bentak Pieter De Jong.
Sangaji meskipun berotak cerdas tak pandai berbicara tajam. Dihujani
dampratan begitu rupa, mukanya merah padam. Seluruh tubuhnya bergemetaran
karena menahan marah. Lagipula hatinya masih dendam pada mereka.
Sekarang ia berprasangka jelek pada si Sonny. Kedengkiannya lantas saja
meluap. Didoronglah si Sonny ke pinggir sambil membentak, "Kau ular hijau,
enyahlah!"
Sonny jadi terkejut. Memang ia tahu, dirinya dikirim ke lapangan untuk
membangkitkan amarah Sangaji. Tetapi tak pernah dia menyangka akan
diperlakukan demikian. Dasar dia masih kanak-kanak. Lantas saja dia
menggerutu emoh dipersalahkan. Mendamprat.
"Kenapa kau mendorongku? Apa aku memukulmu?"
Sangaji tergugu. Diam-diam ia merasa bersalah karena terburu nafsu. Ia mau
minta maaf, mendadak keempat pemuda tanggung itu bersama-sama maju menyerang.
Sangaji sekarang, bukan lagi Sangaji dua bulan yang lalu. Ia bersikap
tenang, tajam dan tahu menjaga diri. Keruan saja keempat pemuda Belanda itu
menumbuk batu. Begitu mereka maju dengan cepat Sangaji menggunakan jurus
ajaran Wirapati. Ia mengelak, sambil kakinya mengkait. Tinjunya dilontarkan
mengarah dada. Kemudian membalik menyiku sambil mengirimkan tendangan
berantai ajaran Jaga Sa-radenta. Seketika itu juga, keempat pemuda Belanda
jatuh terjengkang dan saling bertubrukan.
Sangaji sendiri kurang latihan. Meskipun bisa menjatuhkan lawan, ia masih
belum dapat mem-pertahankan dorongan tenaga lawan, la berkisar dari
tempatnya dan jatuh terguling. Tetapi ia dapat berdiri tegak dengan gesit.
Jan De Groote heran bukan main. Sama sekali tak diduganya kalau serangan
mereka berempat bisa korat-karit.
"Hai anjing jawa! Kau bisa berkelahi sekarang?"
"Aku bernama Sangaji. Bukan anjing Jawa atau anjing Belanda," sahut Sangaji
gemetaran.
"Aku senang memanggilmu anjing Jawa," damprat Jan De Groote. Matanya
mengerling kepada si Sonny hendak mencari pujian. Memang ia menaruh hati
pada si gadis cilik. Sonny sengaja disuruh melihat perkelahian itu. Dia
yakin bakal menang. Bukankah akan naik harga dirinya di mata si gadis?
Karel Speelman dan Pieter De Jong berwatak brangasan. Tanpa berbicara lagi
mereka berdua lantas menyerang. Sangaji menggunakan ilmu ajaran Saradenta
yang berpokok kepada kedahsyatan dan keuletan tenaga. Serangan Karel
Speelman dan Pieter De Jong ia sambut keras lawan keras. Kesudahannya
hebat, la tergetar mundur tiga langkah. Tetapi Karel Speelman dan Pieter De
Jong jatuh terpental dan terguling ke tanah. Menyaksikan itu, Jan De Groote
bertambah heran. Diam-diam ia menduga-duga, hai anak ini dari mana mendapat
tenaga dahsyat. Biar kucobanya.
Ia kemudian melompat maju dan menyambar rahang Sangaji. Dengan mudah
Sangaji mengelak. Tetapi mendadak saja Tako Weidema merangsak dari kiri.
Terpaksa dia mundur. Segera juga ia ingat ajaran Wirapati; 'dalam suatu
pertempuran jangan biarkan dirimu dipengaruhi gerakan-gerakan musuh.
Sebaliknya kamu harus mempengaruhi dan kemudian perlahan-lahan kau menguasai'.
Teringat akan ajaran Wirapati, ia cepat-cepat merubah cara berkelahi. Tadi
dia membiarkan dirinya diserang lawan dan dia hanya menangkis belaka.
Sekarang baiklah aku menyerang! pikirnya.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
@bende mataram@
Bagian 55
Semenjak itu WIRAPATI dan JAGA SARADENTA tekun mewariskan ilmu-ilmunya
kepada Sangaji. Tempat berlatihnya di tepi pantai atau di tengah hutan yang
sunyi dari manusia. Mereka berusaha menjauhi lapangan tempat berlatih
menembak para serdadu. Dengan demikian, tanpa disengaja Sangaji menghindari
ancaman kaki-tangan Mayor de Groote yang berjanji mau menghajarnya sampai
cacat.
Tetapi pada suatu hari Willem Erbefeld pulang ke rumah. Segera ia mendesak
agar Sangaji berlatih memahirkan menembak pistol. Dia merencanakan mau
menurunkan ilmunya menembak mahir dengan senapan.
Terpaksalah Sangaji minta izin kedua gurunya untuk membagi waktu. Pada pagi
hari dia bersekolah berbahasa Belanda. Sore hari berlatih menembak dengan
pistol. Dan pada malam hari menghadang kedua gurunya di tepi pantai atau
tempat-tempat pertemuan yang telah ditentukan.
Rukmini telah mengetahui tentang adanya Wirapati dan Jaga Saradenta. Pernah
dia bertemu, berbicara dan berunding. Untuk mata-pen-caharian hidup,
Rukmini sanggup memikulnya dengan berjualan. Jaga Saradenta masih mempunyai
sisa bekal hidup. Meskipun tidak berjumlah banyak, cukuplah buat modal
pengukir waktu.
Syahdan,—pada suatu sore tatkala Sangaji sedang sibuk berlatih menembak
pistol, datanglah seorang gadis tanggung. Dialah si Sonny, gadis Indo yang
pernah dikenal Wirapati sewaktu rombongan utusan dari Yogyakarta datang ke
Jakarta.
"Hai!" tegurnya. "Sejak kapan kau berlatih menembak?" Sangaji tak
berprasangka buruk padanya. Memang pada saat tertentu banyak kanak-kanak
tanggung datang menonton dan mengagumi. Hanya saja ia heran mendapat kesan
pandangan si gadis.
Sonny ternyata seorang gadis tanggung yang sedang mekar. Gerak-geriknya
setengah kekanak-kanakan, setengah pula menggairahkan, la lincah dan
berhati polos seperti adat seorang keturunan orang barat. Belum lagi
Sangaji menjawab tegurnya, ia lantas menghampiri.
"Ini pistolmu?" tanyanya lagi. Sangaji menggelengkan kepala. "Kau mencuri?"
"Mencuri?" Sangaji merasa tersinggung. "Ini pistol kakakku." "Siapa?"
"Willem Erbefeld."
"Cis! Keluarga pemberontak bukan?"
Merah padam Sangaji mendengar cela si gadis. Segera ia mau membentak,
tetapi dilihatnya si gadis tetap berwajah dingin.
"Keluarga pemberontak tak boleh menyimpan pistol," katanya lagi.
Habis kesabarannya Sangaji yang mudah tersinggung. Lantas saja mendamprat.
"Kau siapa sih, berani ngomong seenaknya?"
"Memangnya siapa aku?" sahut Sonny cepat.
Muka Sangaji merah padam. Mendadak dilihatnya empat orang pemuda tanggung
berdiri tak jauh daripadanya. Keempat pemuda tanggung itu bertolak pinggang
dan melihat tajam padanya. Siapa lagi kalau bukannya Jan de Groote, Karel
Speelman, Tako Weidema dan Pieter De Jong. Sudah hampir dua bulan lama-nya
mereka berempat mencari-cari kesempatan mau menghadiahkan bogem mentah
padanya. Tapi Sangaji tak pernah muncul di tengah lapangan. Pada suatu hari
mereka mendapat kabar dari Mayor De Groote kalau Sangaji mulai berlatih
menembak pistol lagi semenjak Kapten Willem Erbefeld pulang dari dinas luar
daerah. Mereka lantas mencari dalih pertengkaran. Sore itu mereka
mengirimkan si Sonny agar datang menggodanya. Begitu melihat muka Sangaji
merah padam, lantas saja mereka berempat menghampiri. Jan De Groote
kemudian mendamprat. "Anjing Jawa, kau berani kurang ajar pada seorang noniek?"
"Emangnya kau anggap apa noniek ini?" sambung Karel Speelman.
"Rupanya dia habis bertengkar sama seorang gadis. Anjing Jawa hanya berani
berlawanan dengan seorang gadis. Cuh!" sambung Tako Weide-ma.
"Babi ini, perlu kita hajar!" bentak Pieter De Jong.
Sangaji meskipun berotak cerdas tak pandai berbicara tajam. Dihujani
dampratan begitu rupa, mukanya merah padam. Seluruh tubuhnya bergemetaran
karena menahan marah. Lagipula hatinya masih dendam pada mereka.
Sekarang ia berprasangka jelek pada si Sonny. Kedengkiannya lantas saja
meluap. Didoronglah si Sonny ke pinggir sambil membentak, "Kau ular hijau,
enyahlah!"
Sonny jadi terkejut. Memang ia tahu, dirinya dikirim ke lapangan untuk
membangkitkan amarah Sangaji. Tetapi tak pernah dia menyangka akan
diperlakukan demikian. Dasar dia masih kanak-kanak. Lantas saja dia
menggerutu emoh dipersalahkan. Mendamprat.
"Kenapa kau mendorongku? Apa aku memukulmu?"
Sangaji tergugu. Diam-diam ia merasa bersalah karena terburu nafsu. Ia mau
minta maaf, mendadak keempat pemuda tanggung itu bersama-sama maju menyerang.
Sangaji sekarang, bukan lagi Sangaji dua bulan yang lalu. Ia bersikap
tenang, tajam dan tahu menjaga diri. Keruan saja keempat pemuda Belanda itu
menumbuk batu. Begitu mereka maju dengan cepat Sangaji menggunakan jurus
ajaran Wirapati. Ia mengelak, sambil kakinya mengkait. Tinjunya dilontarkan
mengarah dada. Kemudian membalik menyiku sambil mengirimkan tendangan
berantai ajaran Jaga Sa-radenta. Seketika itu juga, keempat pemuda Belanda
jatuh terjengkang dan saling bertubrukan.
Sangaji sendiri kurang latihan. Meskipun bisa menjatuhkan lawan, ia masih
belum dapat mem-pertahankan dorongan tenaga lawan, la berkisar dari
tempatnya dan jatuh terguling. Tetapi ia dapat berdiri tegak dengan gesit.
Jan De Groote heran bukan main. Sama sekali tak diduganya kalau serangan
mereka berempat bisa korat-karit.
"Hai anjing jawa! Kau bisa berkelahi sekarang?"
"Aku bernama Sangaji. Bukan anjing Jawa atau anjing Belanda," sahut Sangaji
gemetaran.
"Aku senang memanggilmu anjing Jawa," damprat Jan De Groote. Matanya
mengerling kepada si Sonny hendak mencari pujian. Memang ia menaruh hati
pada si gadis cilik. Sonny sengaja disuruh melihat perkelahian itu. Dia
yakin bakal menang. Bukankah akan naik harga dirinya di mata si gadis?
Karel Speelman dan Pieter De Jong berwatak brangasan. Tanpa berbicara lagi
mereka berdua lantas menyerang. Sangaji menggunakan ilmu ajaran Saradenta
yang berpokok kepada kedahsyatan dan keuletan tenaga. Serangan Karel
Speelman dan Pieter De Jong ia sambut keras lawan keras. Kesudahannya
hebat, la tergetar mundur tiga langkah. Tetapi Karel Speelman dan Pieter De
Jong jatuh terpental dan terguling ke tanah. Menyaksikan itu, Jan De Groote
bertambah heran. Diam-diam ia menduga-duga, hai anak ini dari mana mendapat
tenaga dahsyat. Biar kucobanya.
Ia kemudian melompat maju dan menyambar rahang Sangaji. Dengan mudah
Sangaji mengelak. Tetapi mendadak saja Tako Weidema merangsak dari kiri.
Terpaksa dia mundur. Segera juga ia ingat ajaran Wirapati; 'dalam suatu
pertempuran jangan biarkan dirimu dipengaruhi gerakan-gerakan musuh.
Sebaliknya kamu harus mempengaruhi dan kemudian perlahan-lahan kau menguasai'.
Teringat akan ajaran Wirapati, ia cepat-cepat merubah cara berkelahi. Tadi
dia membiarkan dirinya diserang lawan dan dia hanya menangkis belaka.
Sekarang baiklah aku menyerang! pikirnya.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
5.28.2019
Teknik Mancing Sidat
Teknik Mancing Sidat : Untuk penggemar mancing di laut maka mascotnya
adalah
marlin, sedangkan untuk para pemancing air tawar
di wilayah
jogja dan sekitarnya sidatlah yang menjadi
mascotnya. Ikan ini termasuk ikan predator, mencari makan di malam
hari, bisa juga
siang hari dengan catatan air sedang keruh. Oleh
karena itu
para pemburu sidat sengaja mencari mereka pada
malam hari, dengan peralatan yang berbeda jika memancing di
siang hari.
Stick, senar, bandul dan mata kail yang cukup besar,
jas hujan,
sepatu boot, senter, pospor atau klinting, kotak
tempat ikan atau karung gandum.
Peralatan memancing pelus tidak perlu dengan
harga yang
mahal, tetapi harus kuat. Karena ikan ini bertenaga
yang
besar. Memancing sidat, pelus atau moa dilakukan pada sore
hingga malam hari, karena pelus adalah jenis ikan
yang aktif di
malam hari. Sehingga peralatan tambahan sepeti
senter dan
sepatu boat mutlak diperlukan untuk menghindari ular dan
sejenisnya.
Waktu memancing pelus yang baik adalah pada
sore menjelang
malam dan dini hari, karena pada waktu itu lah jam
makan ikan tersebut. suhu udara juga harus diperhatikan,
karena pada suhu
yang dingin biasanya pelus tidak mau makan.
Umpan
mengunakan umpan alami. karna ikan pelus
termasuk pemakan daging maka digunakan umpan seperti cacing,
kodok, jangkrik,
piting tawar (yu yu) , belut, udang, ikan kecil, dsb.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
adalah
marlin, sedangkan untuk para pemancing air tawar
di wilayah
jogja dan sekitarnya sidatlah yang menjadi
mascotnya. Ikan ini termasuk ikan predator, mencari makan di malam
hari, bisa juga
siang hari dengan catatan air sedang keruh. Oleh
karena itu
para pemburu sidat sengaja mencari mereka pada
malam hari, dengan peralatan yang berbeda jika memancing di
siang hari.
Stick, senar, bandul dan mata kail yang cukup besar,
jas hujan,
sepatu boot, senter, pospor atau klinting, kotak
tempat ikan atau karung gandum.
Peralatan memancing pelus tidak perlu dengan
harga yang
mahal, tetapi harus kuat. Karena ikan ini bertenaga
yang
besar. Memancing sidat, pelus atau moa dilakukan pada sore
hingga malam hari, karena pelus adalah jenis ikan
yang aktif di
malam hari. Sehingga peralatan tambahan sepeti
senter dan
sepatu boat mutlak diperlukan untuk menghindari ular dan
sejenisnya.
Waktu memancing pelus yang baik adalah pada
sore menjelang
malam dan dini hari, karena pada waktu itu lah jam
makan ikan tersebut. suhu udara juga harus diperhatikan,
karena pada suhu
yang dingin biasanya pelus tidak mau makan.
Umpan
mengunakan umpan alami. karna ikan pelus
termasuk pemakan daging maka digunakan umpan seperti cacing,
kodok, jangkrik,
piting tawar (yu yu) , belut, udang, ikan kecil, dsb.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
5.27.2019
5.26.2019
Info
INFO :
agar berhati-hati skg ada modus baru "Penipuan" dgn menggunakan aplikasi
WA.... si penipu akan ambil foto kita atau keluarga kita untuk dijadikan
profil wa nya... kemudian dia akan menjapri Kel atau org dekat kita.... dan
akan minta pinjaman uang ke org yg di tipunya.... kemudian akan minta kita
untuk transfer ke reknya yg ternyata BUKAN nama org yg ada di foto profil
atau nama yg digunakannya.nanti dia akan memberi alasan berbagai macam
alasan.... harap berhati-hati dan cross cek langsung TELEPON ke no Kel yg
kita kenal langsung dulu, semoga bermanfaat 🙏
*Tolong disebar ke semua grup.*
*Informasi Penting*
Ternyata nomor WA kita memang potensi bisa *dibajak* , bahayanya lagi kalau
orang yang bajak WA kita digunakan utk minta pinjam uang ke kenalan2 di WA
kontak.
*Ayoo lindungi nomor WA kamu supaya tidak dibajak org yg tdk bertanggungjawab*
*Caranya:*
1. Dihalaman depan WA klik 3 titik di pojok kanan atas.
2. Pilih Setelan (Setting) dan klik
3. Pilih Akun (Account) dan klik
4. Pilih Verifikasi dua langkah (Two-step-verification)
5. Masukkan PIN yg mau anda buat dan email anda yg aktif.
6. Selesai.
*WA anda sekarang AMAN*
Lakukan sekarang krn banyak _hacker_, utk meningkatkan kewaspadaan.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
agar berhati-hati skg ada modus baru "Penipuan" dgn menggunakan aplikasi
WA.... si penipu akan ambil foto kita atau keluarga kita untuk dijadikan
profil wa nya... kemudian dia akan menjapri Kel atau org dekat kita.... dan
akan minta pinjaman uang ke org yg di tipunya.... kemudian akan minta kita
untuk transfer ke reknya yg ternyata BUKAN nama org yg ada di foto profil
atau nama yg digunakannya.nanti dia akan memberi alasan berbagai macam
alasan.... harap berhati-hati dan cross cek langsung TELEPON ke no Kel yg
kita kenal langsung dulu, semoga bermanfaat 🙏
*Tolong disebar ke semua grup.*
*Informasi Penting*
Ternyata nomor WA kita memang potensi bisa *dibajak* , bahayanya lagi kalau
orang yang bajak WA kita digunakan utk minta pinjam uang ke kenalan2 di WA
kontak.
*Ayoo lindungi nomor WA kamu supaya tidak dibajak org yg tdk bertanggungjawab*
*Caranya:*
1. Dihalaman depan WA klik 3 titik di pojok kanan atas.
2. Pilih Setelan (Setting) dan klik
3. Pilih Akun (Account) dan klik
4. Pilih Verifikasi dua langkah (Two-step-verification)
5. Masukkan PIN yg mau anda buat dan email anda yg aktif.
6. Selesai.
*WA anda sekarang AMAN*
Lakukan sekarang krn banyak _hacker_, utk meningkatkan kewaspadaan.
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
5.25.2019
Jalur2
Kemenhub sudah mengeluarkan jalur2 yang bisa dilewati saat mudik nanti.
Berikut rutenya:
*Daftar Rute Arus Mudik 2019 dan singkatannya yang ditetapkan Ditjen
Perhubungan Darat guna memudahkan penyebutannya :*_
1. *SEMAR LOYO*
Semarang-Solo-Yogya.
2. *DIBALANG SENDAL*
Purwodadi-Batang-Pemalang-Semarang-Kendal.
3. *KASUR BOSOK*
Karanganyar-Sukoharjo-Boyolali-Solo-Klaten.
4. *SUSU MBOKDE*
Surakarta-Sukoharjo-Mboyolali-Kartasura-Delanggu.
5. *TANTEKU MONTOK*
Panjatan-Tegalan-Kulwaru-Temon-Toyan-Kokap.
6. *BEKAS CIBLEK*
Bekasi-Karawang-Subang-Cirebon-Majalengka-Kuningan.
7. *MALING SUSUR*
Malingping-Sukabumi-Sumedang-Kandanghaur.
8. *KUTANG SIMBOK*
Kuningan-Tasikmalaya-Pangandaran-Sidareja-Maos-Bodas-Karangjati.
9. *BANCI TBC*
Bandung-Cirebon-Tasik-Banjar-Cilacap.
10. *BANCI GARANG:*
Bandung - Cirebon - Tegal - Semarang
11. *NGACENG YO MAS*
Nganjuk- Cepu-Ngawi - Yogja-Banyumas
Jadi nanti kalau sampeyan ditanya
mudik lewat rute mana,
tinggal sebut satu dari rute² tsb 😃😃😃
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Berikut rutenya:
*Daftar Rute Arus Mudik 2019 dan singkatannya yang ditetapkan Ditjen
Perhubungan Darat guna memudahkan penyebutannya :*_
1. *SEMAR LOYO*
Semarang-Solo-Yogya.
2. *DIBALANG SENDAL*
Purwodadi-Batang-Pemalang-Semarang-Kendal.
3. *KASUR BOSOK*
Karanganyar-Sukoharjo-Boyolali-Solo-Klaten.
4. *SUSU MBOKDE*
Surakarta-Sukoharjo-Mboyolali-Kartasura-Delanggu.
5. *TANTEKU MONTOK*
Panjatan-Tegalan-Kulwaru-Temon-Toyan-Kokap.
6. *BEKAS CIBLEK*
Bekasi-Karawang-Subang-Cirebon-Majalengka-Kuningan.
7. *MALING SUSUR*
Malingping-Sukabumi-Sumedang-Kandanghaur.
8. *KUTANG SIMBOK*
Kuningan-Tasikmalaya-Pangandaran-Sidareja-Maos-Bodas-Karangjati.
9. *BANCI TBC*
Bandung-Cirebon-Tasik-Banjar-Cilacap.
10. *BANCI GARANG:*
Bandung - Cirebon - Tegal - Semarang
11. *NGACENG YO MAS*
Nganjuk- Cepu-Ngawi - Yogja-Banyumas
Jadi nanti kalau sampeyan ditanya
mudik lewat rute mana,
tinggal sebut satu dari rute² tsb 😃😃😃
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
5.24.2019
Langganan:
Postingan (Atom)