@bende mataram@
Bagian 77
Di atas bukit ini, berdirilah Kapten De Hoop dengan dua pembantunya Letnan
Van Vuuren dan Letnan Van de Bosch. Melihat peleton garis depan kena
didesak lawan, lantas saja dia memberi aba-aba menembak salvo"). Segera
terjadilah suatu tembakan berondongan. Oleh tembakan berondongan itu
tertahanlah pihak pengejar. Gugup mereka menahan lis kudanya masing-masing
dan debu tanah berhamburan ke udara menyekat penglihatan.
Kapten De Hoop lari mendaki gundukan yang teratas agar mendapatkan
penglihatan yang luas. Ia menjelajahkan pandangannya di jauh sana pada
setiap penjuru. Dari atas gundukan itu ia melihat batalyon Mayor De Groote
sedang bergerak mendatangi.
Yang berada di depan adalah Mayor De Groote dengan diapit oleh empat
perwira. Dia menggunakan pakaian kebesarannya. Berjaket tutup dengan kain
leher putih. Pedangnya tergantung di pinggang dan memantulkan cahaya
matahari di waktu pagi hari. Dia menung-gang kuda gagah perkasa berwarna
putih ke-coklat-coklatan.
Kapten De Hoop menunggu sampai Mayor De Groote berada seratus langkah di
depan-nya. Kemudian berseru, "Mayor De Groote, naiklah ke bukit! Mari kita
bicara!"
Dengan dikawal oleh empat orang perwira dan satu peleton serdadu, Mayor De
Groote menghampiri bukit. Serdadu-serdadu itu berada di depannya bersiaga
melindungi. Ia bersikap angkuh dan pandangannya memancarkan kesan kemenangan.
"Kapten De Hoop, lekaslah menyerah dan serahkan anjing Willem Erbefeld!" ia
berteriak garang.
Kapten De Hoop tidak meladeni. Ia membalas dengan suatu pertanyaannya.
"Apakah kamu membawa batalyonmu memasuki daerah perondaan Bogor?"
Mayor De Groote tak mau kalah dalam beradu lidah. Mendengar Kapten De Hoop
menghindari ucapannya dengan suatu pertanyaan, ia membalas bertanya pula.
Ujarnya, "Semasa aku masih berpangkat Kapten dan menjabat sebagai komandan
kompi, kamu berpangkat dan menjabat apa Kapten De Hoop? Jawablah
pertanyaanku ini, jika kau laki-laki."
Kapten De Hoop diam menimbang-nimbang. Kemudian menjawab, "Letnan dan
Ko-mandan Peleton."
"Bagus!" Mayor De Groote bergembira. Dan ia menyapukan pandangannya untuk
menebarkan kesan kepada seluruh serdadu yang hadir di situ. "Siapakah
Komandan Keamanan Kota dan Komandan Pengawal Istana? Jawab jika kau laki-laki."
"Mayor De Groote."
"Bagus!" seru Mayor De Groote. Dan kembali ia menyapukan pandangannya.
Memang Mayor De Groote adalah Komandan Keamanan Kota merangkap Komandan
Pengawal Istana semenjak Raja Willem V membentuk komisaris-komisaris
Jendral untuk memperbaiki keadaan keuangan VOC yang terus-menerus tekor
semenjak tahun 1789. Pada tahun 1795, Raja Willem V diusir oleh kaum
Patriot Perancis. Dia melarikan diri ke Inggris. Takut kalau-kalau Perancis
akan menduduki Kepulauan Indonesia, maka ia menulis surat permohonan
bantuan kepada pemerintahan Inggris dari kediamannya di Kew. Ia memandang
perlu untuk membentuk batalion-batalion Keamanan Kota guna pertahanan
kota-kota pendudukan.
Mayor de Groote bertanya lagi, "Sudah berapa kali Komandan Kota
menyelamatkan harta milik
dan kewibawaan kompeni dalam menumpas pemberontakan-pemberontakan?"
"Berapa kali yang tepat, tak dapat aku menyebutkan di sini," jawab Kapten
De Hoop mendongkol.
"Kau adalah seorang Kapten. Semua kejadian mestinya harus senantiasa
berkelebat da-lam otak."
"Jika demikian, kau teringat pula semua peristiwa itu. Apa perlu
kautanyakan? Jawablah pertanyaanmu sendiri!"
"Aku bertanya! Karena itu kamu wajib menjawab! Bukankah kamu bawahanku?
Sekira-nya kamu sekarang mengingkari, toh pangkatku lebih berharga daripada
Kapten."
Kapten De Hoop terdiam. Kemudian menjawab perlahan-lahan, "Baiklah aku
jawab, te-tapi apakah upah-upah ekstra dan sogokansogokan buat bekal
berangkat bertempur perlu disebutkan?"
Pada masa itu, masalah sogokan sangat populer dalam percaturan masyarakat.
Tak heran, begitu mendengar Kapten De Hoop menyebutkan istilah sogokan,
lantas saja terdengar suara tertawa serdadu-serdadu yang merasa diri miskin
dan tak mempunyai kekuasaan atau kedudukan yang memungkinkan memperoleh
uang sogokan. Muka Mayor De Groote lantas saja merah padam. Membentak
kalang-kabut, "Ini urusan dinas! Bukan sedang bergurau! Bukan pula sedang
membicarakan perangkapan jodoh! Insyaflah Kapten De Hoop, bahwasanya dengan
sepatah kata aba-abaku, aku akan menghancurkan seluruh pasukanmu."
Mendengar kata-kata perangkapan jodoh, dada Kapten De Hoop serasa hampir
meledak sampai sekujur badannya menggigil. Tapi ia masih bisa menguasai
diri dan dapat pula berlaku tenang. Sebaliknya, Mayor De Groote senang
bukan kepalang melihat Kapaten De Hoop keripuhan.
Mayor De Groote adalah seorang perwira yang licik. Semenjak dia dikalahkan
oleh Kapten Willem Erbefeld di depan Gubernur Jendral P Vuyst, bintangnya
lantas saja mulai merosot. Ia kena geser kedudukannya sebagai Komandan
Keamanan ke Staf Batalyon yang berkedudukan di Krawang. Itulah sebabnya
dendam kepada Kapten Willem Erbefeld yang dianggapnya sebagai lawan
utamanya. Cuma saja dia tak berani bermusuhan secara terang-terangan. Dalam
segala hal ia merasa kalah.
Dasar ia licik dan licin, maka ia mencoba bekerja dari belakang punggung.
Diam-diam ia berusaha mempengaruhi bekas anak buah Komando Keamanan Kota.
Tapi usaha ini gagal, sehingga mau tak mau ia memaksa diri untuk prihatin
selama tiga tahun lebih.
Mendengar kabar tentang perkelahian antara anaknya dan adik-angkat Willem
Erbefeld, di mana anaknya kena dihajar Willem Erbefeld sampai babak belur
di depan gadis Sonny anak Kapten De Hoop, lantas saja terbesitlah suatu
pikiran dalam benaknya. Sejak saat itu ia mendekati Kapten De Hoop dan
menempel para penguasa-penguasa militer. Ia berhasil mengambil hati dengan
sikap merendahkan diri, meskipun bertentangan dengan wataknya yang angkuh
dan tinggi hati. Seperti diketahui Kapten De Hoop adalah Komandan Keamanan
Kota, sedangkan Kapten Willem Erbefeld menjabat wakil komandan. Beberapa
hari yang lalu terjadilah suatu pembicaraan perangkapan jodoh antara Jan De
Groote dan Sonny De Hoop. Mayor De Groote memperoleh bintang terang dalam
hal ini. Ia tinggal menunggu waktu belaka untuk membicarakan suatu
persekutuan mengenai nasib Kapten Willem Erbefeld.
Mendadak terjadilah suatu peristiwa di luar dugaan semuanya. Mayor Kuol
yang memimpin batalyon di Krawang mendapat cuti tahunan. Kali ini dia
hendak menjenguk kam-pung halamannya di negeri Belanda. Dengari sendirinya,
Mayor De Groote menjadi pejabat Komandan Batalyon. Tepat pada waktu itu
terdengarlah suatu berita, kalau Kapten Willem Erbefeld akan naik pangkat
menjadi Mayor dan akan dilantik pula sebagai Komandan Keamanan Kota.
Sedangkan Kapten De Hoop akan ditetapkan sebagai Komandan Pengawal
Istana dengan pangkat Mayor pula.
Bergegas-gegas Mayor De Groote datang berkunjung ke rumah Kapten De Hoop
untuk mencari kepastian tentang berita itu. Hatinya terlalu panas mendengar
bintang Kapten Willem Erbefeld menjadi begitu terang. Di sini ia menemui
kekecewaan terhadap Kapten De Hoop. Ternyata Kapten De Hoop nampak
bergembira oleh berita itu. Ia memuji kecakapan Kapten Willem Erbefeld,
kejujurannya dan keberaniannya sehingga sudah sepantasnya diangkat menjadi
Komandan Keamanan Kota.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:
Posting Komentar